Mohon tunggu...
Allysa MutiaraSani
Allysa MutiaraSani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Sastra Inggris, yang gemar menulis dan memasak.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Refleksi Nilai Keadilan dalam Puisi Karya Mustofa Bisri

6 November 2023   10:07 Diperbarui: 6 November 2023   15:31 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mustofa Bisri, seorang ulama besar yang juga dikenal sebagai penyair dengan karya-karya puisi yang tidak kalah besarnya, menerbitkan antologi puisi yang bermuatan nilai-nilai kehidupan. Puisi karya Mustofa Basri ini lahir dari kata hati, suara nurani, tetapi juga tetap ada keindahan didalamnya.

Puisi merupakan ragam sastra dengan pengaplikasian Bahasa yang terikat oleh mantra, irama, penyusun larik, bait, atau rima. 

Aspek religius banyak mendominasi makna dan suasana puisi karya Mustofa Bisri. Pemahaman dan penerapan nilai keagamaan ini yang kemudian melahirkan nilai-nilai luhur kehidupan.

Puisi karya Gus Mus ini sering kali melontarkan kritik-kritik pedas terhadap pemerintah akibat praktik ketidakadilan yang akhirnya menimbulkan persoalan di kalangan masyarakat bawah. Maka dari itu, Gus Mus kerap menjadikan puisi sebagai menara pikiran dalam membentuk citra dan stigma. Termasuk juga anti korupsi melalui pembangunan citra dan stigma negative pada korupsi dan pelakunya.

Puisi berjudul ”Berapa Lama” yang diterbitkan dalam buku “Aku Manusia, Kumpulan Puisi” ini terbit pada tahun 2016. Beberapa baitnya berisi kritik-kritik atas kegagalan pemerintah dalam menegakan keadilan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan prinsip utama yang harus dijalankan bagi para pemimpin bangsa ini. Keadilan akan terwujud jika pemimpinnya tidak hanya memikirkan kepentingan diri dan golongannya. Sistem pemerintahan yang tidak adil akan menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin luas. Seperti pada penggalan puisi berikut

Banyak yang tinggal di gedung beratap beton

Menimbun rongsokan berton-ton

Banyak yang tinggal di emper-emper sempit dipeluk langit

Menjumputi remah-remah hidup yang pahit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun