Mohon tunggu...
Ali Munajat
Ali Munajat Mohon Tunggu... -

sekali berarti sampai mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesantren Budaya Indonesia

1 Desember 2012   19:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:21 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13543895232087369681

Pondok pesantren tidak asing ditelinga orang Indonesia bahkan dapat ditemui dimana saja. Pesantren adalah model pendidikan tertua di Indonesia dan kontribusinya dalam mencerdasakan anak bangsa tidak bisa dianggap sebelah mata. Model pendidikan yang menekankan ideology dengan pendekatan spiritual ternyata mampu mencetak cendekiawan-cendekiawan yang mumpuni dan tidak sedikit yang sukses didunia politik seperti Abdurrohman Wahid alumni Tebuireng, Wahid Hasyim dan lain-lain.

Pesantren yang banyak kita jumpai dipulau Jawa dan sebagian tersebar diseluruh pulau-pulau Indonesia mempunyai corak yang berbeda-beda. Karakteristik pesantren adalah dipimpin oleh seorang Kyai atau Ustadz sebagai pihak otoritas yang mempunyai kewenangan penuh. Kemudian adanya santri atau murid yang mukim dalam hal ini santri sebagai murid dibawah tanggung jawab penuh Kyai atau Ustadz. Selain itu didalam Pesantren ada organisasi untuk mengatur dan menjadi kunci suksesnya output peserta didik. Tidak baiknya Pesantren atau sedikitnya output yang berkualitas tergantung bagaimana memenej organisasi didalam pesantren.

Pesantren secara garis besar terbagi menjadi dua Model Salafy dan Modern perbedaan ini hanya terletak pada kurikulum saja. Adapun persamaan keduanya sama-sama menggunakan pendekatan spiritual. Didalam kwalitas dan kwatintas keduanya sama hanya saja ditahun akhir-akhir ini Pesantren Modern lebih unggul karena dalam metodenya Pesantren modern lebih aktif menekankan masalah realitas.

Pesantren Salafy dengan kurikulum pendekatan spiritual ternyata mampu mencetak ulama-ulama, cendekiawan yang mumpuni. Umumnya kurikulum Pesantren Salafy menggunakan kitab-kitab turosh (kitab-kitab lama)  dan hanya menekankan keimanan. Hal inilah sebagai kelemahan Pesantren Salafy jika dihadapkan pada problematika realistik. Karena tidak menutup kemungkinan mereka hanya mampu menguasai problem spiritualistic saja meskipun sebagian juga mampu bangkit menjawab tantangan tersebut.

Output Pesantren model Salafy umumnya menyebar dikampung-kampung pedalaman karena sesuai dengan karakter pesantren yang ramah dengan pedesaan. Lain halnya dengan pesantren modern alumni pesantren modern umumnya lebih tersebar diperkotaan, terjun dalam berbagai profesi. Pesantern Salafy ataupun Modern sebenarnya merupakan satu kesatuan yang lengkap jika tepat sasaran dan sesuai pengelolaannya. Tapi kenyataanya tidak demikian dari keduanya terkadang terjadi tumpang tindih sehingga tidak relevan dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Dalam hal peserta didik keduanya juga harus bisa membedakan karena perbedaan kurikulum ikut mempengaruhi ruang kemampuan peserta didik. Pesantren Salafy lebih mudah difahami peserta didik setelah menamatkan wajib belajar 9 tahun atau lebih dari itu akan lebih baik. Karena kebutuhan dasar jiwa manusia spiritual dan skill keduanya harus mampu berjalan seimbang.

Pesantren Salafy selain sebagai gerbang pendidikan ia merupakan kebudayaan Indonesia yang seharusnya dilestarikan. Dalam hal ini pemerintah harus mampu mengayomi dan ikut melestarikannya. Maka hubungan Kyai dan pemerintah harus seimbang bukan saja dalam hal materialistik akan tetapi lebih kepada moralistic sehingga mampu berjalan sesuai rellnya. Tapi kenyataan dilapangan lain Pemerintah dalam masalah ini seolah-olah acuh tak acuh tidak mau terlibat. Bahkan yang lebih tragis pemerintah hanya memnfaatkan pesantren sebagai ladang politik. Sehingga tidak heran disaat pemilu pesantren sibuk dikunjungi para penguasa. Kyai ataupun Ustadz sebagai kepala Pesantren juga tidak mau ambil pusing karena atas dasar kebutuhan sehingga tidak menutup kemungkinan mereka lebih bersifat pragmatis.

Santri sebagai peserta didik dibawah asuhan kyai hanya ikut dan selalu tunduk apa yang diperintahkan kyainya. Hal seperti ini sangat baik dalam pola hubungan santri dan kyainya, akan tetapi dalam hubungan lain hubungan dengan dunia luar, politik, ekonomi seharusnya santri diberikan kebebasan penuh. Sangat aneh apabila ketaatan santri dimanfatakan untuk tujuan politik. Kemudian pemerintah juga harus membuka hati lebar-lebar dengan lebih memperhatikan dunia pesntren lebih serius. Begitu juga kyai ataupun Ustadz sebagai pihak otoritas harus mampu memberikan kebebasan dan wawasan seluas-luasnya kepada santri atau peserta didiknya sehingga mereka benar-benar menguasai dan mampu mandiri yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk Agama dan Bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun