Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang melakukan pembangunan khususnya dalam infrastruktur.  Sebab, pembangunan infrastruktur memiliki peranan yang cukup penting yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (KPURM, 2012). Salah tujuan dari adanya fasilitas publik yaitu memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun Indonesia sudah mengalami perubahan jika dilihat dari pembangunan infrastruktur, seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan  hutan di daerah perkotaan sudah semakin berkembang.
Selain itu, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimiliki setiap individu. Sebab, HAM bersifat universal yang berarti setiap manusia memiliki hak tanpa memandang kondisi individu seperti jenis kelamin, warna kulit, etnisitas, termasuk kondisi mental dan fisik.Â
Melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 2 tahun 2022 mengenai pelayanan publik berbasis Hak Asasi Manusia (P2HAM) yaitu, Kemenkumham terus berupaya untuk memberikan pelayanan publik kepada setiap masyarakat dengan memprioritaskan HAM (Kemenkumham, 2022). Â Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan pelayanan publik yang mengedepankan HAM agar semua orang memiliki hak dan perlakuan yang sama, termasuk dalam hal fasilitas dan pelayanan publik.
Menurut survei yang dilakukan oleh Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat 8 dari 100 penduduk di Indonesia yang berusia 10 tahun keatas mengalami disabilitas (BPS, 2015). Berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2016, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mengalami keterbatasan dalam fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu yang lama dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dengan masyarakat lainnya (Widinarsih, 2019).Â
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa penyandang disabilitas di Indonesia tidak sedikit. Hal tersebut menunjukkan bahwa fasilitas publik di Indonesia perlu memperhatikan penyandang disabilitas dalam memenuhi Hak Asasi Manusia.
Masalah yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam melakukan aktivitas salah satunya yaitu mengenai aksesibilitas fasilitas publik. Perancangan fasilitas publik yang tidak aksesibel merupakan salah satu penyebab penyandang disabilitas kurang mandiri. Sebab, penyandang disabilitas tidak memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan di ruang publik karena fasilitas yang kurang ramah digunakan oleh fabel.Â
Dapat dilihat masih kurangnya trotoar yang aksesibel karena masih terdapat penjual ataupun pengendara yang menggunakan trotoar sehingga menghalangi pejalan kaki, masjid yang masih menggunakan tangga yang menunjukkan kurang ramah untuk pengguna kursi roda, dan fasilitas publik lainnya. Indikator kemandirian difabel dapat dilihat dari tidak bergantung dengan orang lain, adanya kepercayaan diri, kedisiplinan, kreatif atau dapat mengambil keputusan sendiri, dan dapat bertanggung jawab.Â
Hal tersebut dapat ditunjang dengan fasilitas pelayanan publik yang aksesibel untuk seluruh masyarakat. Dengan begitu, penyandang disabilitas kesulitan dalam melakukan aktivitasnya secara mandiri karena fasilitas yang seharusnya dapat diakses oleh seluruh masyarakat masih belum menunjang di beberapa daerah.
Di Indonesia, fasilitas publik yang ramah penyandang disabilitas masih belum terpenuhi secara merata. Pelaksanaan aksesibilitas fasilitas publik terkait dengan ketersediaan, kelayakan, dan kemudahan yang telah disediakan oleh penyelenggara pelayanan fasilitas yaitu pemerintah. Dapat dilihat di kota Garut terdapat 5.587 jiwa penyandang disabilitas, tetapi fasilitas publiknya masih mengalami kendala yaitu masih kurangnya tenaga yang dapat mendukung penyandang disabilitas dalam melakukan pelayanan publik. Â
Namun, masih banyak daerah di Indonesia yang fasilitas publiknya sudah cukup ramah difabel. Dapat dilihat di kota Tegal memiliki 134 jiwa penyandang disabilitas dan fasilitas layanan publiknya seperti rumah sakit sudah ramah difabel dengan tersedianya jalur jalan yang dikondisikan dengan keadaan  (Pramashela & Rachim, 2022).
Pada tahun 1997, kelompok kerja yang terdiri dari arsitek, desainer produk, insinyur, dan peneliti desain lingkungan yang diketuai oleh Ronald Mace dari Universitas North Carolina State mengembangkan prinsip desain universal. Menurut Ron Mace dalam publikasi yang berjudul "Accessible, Â Adaptable, and Universal Desain", desain universal merupakan upaya untuk mendesain suatu produk dan lingkungan yang ditujukan bagi seluruh orang yang dapat digunakan dalam cakupan yang luas tanpa memerlukan adaptasi lebih atau desain khusus (Arsyad, 2017).