Mohon tunggu...
allyana honosutomo
allyana honosutomo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswi S1 bidang studi Hubungan Internasional di Universitas Airlangga. Saya memiliki ketertarikan dalam kepenulisan, sastra, literasi, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terobosan Baru Budaya Patriarki: Kekerasan Gender Berbasis Online

18 Juni 2022   19:25 Diperbarui: 18 Juni 2022   19:29 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah rahasia umum bahwa dunia tumbuh dan berkembang  dengan budaya patriarki yang telah mendarah daging pada realita sosial yang tengah kita hadapi. Isu-isu seperti kekerasan berbasis gender yang meliputi bentuk-bentuk pelecehan seksual, bullying, dan masih banyak varian lain bukan merupakan hal yang baru di telinga publik. Terlebih lagi, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, arus komunikasi baik domestik maupun global juga ikut berkembang secara cepat. Meskipun kita tahu bahwa teknologi memiliki sejuta manfaat, di tangan yang salah, manfaat dari perkembangan teknologi ini dapat digunakan oknum-oknum tertentu untuk menyebarluaskan hal-hal negatif.

Salah satu bentuk kejahatan yang terjadi di ranah digital adalah kekerasan berbasis gender online (KBGO). Berbeda dari kekerasan yang dilakukan pada umumnya, KBGO tidak berupa serangan fisik, melainkan dapat terjadi melalui berbagai macam bentuk seperti cyber grooming, cyber harassment, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman untuk mendistribusi video pribadi, pencemaran nama baik, serta rekrutmen online. Mayoritas korban dari KBGO adalah perempuan. Hal ini tentunya membuat kita kembali lagi ke poin awal, bahwa budaya patriarki masih memegang peranan signifikan, bahkan pada ranah dunia maya sekali pun.

Ironisnya, kasus-kasus KBGO bukanlah hal yang baru-baru saja muncul. Sebenarnya, telah banyak kasus KBGO yang berakhir dengan hasil yang tidak memuaskan bagi para memihak korban, entah kasus itu tidak diusut secara penuh oleh pihak yang berwajib, atau justru tidak diselesaikan sama sekali karena para korban tidak dapat melarikan diri untuk mencari bantuan karena selama ini terjebak dalam situasi yang mengopresi mereka.

Terlebih, terdapat lonjakan atas terjadinya kasus KBGO selama pandemi berlangsung. Divisi Keamanan Online Southeast Asia Freedom of Expression Network memaparkan bahwa peningkatan kasus kekerasan online yang korbannya adalah peremouan  terjadi sebanyak tiga kali lipat. Hal ini tentunya merupakan suatu hal yang meresahkan, utamanya bagi para korban yang mungkin hingga saat ini belum mendapat keadilan. Akhir-akhir ini pula, dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kejelasan mengenai eksistensi KBGO dan hukumannya telah mendapat keabsahan secara hukum. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kasus-kasus yang berkaitan dengan KBGO masih dapat berlanjut.

KBGO merupakan format baru dari mindset patriarki yang sebenarnya telah berkembang di tengah masyarakat. Dengan adanya perkembangan teknolog yang memadai, hal ini bisa jadi disalahgunakan oknum-oknum yang masih memiliki mindset patriarki untuk melancarkan aksinya.  Singkatnya, KBGO merupakan ekstensifikasi dari segala bentuk perlakuan patriarki yang telah ada lalu termodifikasi dengan adanya perkembangan teknologi. Untuk menyelesaikan permasalahan KBGO secara tuntas, perlu dilakukan eliminasi terhadap tumbuh kembangnya budaya partiarki di tengah masyarakat terlebih dahulu.

Sayangnya, menghilangkan budaya partriarki bukanlah misi yang mudah untuk direalisasikan. Hal ini dapat kita tinjau dari aspek-aspek sederhana yang ada di sekitar kita, mulai dari adanya normalisasi kedudukan perempuan yang dinomorduakan hingga eksistensi stigma yang ditujukan pada gender-gender tententu yang membuat beberapa pihak memandang sebelah mata orang lain hanya karena terpengaruh dengan stigma tersebut. Budaya partriarki tidak hanya terlihat pada ranah umum saja, namun terkadang eksistensinya juga timbul pada ranah formal seperti pekerjaan dan politik.

Adanya perkembangan teknologi juga memunculkan posibilitas bagi budaya partiarki ini untuk semakin berkembang dengan pesat. Terdapatnya media-media yang secara implisit memiliki kecenderungan untuk memposisikan perempuan sebagai subjek yang termaginalisasi yang menerima stereotip negatif semakin terjustifikasi dari adanya dukungan dari warga internet. Bila hal ini dibiarkan begitu saja, kenaikan kasus KBGO akan terus terjadi. Maka dari itu, kita harus turut berkontribusi untuk menanggulangi terjadinya hal ini.  

Seperti layaknya bagaimana platform digital dapat disalahgunakan sebagai sarana tumbuh berkembangnya budaya patriarki, kita dapat memanfaatkan platform-platform ini untuk melawan budaya patriarki dan sekaligus memberantas KBGO. Selain dengan adanya regulasi yang telah diterbitkan pemerintah, diperlukan supervisi dari pihak masyarakat agar regulasi yang ada berjalan dengan lancar. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan menggunakan media sosial untuk senantiasa berbagi informasi akan pentingnya penerapan undang-undang anti KBGO.

Opsi pemanfaatan platform digital lainnya adalah dengan secara langsung melakukan upaya edukasi kepada masyarakat terkait  proyek anti-KBGO mulai dari memberikan eksplanasi terhadap apa itu KBGO, bagaimana cara menghindarinya, dan apa yang harus dilakukan bila kita melihat seseorang terdekat kita atau seseorang di internet menjadi korban atas KBGO ini sendiri. Edukasi ini juga dapat menyisipkan pesan-pesan bagaimana kita sebagai individu harus turut serta untuk menerapkan prinsip kesetaraan gender agar segala bentuk diskriminasi yang ditujukan pada gender tertentu dapat diselesaikan sepenuhnya.

Bila berbicara mengenai budaya patriarki, salah satu kunci utama untuk menghilangkannya sebenarnya dimulai dari diri kita sendiri. Kita dapat merefleksikan terlebih dahulu akan beberapa pertanyaan: 1) Apakah kita sudah cukup adil dalam memperlakukan orang-orang di sekitar kita terlepas dari gender yang mereka miliki?; 2) Apakah di sekitar kita masih terdapat perbedaan perlakuan terhadap beberapa pihak berdasarkan dengan gender tertentu?; 3) Apakah kita sudah cukup berkontribusi dalam merealisasikan kesetaraan gender? Bila jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut adalah tidak, maka sebenarnya diperlukan adanya perubahan baik dari diri kita sendiri maupun lingkungan yang kita tempati untuk menuju orientasi yang lebih baik.

Dimulai dari diri kita, kita dapat membuat suatu perubahan. Dengan memanfaatkan adanya kemajuan teknologi, bersama-sama kita dapat memerangi fluktuasi kasus KBGO dengan senantiasa mengadvokasikan dan mendukung prinsip kesetaraan gender dan melakukan pengawasan bila terjadi kasus-kasus KGBO di ranah internet. Kita tidak harus melakukan hal-hal yang berat seperti membuat infografis dengan substansi yang kompleks. Hal-hal kecil seperti dengan mengingatkan sesama bila ada postingan yang mengarah pada aspek negatif dan bersifat menyerang kelompok tertentu, atau dengan menunjukkan dukungan kepada kelompok gender termaginalisasi di media sosial dapat membuahkan perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun