Mohon tunggu...
Agus Makmun
Agus Makmun Mohon Tunggu... -

Mengajar di MTs Miftahul Afkar Banyakan sejak 2010

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tidak Ada Sekolah Unggulan di Sini

3 April 2015   11:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagi guru sekolah, semester genap adalah masa yang paling sibuk, tegang plus melelahkan. Banyak aktivitas yang harus dijalani pada akhir tahun pelajaran ini. Mulai dari mempersiapkan bahan mengajar, ulangan, analisis ulangan, ulangan akhir semester hingga mempersiapkan Ujian Nasional,pelaksanaan ujian hingga kenaikan dan kelulusan kelas. Tak berhenti disitu, pelaksanaan wisuda yang menghabiskan biaya jutaan pun harus terlaksana. Demi kepuasan orangtua dan gengsi sekolah. Pokoknya benar-benar padat plus di press jadwalnya.

Bukankah itu memang kewajiban yang seharusnya dilakukan, saya yakin semua guru di Indonesia sudah paham masalah tersebut. Kalau disini disebutkan bukan berarti untuk mengeluh apalagi demo agar dikasihani. Hanya sekedar memberitahukan dunia pendidikan tidaklah sesederhana yang dilihat dari kacamata orang luar. Karena untuk guru profesional, pekerjaan guru adalah duapuluh empat jam. Dan tidak boleh protes atau melaporkan orang atau murid ke polisi atas ketidakadilan yang diterima. Karena atas nama pendidikan tidak layak bagi guru untuk protes, suara keadilan harus dipenjara jauh-jauh di alam khayal.

Untuk pengelola sekolah baik Kepala Madrasah ataupun Yayasan untuk sekolah swasta akhir tahun adalah pertaruhan untuk mendapatkan murid baru sebanyak-banyaknya. Khususnya untuk sekolah swata, bahkan tidak menutup kemungkinan bagi sekolah negeri. Persaingan sekarang tidak terbatas.

Berbagai jurus di keluarkan demi menarik siswa untuk mendaftar di sekolahnya. Mulai sarana prasarana yang lengkap, guru yang ter-profesional, banyaknya prestasi, sekolah terpadu dlllll. Dan pihak siswa pun berebut masuk ke sekolah dengan predikat ter.... sesuai dengan minat dan kemampuan. Untuk siswa dengan kecerdasan otaknya mungkin tidak ada kesulitan, hanya saja wani piro ? alias ada biaya atau tidak. Hal terakhir ini pun menjadi tidak masalah bagi siswa tidak cerdas tapi punya materi lebih. Tinggal pertanyaannya ditujukan kepada siapa.

Tidak ada yang perlu dipermasalahkan dalam peristiwa penerimaan peserta didik baru. Namun disisi lain anak dengan jenis kecerdasan lain sungguh akan terpinggirkan. Apalagi jika ditambah dengan atribut tidak mampu bin miskin. Sekolah memang gratis akan tetapi sarana prasarana tetap harus dibayar. Maka sekolah swasta pinggiran menjadi alternatif pilihan terakhir. Meski tidak semua sekolah swasta adalah pinggiran, banyak swasta yang lebih berkwalitas daripada sekolah negeri.

Kejadian diatas adalah rutinitas tahunan yang selalu ada disetiap akhir tahun pelajaran. Tak terkecualikan di penjuru nusantara. Ada sedikit yang mengusik dari kejadian tahunan tersebut. Pilihan siswa dan orang tua terhadap sebuah sekolah yang disebut favorit. Kriteria favorit yang dipahami masyarakat adalah prestasi sekolah, tingginya nilai UN yang diterima, lulusan yang masuk PTN, sarana prasarana yang lengkap. Kriteria yang sulit dipenuhi oleh sekolah khususnya swasta. Meskipun juga tidak mungkin untuk dipenuhi.

Tidak ada yang salah dengan kriteria tersebut. Mencermati kondisi sekolah yang tidak di favoritkan sebenarnya tidaklah buruk. Namun pemikiran tidak favorit didalam bayangan siswa dan orang tua telah menyebabkan mereka menjadikan pilihan nomor dua dan selanjutnya. Akibatnya siswa dengan kepandaian tertentu berkumpul dalam satu sekolah. Dan grade selanjutnya berkumpul ke sekolah peringkat kedua dan seterusnya. Dan yang paling tidak memenuhi syarat berkumpul dalam sekolah di grade paling bawah.

Kejadian yang terus berlangsung lama akibatnya menimbulkan sebuah anggapan tertentu untuk setiap sekolah. Mulai paling favorit sampai sekolah sampah alias tempat pembuangan terakhir untuk siswa tidak berbakat apapun. Sebuah anggapan yang paling dihindari oleh orang yang paham dunia pendidikan khususnya oleh guru. Karena tidak ada murid yang bodoh atau tidak berbakat, yang ada adalah murid belum menemukan guru yang sesuai.

Pada dasarnya sebuah sekolah favorit seharusnya dilihat dari seberapa mampu sebuah sekolah mendidik dan memunculkan bakat siswa dalam semua bidang. Jenis kecerdasan manusia yang ada sembilan yaitu antara lain :

1. Intellegence of Word (Kecerdasan Mengolah Kata)

2. Intellegence of Logic (Kecerdasan Logika)

3. Intellegence of Visual (Kecerdasan Visual)

4. Intellegence of Music (Kecerdasan Musikal)

5. Intellegence of Physical (Kecerdasan Fisik)

6. Intellegnce of People (Kecerdasan Intrapersonal)

7. Intellegnce of Self (Kecerdasan Interpersonal)

8. Intellegence of Nature (Kecerdasan Natural)

9. Intellegence of Existence (Kecerdasan Intuitif)

Lebih banyak mengutamakan kecerdasan logika untuk patokan, meski ada juga anak yang menguasai berbagai jenis kecerdasan. Mungkin karena untuk jenis kecerdasan tersebut lebih mudah mengetahuinya ditambah jenis kurikulum yang berkutat pada jenis tersebut.

Jika berpatokan pada jenis-jenis kecerdasan untuk memfavoritkan sebuah sekolah perlu rasanya dibuat patokan baru untuk menyebut sebuah sekolah favorit. Dan jika boleh bermimpi akan adanya peran serta pemerintah untuk mempromosikan jenis kecerdasan yang lain semacam SMK. Maka sebutan favorit bisa dimiliki sebuah jenis sekolah baik negeri maupun swasta.

Meski masyarakat tertentu mulai cerdas akan hal ini, seharusnya pula pihak guru dan pengelola sekolah mampu mengasah semua bakat siswa dengan sistem tertentu untuk memunculkan hal tersebut.

Meski sekarang ukuran pemerintah siswa cerdas adalah yang menguasai logika, ternyata banyak pejabat yang ingin naik pangkat pergi ke dukun. Dan meski meski yang lain......., yang jelas semua favorit dan tidak ada sekolah favorit jika belum mampu mengasah siswa biasa menjadi luar biasa. Ngimpi........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun