Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kandang Kuntum Farmfield

2 Maret 2022   10:40 Diperbarui: 2 Maret 2022   11:23 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Matahari bersinar terik membakar permukaan kulit. Meskipun begitu, hal itu tidak menyurutkan Izzi untuk terus berlari ke sebuah lapangan berkuda di kawasan eduwisata Kuntum Farmfield, Bogor. Seorang pawang kuda menyambutnya dengan ramah dan perlahan mengangkat badan Izzi ke atas punggung seekor kuda sumba yang gagah. “Tangannya pegangan, ya,” bujuknya. Begitu sudah duduk di atasnya, perlahan, dibantu seorang pengendali kuda lainnya, Izzi mulai mengitari hamparan pasir yang memang disediakan khusus untuk belajar menaiki kuda.

Hamparan pasir itu dikitari oleh sebuah sebuah kandang kuda di sisi kiri, musala di ujung belakang, ilalang di sebelah kanan, dan pendopo agung di bagian depan. Baik kandang kuda dan pendopo, keduanya berbentuk bangunan memanjang dengan rangka utama berbahan kayu, sehingga memberi kesan teduh di antara terik matahari yang menyengat. Konsep bangunan yang menyatu dengan alam ini, seperti ditulis oleh magister arsitektur Liana Wati mengutip pendapat Nagoy and Sela (2016) sebagai building is nature.  

Building is nature telah diterapkan di kawasan ini dengan menggunakan struktur kayu dan dengan meminimalkan dinding pembatas. Struktur kayu pada bangunan yang terekspos memberikan keselarasan dengan lingkungan alam sekitar yang merupakan pegunungan dan pepohonan hijau. Tidak sekadar satu indera yang terasah, seperti buah ara yang ranum dan latar ladang jagung yang mulai menguning. Tetapi juga lintas indera, melintasi jembatan-jembatan kayu dengan latar burung-burung yang berkicau.

Ring-Necked Pheasant

Salah satunya ring-necked pheasant atau (Phacianus colchicus). Burung yang lebih dikenal dengan nama burung pegar ini memiliki postur tubuh yang besar. Jenis jantan memiliki kepala biru dengan pial dan tubuh merah kecokelatan. Sementara untuk betina bercorak lebih alami berbintik-bintik. Burung asal China ini paling mudah diternakkan dibandingkan jenis pheasant lainnya. Makanannya juga mudah ditemukan, yakni biji-bijian seperti jagung dan beras merah. Ia juga mau diberikan dedak, bekatul, voer, atau dedak, seperti jenis pakan ayam pada umumnya.

Situs nationalgeographic.com menuliskan, burung ini lebih menyukai ladang dan lahan pertanian dengan tutupan semak belukar. Meskipun mereka juga menghuni semak hutan dan beberapa lahan basah. Jenis betinanya bersarang di ladang atau di habitat perbatasan dan bertelur selusin atau lebih, yang mereka inkubasi tanpa bantuan dari si jantan. Burung pegar muda tumbuh dengan cepat dan dapat terbang dalam waktu dua minggu lalu akan tinggal bersama ibunya selama enam atau tujuh minggu.

Kandang burung pegar ini bersisihan dengan aneka burung lain, seperti tekukur (Spilopelia chinensis), puter pelung (Streptopelia risoria), juga perkutut jawa (Geopilia striata). Khusus untuk perkutut jawa, selain mampu mengeluarkan suara, juga memiliki keunikan yang disebut dengan katurangga. Guru besar bidang sosiologi UNHI, Denpasar, I Ketut Suda, memperjelas, “Katuranggan berasal dari bahasa Jawa Kuno, yakni katura ‘mengemukakan’ dan angga ‘badan’. Jadi, mengenal perkutut bisa dilihat dari bentuk badannya.”

Sementara di bagian depan kandang burung, terdapat jalan tapak yang memanjakan mata untuk dapat melihat ke daerah perbukitan hingga titik terjauh. Jalan tapak ini dibangun menyesuaikan dengan kontur permukaan tanah sehingga menghadirkan banyak anak tangga dan ramp. Ramp yang ramah bagi kaum difabel ini bahkan mulai dapat ditemui ketika kita hendak memasuki area depan Kuntum Farmfield. Di bagian dalam, ramp dengan jarak yang lebih panjang juga tersedia menghubungkan area peternakan dengan arena belajar berkuda.

Keberadaan ramp dengan aksesori kolam ikan di kanan dan di kiri ini mengingatkan pada bangunan Cocoon Headquarter di Switzerland. Mahakarya perkantoran ini didesain oleh biro arsitek Camenzind Evolution. Massa bangunan ini berbentuk spiral dengan fasad transparan berbahan stainless steel mesh dan kaca untuk memanfaatkan pemandangan sekitar tapak yang indah dari segala arah dan juga untuk mengoptimalkan cahaya matahari. Bangunan ini kemudian mengadopsi ramp dalam bentuk spiral sebagai sirkulasi utama dan elemen utama pembentuk ruang-ruang di sekitarnya.

Ramp dengan demikian memungkinkan penggunanya, baik berkebutuhan khusus ataupun tidak, untuk dapat berinteraksi secara vertikal dengan para pengguna ruang lainnya. Ramp juga menyediakan pengalaman spasial yang berbeda. Para pengguna dapat menikmati ruang di sekitarnya dengan lebih dekat, terus-menerus, dan tidak terinterupsi oleh perbedaan level. Kita dapat terus berjalan tanpa merasa lelah, jenuh, dan tanpa sadar sudah berada di kontur atau level yang berbeda.   

Unexpected

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun