Mohon tunggu...
Allica Thrasning Ayu
Allica Thrasning Ayu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hidup itu indah jika kita bisa memilih diantara berjuta pilihan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput, Antara Kritis dan Apatis

27 Mei 2013   12:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:57 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini beberapa daerah sedang sibuk dalam mempersiapkan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin di daerahnya. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada saat itu, rakyat sebagai pemangku tahta tertinggi dalam negara demokrasi, memilih orang-orang yang mereka percaya untuk mewakili mereka didalam pemerintahan.Para calon yang dipilih oleh rakyat, nantinya harus mampu bertanggung jawab atas apa yang telah diamanatkan oleh rakyat, ia harus mampu mewakili apa yang akan menjadi kehendak rakyat dalam upaya mencapai tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

Pada faktanya, seringkali suara-suara yang tadinya menjadi hak dari warganegara tidak digunakan alias Golput bahkan fakta menunjukan bahwa tingkat ke-Golput-an makin meningkat pada tiap tahun. Raykat dengan sengaja tidak memilih calon calon wakilnya atau sengaja memilih 2 orang agar suaranya gugur. Bahkan ada beberapa oknum yang hanya menggambari wajah calon legslatifnya. Fakta seperti ini membuat saya berfikir, apakah keputusan golput itu bagian dari kekritisan rakyat karena mereka menganggap calon yang ada tidak benar benar memiliki kapabilitas seperti yang diharapkan oleh rakyat dalam mencapai perubahan ATAUKAH ini bagian dari rasa ketidakpedulian rakyat terhadap pemerintahan karena rakyat merasa sering dibohongi oleh wakil-wakilnya sehingga dalam mindset mereka sudah tertanam bahwa siapapun wakil mereka tidak akan membawa rakyat kepada perubahan.

Pada satu sisi, sebagian orang menganggap golput itu sendiri banyak dijadikan pilihan oleh kebanyakan orang karena mereka tidak mengenali calon-calon yang dijagokan dalam pemilu sehingga mereka tidak mempunyai rasa kepercayaan yang besar terhadap calon yang ada. Pada akhirnya mereka berfikir bahwa para calon wakil yang mereka pilih dirasa kurang mampu atau tidak layak menjadi seorang wakil rakyat.

Disatu sisi yang lain, golput menjadi sebuah bentuk ketidakpedulian rakyat terhadap pemerintahandi negaranya. Kesejahteraan yang tak kunjung meningkat membuat rakyat merasa dibohongi oleh wakilnya, dan pada akhirnya rakyat akan beranggapan bahwa memilih ataupun tidak itu sama saja bagi mereka karena siapapun yang terpilih nanti tidak akan mengubah rakyat menuju kesejahteraan yang layak. Bagaimana kesejahteraan bisa terpenuhi jika pemilu pada masa ini hanyalah ajang perebutan kekuasaan dan pengaruh sebagai sarana untuk mencapai kepentingan pribadi dan golongan karena pada nantinya ketika terpilih dan menduduki kursi pemerintahan ia harus mengembalikan modal yang ia keluarkan pada saat kampanye, nah inilah penyebab utama banyaknya para wakil rakyat yang ditanggap oleh KPK atas kasus korupsi. Penyebab lain rakyat tidak mau memilih yaitu kelakuan calon wakil itu sendiri, bak pepatah “habis manis sepah dibuang”, inilah pepatah yang dianggap mampu menggambarkan nasib rakyat. Ketika mendekati pemilu, banyak Partai Politik yang mendekati rakyat dan mengiming-imingi rakyat dengan berbagai janji, namun setelah terpilih, para wakil rakyat itu berlalu jauh meninggalkan rakyatnya.

Menurut saya, dalam negara demokrasi ini kekuasaan tertinggi adalah rakyat, jadi sebaiknya kita menggunakan hak pilih kita untuk memilih para wakil kita dalam pemerintahan. Paling tidak kita memilih terbaik diantara yang terburuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun