Semarang, 26 Mei 2024 -- Bulu tangkis atau sering juga dikenal sebagai badminton merupakan permainan olahraga menggunakan raket yang dimainkan oleh dua orang atau berpasangan. Awalnya, permainan ini diketahui dimainkan pertama kali di India dan peraturan permainannya mulai dibuat pada tahun 1870-an. Bulu tangkis selanjutnya menyebar dan berkembang ke Inggris, Afrika Selatan, Amerika Serikat, negara-negara Eropa, serta Asia hingga masuk ke Indonesia. Sejak saat itulah diadakan kompetisi tingkat internasional dan nasional.
Setiap atlet perlu dukungan zat gizi dalam menunjang kegiatannya, termasuk atlet bulu tangkis. Asuhan gizi berperan dalam proses meningkatkan performa atlet dengan memberikan pemantauan status gizi atlet dan analisis kebutuhan gizi pada atlet sebagai individu.Â
Selama proses berjalannya meliputi asesmen gizi, penentuan diagnosis gizi, serta pemberian intervensi untuk kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi. Seluruh kegiatan ini dilaksanakan dalam program kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Gizi Olahraga dari Program Studi Gizi Universitas Negeri Semarang yang dapat diikuti oleh mahasiswa gizi minimal semester 6.
Penguatan literasi gizi dipilih sebagai tujuan dalam intervensi gizi di PB Gatra Semarang. Intervensi gizi berupa pemberian edukasi gizi pada 10 (sepuluh) atlet bulu tangkis dilaksanakan di GOR Reham dengan menjelaskan pengetahuan gizi dasar terkait gizi seimbang untuk atlet bulu tangkis, panduan Kemenkes "Isi Piringku", serta contoh menu makanan sehari-hari dengan pilihan dan jenis olahan yang baik. Atlet yang mendapat intervensi gizi berada pada rentang usia 14 hingga 18 tahun.
"Kami berharap kegiatan asuhan gizi ini dapat memberikan kontribusi bidang gizi untuk mengukir prestasi pada atlet-atlet muda di sini," ujar Alaina, peserta PKL Gizi Olahraga.
Berdasarkan hasil intervensi yang dilakukan oleh kelompok PKL Gizi Olahraga yang terdiri dari Alaina Atsabita, Allya Kurnia Syawitri, Salwa Malikha, Sevina Elmagustilla, dan Dessy Ria Tristanti, ditemukan peningkatan pengetahuan pada atlet. Hal ini ditandai dengan hasil nilai post-test yang lebih tinggi dibandingkan pre-test yang diberikan sebelum intervensi gizi dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H