Oleh karena itu, aku mencoba untuk selalu menabur benih-benih kebahagiaan itu kepada keluargaku, terkhusus untuk adikku.
Aku selalu teringat saat-saat dimana aku mengajarnya menulis, membaca, berhitung, dan bahkan berbagi cerita dengannya. Apalagi, ketika aku harus menggendongnya untuk pergi mengaji di rumah kakek. Sungguh indah, memang sungguh indah. Menatapnya, memandangnya selalu bahagia adalah sebuah kegembiraan bagiku. Darinya aku mendapat satu pelajaran berharga, "Seberapa bersyukurkah kamu kepada Tuhan?"
Terakhir, aku berharap agar Tuhan berkenan memberikan kemudahan kepada adikku untuk bisa berjalan. Aku ingin melihatnya bisa bermain bersama kawan-kawannya diluar. Bercanda bersama, bergurau, main kejar-kejaran, sepedahan, masak-masakan, dan lain sebagainya.
Semoga dia senantiasa memancarkan senyuman kebahagiaan.
Tersenyumlah, wahai adikku yang malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H