Lebih jelasnya, berpuasa adalah cara manusia untuk berhenti sejenak dari segala perbuatan atau tingkah laku yang tidak baik, dan melakukan olah bathin untuk membangun kembali relasi yang baik terhadap diri sendiri, sesama, lingkungan, dan penciptanya. Mengapa manusia (orang beragama) berpuasa pada saat-saat tertentu saja seperti yang diperintahkan dalam ajaran agama?Â
Apakah tindakan berpuasa itu hanya berkaitan dengan ritual dari suatu agama? Saya ingin menekankan bahwa berpuasa atau berpantang itu sebenarnya adalah momen introspeksi diri untuk membangun kembali suatu relasi, dan tindakan tersebut sebenarnya dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohani manusia tersebut.
Hanya saja agama telah mengkonstitusikan puasa dalam waktu tertentu agar komunitas umat beriman dapat menjalankannya secara bersama-sama.
Kita patut bersyukur bahwa melalui agama manusia diberi kesempatan untuk berpuasa. Berikut ini saya ingin mengemukakan bahwa perihal puasa memiliki dimensi jasmaniah dan rohaniah yang dapat diperoleh bagi mereka yang berniat untuk berpuasa.Â
Hasil akhir dari berpuasa tidak hanya menyangkut hubungan manusia secara personal dengan Tuhannya, tetapi juga dengan dirinya sendiri, sesamanya, lingkungan, dan juga Tuhan.
Puasa sebagai kesempatan untuk membangun kembali relasi dengan Tuhan. Semua agama mengakui bahwa dengan berpuasa manusia dapat memulihakan kembali relasi dengan Tuhan. Dalam pandangan agama dikatakan bahwa manusia jatuh dalam dosa atau berbuat dosa, serta melanggar segala perintah dan larangan Tuhan.Â
Akibat dosa hubungan manusia dan Tuhan menjadi renggang dan jauh tetapi tidak putus. Momen berpuasa dapat dilihat sebagai mengencangkan kembali tali antara manusia dan Tuhan agar melaluinya hubungan yang baik atau pemulihan hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjadi.Â
Adapun pemulihan disini tidak semata-mata usaha manusia melainkan Allah yang dengan kelimpahan kasih-Nya mau menerima kembali manusia yang bertobat.
Dalam gambaran injil, kerahiman Allah itu seperti seorang Ayah yang berlari dan menyongsong anaknya, lalu memeluk anak tersebut. Padahal anak tersebut telah menghamburkan harta kekayaan ayahnya di tanah rantauan. Namun sang Ayah tidak mempersoalkan seberapa banyak harta kekayaan yang telah dihamburkan sang anak itu. Yang diutamakan dari sang Ayah ialah bahwa anaknya telah kembali. Bertobat!
Bagaimana kita memahami puasa sebagai kesempatan membangun relasi dengan diri sendiri? Hanya ada satu cara untuk membangun relasi dengan diri sendiri, yaitu ketika manusia mampu introspeksi diri. Introspeksi diri dapat terjadi bila manusia mau melihat ke kedalaman dirinya sendiri yakni menyelami hatinya sendiri.Â
Proses introspeksi diri mengandaikan manusia membiarkan dirinya hadir apa adanya, tanpa usaha untuk menyangkal kehadiran diri yang asli tersebut. Hanya dengan melihat ke dalam hati atau proses masuk ke kedalaman hati manusia mampu menemukan kembali dirinya yang sesungguhnya.Â