Pendidikan karakter yang ramai digaungkan di negeri ini ternyata telah lama diterapkan oleh sistem pendidikan pesantren. Dalam penerapannya, pesantren menggunakan konsep pendidikan berbasis kemasyarakatan. Konsep kemasyarakatan merupakan model penyelenggaraan pendidikan dengan prinsip,"dari masyarakat,oleh masyarakat, dan untuk masyarakat".
Konsep kemasyarakatan diterapkan dengan cara sederhana, yakni dengan menempatkan peserta didik atau disebut dengan santri dalam sebuah lingkungan sosial yang saling berinteraksi. Dalam sejarahnya, pesantren telah menjadi pusat kegiatan masyarakat dalam belajar agama, beladiri, pengobatan, konsultasi pertanian, dll. Sehingga, kemasyarakatan yang tercipta antar santri dan lingkungan sekitar memiliki rasa kekerabatan yang kuat dan erat. Karenanya, pesantren cenderung memiliki jaringan sosial yang kuat terhadap masyarakat dan sesama pesantren.
Sejarah juga menunjukkan bahwa pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia. Keberhasilan pesantren Indonesia dalam menjalankan sistem pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan secara tidak langsung juga mendorong peningkatan pendapatan masyarakat di lingkungan pesantren. Hal itu disebabkan oleh kehidupan pesantren yang berjalan selama 24 jam, sehingga membuka peluang bagi masyarakat untuk berdagang sesuai dengan kebutuhan santri. Selain itu, lingkungan pesantren juga sering dijadikan sebagai wisata ziarah, tidak hanya oleh keluarga santri, namun masyarakat umum juga ikut berpartisipasi. Sehingga, lingkungan yang selalu ramai juga membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar.
Sistem pendidikan pesantren juga terbukti dapat menelurkan pemuda-pemuda dengan pendirian dan karakter yang kuat. Tidak hanya dalam hal spiritual, namun juga dalam aspek kemasyarakatan seorang santri juga dapat diandalkan. Terlebih, banyak pesantren yang secara dinamis menerima perubahan zaman, sehingga belajar di pesantren tidak lagi menutup dunia pengetahuan santri. Secara singkat, pendidikan di pesantren merupakan paket komplit, sebab seorang santri tidak hanya dibekali dengan pengetahun agama, namun juga pengetahuan umum, kemasyarakatan, dan kepemimpinan. Sehingga, ketika kembali dalam lingkungan masyarakat asalnya seorang santri dapat menularkan hal-hal positif yang dia peroleh dari pesantren. Karenanya, tidak jarang seorang santri lebih unggul dalam berbagai bidang dibanding seorang pelajar biasa.
Referensi:
Zubaedi. 2006. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarata: Pustaka Pelajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H