Mohon tunggu...
ALLISA RAFA NAYA
ALLISA RAFA NAYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa baru Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga sangat tertarik dengan isu-isu kesehatan pada masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Kesibukan Berorganisasi terhadap Kesehatan Mental Mahasiwa pada Masa Perkembangan Teknologi Saat Ini

15 Juni 2024   01:15 Diperbarui: 16 November 2024   20:52 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Hartaji (2012), mahasiswa adalah seseorang yang mempelajari atau meneliti dan terdaftar pada suatu bentuk pendidikan tinggi, antara lain akademi, politeknik, sekolah menengah, akademi, dan universitas. Dalam proses belajar siswa sangat memerlukan motivasi karena dapat mendorongnya untuk belajar lebih giat untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan (Pujadi, 2007). Sedangkan, organisasi adalah suatu wadah untuk mengembangkan potensi diri serta minat bakat yang terdapat pada mahasiswa (Haryono, 2014). Kebanyakan mahasiswa berminat mengikuti organisasi untuk mengembangkan softskill yang dimiliki sebagai bekal bermasyarakat nantinya. Organisasi mahasiswa (Ormawa) di tingkat universitas terdiri atas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM).

Saat bergabung dengan organisasi kemahasiswaan, salah satu tantangan terbesarnya adalah manajemen waktu. Artinya, mahasiswa perlu mengatur waktunya dengan baik untuk belajar, melakukan aktivitas organisasi, bahkan aktivitas lainnya. Dari situlah muncul beberapa kasus mahasiswa yang kurang bisa mengatur waktunya sehingga berdampak pada Kesehatan mental dan tingkat stres mahasiswa. Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Hartono, 2011). Stres disebabkan oleh banyak faktor yang disebut stresor. Stresor secara umum dapat diklasifikasikan menjadi stresor internal dan stressor eksternal. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang, seperti kondisi fisik atau keadaan emosi. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang, seperti perubahan lingkungan, keluarga, dan sosial budaya (Potter & Perry, 2010).

Dalam sebuah penelitian tahun 2007, angka depresi pada mahasiswa meningkat dari 1% menjadi 6% dan angka gangguan mental terkait perilaku menyimpang meningkat menjadi 24%. Selain itu, terkait dengan kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis, kasus burnout juga sering terjadi pada pelajar (Pieter, 2010). Kelelahan mahasiswa mengacu pada perasaan kelelahan emosional yang disebabkan oleh tuntutan akademik, perilaku skeptis, dan perasaan menjadi mahasiswa yang tidak kompeten (Schaufeli, 2002). Tingkat kelelahan mahasiswa bervariasi di beberapa negara, seperti Brasil sebesar 17%, Kolombia sebesar 7%, dan Jerman sebesar 7%. Gejala burnout pada siswa antara lain jam sekolah yang terlalu sibuk, tidak ada waktu istirahat, keluhan fisik, penarikan diri dari lingkungan, perubahan pribadi seperti kelelahan emosional, kehilangan harga diri, tekanan dan frustasi (Greenberg, 2002).

Beberapa tingkat stress mahasiswa dapat diatasi dengan penggunaan teknologi modern saat ini, salah satunya yaitu smartphone. Tetapi penggunaan smartphone ini juga bisa menyebabkan kecanduan yang juga bisa berdampak negatif bagi mahasiswa. Chiu (2014) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa adanya gangguan smartphone addiction adalah sebagai salah satu alas an untuk pengalihan rasa stres pada diri seorang individu dikalangan remaja, dan tidak adanya control diri yang kuat terhadap pemakaian smartphone sehingga sebagai awal mula terjadinya ketergantungan akan alat komunikasi tersebut. Smartphone juga berfungsi untuk menghasilkan kesenangan dan menghilangkan rasa sakit dan perasaan stres untuk sementara waktu, namun apabila gagal untuk mengendalikan atau membatasi penggunaan akan memiliki konsekuensi yang membahayakan (Van Deursen, 2015).

Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Chiu (2014) menyebutkan bahwa life stress terjadi pada kehidupan mahasiswa, sehingga mahasiswa menggunakan smartphone sebagai pelarian rasa stres yang dirasakan tersebut, karena adanya penggunaan dari smartphone yang tidak terkontrol membuat mahasiswa menjadi addict terhadap smartphone (smartphone addiction). Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa harus bijak dalam memilah kegiatan kita. Kita harus bias memanajemen waktu sebaik mungkin serta juga harus bisa mengelola stres. Menggunakan smartphone sebagai hiburan sesekali juga diperlukan tetapi tetap dalam batas wajar dan tidak kecanduan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun