Mohon tunggu...
Allessandra Tobing
Allessandra Tobing Mohon Tunggu... -

A student who enjoys the quietness of life yet always far from it

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Something There That Wasn't There Before

5 April 2017   21:08 Diperbarui: 5 April 2017   21:17 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

La Belle et La Bette begitulah judul cerita asal Perancis ini pertama kali dikenal. Menceritakan tentang seorang perempuan jelita yang jatuh cinta pada seorang buruk rupa dan mematahkan kutukannya. Membuat si buruk rupa kembali menjadi seorang pangeran tampan.

Pada tahun 1991, rumah produksi yang dikenal sebagai House of Mouse menceritakan kisah ini dengan pendalaman pada alur cerita dan karakter. Membuahkan plot yang solid bersamaan dengan original soundtrack yang mendunia. Film animasi karya Disney ini mampu bersaing dalam kategori Best Picture dalam ajang Academy Awards.

Hingga sepertinya House of Mouse ingin mengulang kesuksesan mereka dengan remake Beauty and the Beast secara live action. Mendengar berita ini di tahun 2015, saya sempat merasa bosan dengan maraknya remake film animasi klasik. Terutama Walt Disney Company yang sudah mempunyai dua film remake dari film animasi terdahulunya. Bercermin dari pengalaman, dua film remake tersebut mempunyai alur yang datar. Sehingga, first impression terhadap Beauty and the Beast remake ini adalah keraguan.

Memasuki pertengahan Maret 2017, Beauty and the Beast diputar di seluruh bioskop Indonesia. Walaupun ragu, keinginan untuk bernostalgi dengan kenangan masa kecil mendorong saya untuk membeli tiket. Setelah menontonnya, saya mengambil beberapa kesimpulan.

Walaupun berparas cantik dan mempunyai karakter yang cocok dengan tokoh yang diperankan, acting Emma Watson kurang membuat penonton haru biru dengan perasaan. Saya ingat bagaimana rasa takut Belle seakan menular pada penonton saat melihat sang Beast pertama kalinya. Dalam scene ini, Emma Watson kurang dapat membawa saya merasa terkejut dan takut.

Selanjutnya adalah sceneSomething There yang menceritakan awal pertemanan Belle dan Beast. Walaupun menyuguhkan comedic scene yang baru, tetapi tetap saja Emma Watson kurang dapat membawa perasaan greget tidak seperti dalam film animasinya.

Kemudian, chemistry antara Belle dan Beast yang kurang dapat dirasakan. Kedua aktor pemeran Belle dan Beast bukan wajah baru dalam Hollywood. Keduanya sudah mempunyai pengalaman berakting yang menyuguhkan genre romantis. Sayangnya, kedua aktor ini kurang dapat mengkomunikasikan rasa saling sayang diantara kedua tokoh. Bahkan dalam scene klimaks saat Beast melepaskan Belle, keduanya menampilkan dialog yang terkesan canggung dan bingung.

Lalu, penampilan para supporting actors yang masih dirasa dibawah film animasinya. Lumière sang maître d’ diperankan oleh aktor Inggris Ewan McGregor. Dalam film animasinya, Lumière beraksen Perancis kental, karismatik dan hobi memasukkan frase bahasa Perancis dalam dialognya. Walaupun frase tetap ditampilkan secara karismatik, Ewan McGregor gagal mengimitasi aksen orang Perancis asli. Aksen McGregor terasa dipaksakan.

Kemudian, Cogsworth sang majordomo yang diperankan oleh aktor Inggris Ian McKellen. Dalam film animasinya, Cogsworth adalah karakter yang disiplin, jenaka, senang berbicara dan merupakan teman dari Lumière. Ia merupakan comic relief dalam alur cerita yang kadang terasa serius. Namun, kejenakaan itu terasa hilang dalam film remake. Saya rasa kehilangan ini berasal dari scene yang dihilangkan dan dialog yang terasa kering yang bahkan aktor Ian McKellen tidak bisa mengulangi kejenakaan Cogsworth.

Walaupun dengan beberapa kekurangan, banyak juga kelebihan yang disuguhi dalam versi remake. Yang pertama adalah penampilan Luke Evans sebagai Gaston yang sangat on point. Gaston merupakan tokoh yang narsistik, arogan, tidak sopan dan jahat. Luke Evans dengan sangat lihai memerankan peran ini dalam sceneGaston dimana Ia memamerkan kehebatannya di depan seluruh warga, Selain itu adalah ketika Ia meninggalkan Maurice di tengah hutan dan saat Ia membunuh Beast dalam scene terakhir.

Selanjutnya dalah tokoh LeFou yang diperankan oleh Josh Gad. Gad, sebelum perannya menjadi LeFou, dikenal sebagai voice actor Olaf dalam film Frozen. Gad mempunyai suara yang bagus dan baik dalam memerankan tokoh yang jenaka. Mirip dengan karakter Olaf, LeFou diperankan dengan sangat baik oleh Gad, bahkan lebih baik dari film animasinya. LeFou yang sangat mengidolakan Gaston dicerminkan dengan baik oleh Gad dalam scene Gaston dimana Ia menyanjung kehebatan idolanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun