Tiba kedatanganku ke kampus mentari sudah anggun berdiri, sinarnya mencubit kulit pipiku. Aru menghampiriku yang terlihat lesu.
"kamu ngantuk?" tanyanya datar
"Ya, semalam aku begadang hanya demi menghatamkan membaca sebuah novel. Abisnya novel itu sangat keren. " jawabaku singkat sambil menahan kantuk.
" mana tu novel?! Beraninya dia buat kamu ngantuk gini. Mana dia?! dasar, aku kalah menarik darinya." Aru mencari-cari novel itu dan sedikit menatapku sambil menunjukkan muka cemberut.
Aku tertawa melihat lagak Aru yang seperti anak kecil sedang cemburu melihat ibu dan ayahnya bermesraan. Tak cukup sampai situ, dia lantas memberiku sepasang kaus kaki yang baru saja dia dapat dari seminar yang di datangainya semalam. Padahal aku tahu dia menginginkan itu, tetapi dia lebih tahu kalau aku mendambakan benda itu.
" ini ini, pakai kaus ini untuk memelekkan matamu" aku tersipu malu dan kami tertawa. Di memang gila, mana bisa kaus kaki bisa menghilangkan rasa kantukku.Dasar Aru! Dia
memang seperti obat sakit kepala yang bisa memulihkan aku dari sakit yang ku rasa semalam.
Saat kuperhatikan langkahnya yang meninggalkanku, aku segera masuk kelas. tapi selang beberapa detik di memanggilku.
"Dini... ada yang lupa"
aku langsung kembali, menolehnya. Dia mentapaku dengan tatapan khawatir dan tatapannya seolah olah mengharapkan jawaban jujurku. Sontak aku kaget sekaligus tersipu. Dia seperti mataku saja, seolah-olah tahu apa yang terjadi kepadaku semalam. Kenapa aku memilih bergadang untuk membaca novel. Ah dasar Bodrex!
" berapa liter air mata yang kamu keluarkan?". Â Katanya
" tidak cukup banyak." Jawabku singkat dan meyakinkan
" ya udah, jangan kamu ulangi lagi ya... itu bukan obat untuk permasalahamu." Jawabnya menenangkan.
"......."
"Oh ya Din, besok tanggal 25 aku dan teman-teman mau pergi loh. Kamu ikut ya, hitung-hitung kamu bisa cara obat baru untuk permasalahanmu itu. Nanti aku bahas di WhatApp ya." Tambahnya dan sambil melontarkan senyuman penuh pengharapan untukku.
Aku hanya tersenyum dan melangkahkan kakiku menuju kelas. Jujur, aku senang, dan itu tak bisa aku ceritakan. Ah, obatku. Dia pria paling mengagumkan dalam hidupku.