Sesungguhnya anak adalah harta dan karunia terbesar Yang Maha Kuasa. Dan itu diberikan kepada setiap orang tua dimuka bumi ini. Andil orang tua kepada anak sangatlah besar guna memenuhi hak dasar anak seperti hidup, tumbuh kembang, partisipasi dan non-diskriminasi (sesuai dengan 4 prinsip dasar Hak Anak yang termaktub dalam KHA, Konvensi Hak Anak) didalam kehidupannya. Dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya; bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. KPAI (Komite Perlindungan Anak Indonesia) dengan mengutip data dari ILO, memperkirakan jumlah anak yang bekerja mencapai 2.685 juta anak, dan Para aktifis perlindungan anak juga memperkirakan jumlah anak yang dipekerjakan mencapai 60.000 hingga 120.000 orang. Dan Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak itu sendiri, mencatat, bahwa sepanjang pada 2007 jumlah pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 40.398.625 kasus. Angka fantastis ini menunjukkan bahwa anak-anak yang bekerja dalam konteks membantu orang-tua, juga “dianggap” sebgai proses pembelajaran anak menjadi dewasa sebagai bekal kehidupan yang mandiri. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak merupakan peraturan khusus yang mengatur mengenai masalah anak. Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 23/ 2003 : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.” Umumnya pada masyarakat yang tergolong dalam ekonomi lemah dan kurang berpendidikan, persoalan yang dihadapi anak adalah anak menjadi buruh anak atau anak bekerja layaknya orang dewasa untuk membantu perekonomian keluarga. Disebabkan kondisi tersebut anak-anak menjadi tereksploitasi untuk dapat menghasilkan sumber-sumber yang bisa menopang kondisi ekonomi keluarga yang corat marut. Komnas Anak mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaganya, terdapat 200 sampai 300 ribu Pekerja Seks Komersil (PSK) berusia dibawah 18 tahun. Tidak hanya memasok untuk dalam negeri saja, melainkan mereka (para aktor perdangangan anak) dapat memasok untuk kebutuhan Asia Tenggara. Dan Sekjen Komnas Anak mengatakan bahwa Indonesia merupakan pemasok perdagangan anak dan wanita (traficking) terbesar di Asia Tenggara. Ternyata negaraku kaya sekali, tidak hanya alamnya saja yang bisa diperdagangkan, sampai-sampai moral dan manusianyapun dapat di perdagangkan. (alley)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H