Mohon tunggu...
Allviola Putri
Allviola Putri Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Anyone can be anything! Love yourself, before love himself

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ternyata, Memendam Emosi Sangat Berpengaruh bagi Kesehatan Otak

21 Juni 2021   18:22 Diperbarui: 21 Juni 2021   18:44 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Tanpa kita sadari seringkali kita memendam emosi. Terkesan sepele namun bisa berakibat fatal. Emosi merupakan kegiatan yang berupa penggodokan pikiran, rasa dan nafsu dari setiap kondisi mental yang hebat atau dalam artian yang meluap-luap (Oxford English Dictionary (dalam Goleman 1999)). Sedangkan pengertian dari memendam emosi adalah suatu keadaan dimana kita menghindari atau bahkan tidak mengakui dan tidak dapat mengekspresikan emosi dengan baik. Kebiasaan memendam emosi tidak dapat membantu diri kita untuk menghilangkan emosi, melainkan membiarkan emosi tertanam dalam diri kita.

Emosi yang terlalu lama dipendam dapat memicu terjadinya depresi dikarenakan tidak tersalurkannya luapan emosi dari dalam diri sehingga terjadi tekanan emosi berlebihan pada otak. Selain itu, tidak tersalurkannya luapan emosi dari dalam diri dapat membuat diri sendiri menjadi overthinking yang dapat memicu terjadinya gangguan cemas jangka panjang dan mengakibatkan otak memproduksi hormon stress secara berkala. Depresi dan stress akan menjadi fatal ketika mulai memberikan dampak lanjutan terhadap kesehatan fisik, hal ini ditandai dengan mual, sakit kepala, dan kesusahan bernafas.

Tak jarang orang lebih memilih untuk memendam emosinya, karena beranggapan bahwa hal tersebut lebih baik dilakukan daripada menimbulkan percekcokan atau konflik. Padahal, jika kita sedang emosi alangkah lebih baiknya diluapkan saja, namun harus ada batasannya atau disertai dengan pengendalian diri dari dalam diri kita sendiri. Menurut Ifa Hanifah Misbach, MA. Psi seorang psikolog menuturkan bahwa emosi itu dapat berupa amarah, kekecewaan, benci, frustasi, sedih, dan dicap sebagai emosi negatif. Bisa diibaratkan bahwa emosi negatif yang ada pada diri kita adalah cucian kotor. Apabila kita ingin memiliki pakaian yang bersih maka kita perlu melaundy pakaian tersebut.

Nah, jika saat ini kita ingin diri kita, khususnya otak bersih dari hal yang kotor (emosi negatif) maka, kita perlu melaundry. Salah satu tekniknya adalah dengan berteriak. Kenapa harus dengan berteriak? Karena dengan berteriak otak kognitif kita tidak mempunyai kesempatan untuk berfikir. Maka, cobalah teriak sekencang-kencangnya, jika kita merasa sulit mengekspresikan emosi. Sehingga hal tersebut merupakan salah satu terapi sederhana yang dapat membantu diri kita terhindar dari kealahan fatal akibat memendam emosi yang tak tersalurkan.

3 cara hindari kesalahan fatal dalam memendam emosi :

  • Mengakui dan menerima emosi
  • Kenali apa yang sedang kita rasakan adalah hal penting. Tanyakan kepada diri kita sendiri alasan mengapa kita merasa sedih, bete atau marah, dan cobalah terima. Setelah mendapatkan jawabanya, jangan coba mengelak melainkan akui dan terima itu.
  • Ambil tindakan
  • Setelah kita mengetahui perasaan yang ada dalam diri kita, kita bisa memutuskan apakah kita butuh mengekspresikan emosi atau tidak. Pikirkan cara terbaik untuk bisa mengekspresikan emosi yang ada dalam diri kita. Contoh : bertemu teman, mendegarkan musik, dan menulis di buku diary.
  • Mencari bantuan saat menghadapi emosi yang sulit (kompleks)
  • Terkadang, apapun yang kita lakukan, kita tidak bisa menghilangkan emosi yang kuat atau melupa-luap. Jika kita telah menemukan diri kita terkungkung dalam kesedihan atau kekhawatiran lebih dari beberapa minggu, yang akan memunculkan fikiran negatif dalam benak, sehingga kita akan menyakiti diri sendiri atau orang lain, mungkin kita memerlukan bantuan ekstra. Hal yang paling sederhana adalah bicaralah dengan pihak konseling di sekolah, orang tua, orang dewasa terpercaya, teman dekat, bahkan terapis.

References

D'Arcy Lyness, P. (2017, Januari). Dealing With Difficult Emotions. Retrieved from https://kidshealth.org/en/teens/stressful-feelings.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun