Mohon tunggu...
Alley Bamboes
Alley Bamboes Mohon Tunggu... -

Sebagai manusia, ingin mengabadikan kehidupan lewat tulisan.. Ingin menyampaikan pendapat lewat tulisan.. Agar sejarah hidup tak punah..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merajut Mimpi di Kelamnya Gaza

5 Oktober 2011   10:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertikaian yang terjadi antara Palestina dan Israel, mengakibat ribuan orang Palestina meninggal dunia ribuan bangunan hancur rata dengan tanah (yang diakibatkan serangan mortir, bom pesawat dan buldozer Zionis Israel), ratusan ribu orang Palestina (asli) harus hengkang dengan paksa dari tanahnya akibat dari pendudukan tersebut.

Bagaimana ini bisa terjadi? Itu pertanyaan sulit yang bisa dijawab. Pertanyaan itu dapat dijawab oleh diplomasi akut yang terlibat pada pembentukan “Puppet State” tersebut. Konflik yang terjadi pada tahun 1969 ini adalah hadiah “katanya” kepada korban perang semasa World War II yang terjadi di seantero Eropa. Terutama kepada bangsa Yahudi (konon dari hasil riset menjelaskan bahwa rezim Hitler telah melakukan kejahatan kemanusiaan tingkat tinggi yang menghilangkan ribuan nyawa etnis tertentu – terutama Yahudi, perihal ini disebut dengan Holocaust). Untuk menghilangkan kepedihan dan traumatis yang mendalam, diberikan sebidang tanah agar para korban dapat menatap kembali masa depannya.

Sekutu zionis (Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa) dan PBB, menetapkan (pada masa itu) mandat agar Palestina menjadi wilayah control Inggris. Sehingga memudahkan bangsa Yahudi membangun ekonomi, sosial, politik dan budaya bahkan memperkuat kekuatan militer dengan bantuan Amerika Serikat dan sekutunya.

Membentuk Perlawanan.

Pendudukan dengan dalih pemukiman bagi rakyat zionis, menyatakan secara terang-terangan kepada penduduk dunia, bahwa palestina adalah tanah tak bertuan dan mereka (zionis) memiliki hak untuk mendapatkannya.

Rakyat Palestina bereaksi atas pernyataan tersebut. Gerakan perlawanan dimulai dari usaha diplomasi yang dilakukan kelompok Fatah (yang nota bene adalah besutan dari almarhum Yasser Arafat). Upaya diplomasi tingkat tinggi dilakukan pada level International. Palestine Liberation Organization (PLO/ Organisasi Pembebasan Palestina) memiliki perwakilan sebagai observer di PBB. Dan lebih cendrung hanya menjalankan mandat yang diberikan oleh PBB. PLO tidak dapat berbuat banyak di lembaga tertinggi internasional itu. Upaya-upaya diplomasi kandas di tengah jalan.

Sementara Hamas, sebuah organisasi rakyat Palestina berdiri untuk membebaskan bangsa Palestina dari pendudukan Zionis Israel. Dan selalu berseberangan dengan upaya diplomasi Fatah yang selalu kandas ditengah jalan. Hamas memperkuat organisasinya dengan melakukan perlawanan bersenjata. Melakukan gerakan-gerakan perlawanan arus bawah, lewat serbuan ke pembangunan pemukiman, menghujamkan roket-roket ke wilayah “illegal” yang diduduki zionis Israel. Roket-roket itu tak dapat menghancurkan banyak bangunan maupun membunuh banyak orang. Tetap pesan dari roket tersebut adalah “Rakyat Palestina tidak pernah tunduk pada Imprealisme Zionis, perlawanan akan terus dilakukan”.

Mimpi-mimpi yang harus di wujudkan.

Anak-anak Palestina, selalu mengalami mimpi buruk ketika terlelap digelapnya malam. Mengakibatkan pertumbuhan fisik dan psikisknya terlambat bahkan terganggun. Seorang anak di sebuah perkampungan (desa Marda – sebuah koloni illegal yang bernama “Ariel” )-di Tepi Barat, harus menyaksikan ayahnya dibunuh tentara Israel. Ketika pada malam hari (sewaktu –umumnya- orang-orang sedang pada tertidur lelap) tentara Israel datang dan mencari seorang pemuda berbaju orange yang dituduh melakukan pelemparan batu kepada petugas jaga di pos perbatasan Palestina-Israel. Memasuki rumahnya dan menangkap dirinya dan bertanya kepada ayahnya, dan dijawab dengan “saya tidak tahu”. Peluru-peluru itu menembus kepala dan dada ayahnya. Dan mayat itu dipertontonkan kepada anak itu. Lalu dilemparkan begitu saja ke lantai dan tentara Israel itu berlalu meninggalkan rumah itu.

Dramatis sekali. Seorang relawan psikiater disebuah pengungsian mengungkapkan bahwa banyak anak-anak di Palestina tidak dapat tersenyum bebas, bahkan ada ada anak-anak yang tidak mau tidur malam. Jika ditanya kenapa tidak mau tidur malam? Dia menjawab “Saya harus terjaga, jika tentara Israel datang, saya bisa melawan atau lari bersembunyi”. Begitu seterusnya.

Sekolah-sekolah darurat yang ada di pengungsian memberikan cerita yang cukup membakar semangat. Anak-anak tersebut, akan terus melanjutkan perjuangan melawan zionis Israel (jika waktunya telah tiba) dan pulang ke tanahnya masing-masing, melanjutkan sekolah dan bertani.

Impian yang cukup sederhana dan realistis. Umumnya anak-anak Palestina di tempat pengungsian mendambakan sebuah kedamaian yang hakiki, tanpa imprealisme dan tanpa militerisme. Tapi perlawanan terhadap Israel harus dilakukan dengan upaya diplomasi (jika gagal terus menerus) dan kekuatan bersenjata.

Pertanyaan sederhana, bagaimana bisa melakukan itu? Pastinya kita semua sepaham bahwa perbuatan Zionis Israel ini tidak hanya melukai umat Islam, melainkan melukai hati manusia sosial yang juga ada beragama Kristen, Yahudi, Budha, Hindu dan lain-lain.

Ahmadinejab mengatakan kepada peserta Konferensi Holocoust International pada 12 Desember 2006 yang lalu di Teheran-Iran, bahwa “jika upaya perdamaian di Palestina selalu membuahkan kegagalan, dan pemberangusan rakyat dan tanah Palestina terus terjadi dan Barat (sekutunya zionis) tak mampu memberikan solusi, maka berikan Hak Referendum menyeluruh kepada seluruh rakyat Palestina asli baik berada di dalam pengungsian, didalam wilyah pendudukan, bahkan yang tersebar diseantero jagad raya ini. Referendum akan memberikan jawaban atas kebekuan proses “kamuflase” perjanjian perdamaian antara Palestina dan Israel”.

Setidaknya anak-anak Palestina masih punya impian agar dapat kembali ke rumah asalnya, bersekolah, bermain dan menanam tumbuhan dikebunnya. Juga rakyat Palestina menginginkan terbebas dari belenggu Zionis Israel dan menjadi warganegara yang utuh di tanahnya sendiri.

(kutuliskan untuk Palestina dan kawan-kawan kecil di pengungsian yang tersebar di beberapa negara, teruslah bermimpi dan biarkan kezaliman akan mendapatkan azab yang lebih dari yang mereka perbuat)

Sumber :

Dina Y.Sulaeman “Ahamadinejab on Palestine”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun