Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Equator Prize, Bukti Nyata Komunitas Adat Dayak Banuaq Sadar Lingkungan

23 September 2015   10:58 Diperbarui: 23 September 2015   13:15 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Warga Muara Tae terpaksa mengadukan perihal masalah tapal batas wilayahnya kepada Leluhur mereka dengan menggelar sebuah upacara sakral yakni upacara Sumpah Adat | kabarkaltim.co.id"][/caption]Kerusakan lingkungan yang timbulkan pembalakan (logging), tambang dan perkebunan sawit, telah menyadarkan komunitas-komunitas adat Dayak yang ada di Kalimantan, salah satunya komunitas Adat Dayak Benuaq, Kutai Barat, Kalimantan Timur.  Atas upaya yang mereka lakukan dalam penyelamatan dan menjaga kelestarian hutan (adat), mendapat penghargaan Equator Price [1] dari United Nation Devalopment Programme (UNDP), yang diumumkan pada hari Senin (21/9/2015) di markas besar PBB, New York, USA.

Penghargaan bergensi tersebut dapat memberikan inspirasi bagi Komunitas Masyarakat Adat, tidak hanya masyarakat adat di Kalimantan, tetapi bagi seluruh masyarakat adat di Nusantara.  Karena, kerusakan yang disebabkan kegiatan logging yang tidak terkendali, pertamabangan yang serampangan dan perkebunan sawit disetiap sisi kehidupan masyarakat adat telah menjadikan mereka kehilangan tanah dan penghidupan dirumahnya sendiri.

Perjuangan Komunitas Adat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur, tidak mudah, mereka melakukan perlawanan terhadap perusahaan yang berupaya memasuki wilayah adat.  Mereka dengan nekad menghadang bolduzer perusahaan, dalam upaya tersebut mereka menerima berbagai macam bentuk kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi.

Perlawanan semakin berat, karena yang dihadapi bukan hanya perusahaan, mereka harus berhadapan dengan pemerintah yang mendukung operasional perusahaan.  Dalam kondisi psikis yang tertekan, komunitas Adat Dayak Benuaq melakukan perjuangan dari tingkat lokal, nasional (salah satunya penyampain kasus didalam inkuiri Nasional yang diadakan oleh Komnas HAM) bahkan internasional dengan melaporkan kegiatan perkebunan sawit ke Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Selain perjuangan mempertahankan wilayah diberbagai level, dilapangan Komunitas Adat Dayak Banuaq melakukan berbagai pembibitan dan penanaman pohon dan mendirikan pondok jaga sejak tahun 2011. Pada tahun lalu, Muara Tae melakukan Ritual Adat Gugug Tautn selama 64 hari, sebagai upaya untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan, menenangkan leluhur dan berdamai dengan alam.

Saat ini upaya mereka terlah menunjukan hasil, wilayah yang berhasil dipertahankan dan rebabilitasi telah menjadi rumah dari sejumlah besar jenis burung, termasuk burung Enggang yang erat kaitannya dengan budaya dan adat suku Dayak.  Selain itu terdapat sekitar 20 spesies reptile, beruang madu, bekantan serta berbagai macam tanaman herba untuk pengobatan dan ritual ada seperti akar kayu kuning hingga jenis kayu seperti Ulin, Gaharu dan Meranti. 

Komunitas Adat Dayak Banuaq telah membuktikan bahwa dengan keinginan yang kuat, perjuangan yang tidak kenal lelah dan metode cinta kepada alam ditempat mereka berdiam, merupakan solusi sederhana untuk menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan akibat pembalakan, pertambangan dan perkebunan yang tidak mengindah kaidah-kaidah kelestarian. 

Kesadaran Komunitas Adat Dayak Banuaq akan keberlangsungan lingkungan dan penghidupan mereka yang bergantung pada alam telah menjadikan mereka komunitas yang layak mendapat penghargaan, tidak tanggung-tanggung, justru dari badan dunia UNDP, padahal mereka tidak pernah berfikir berjuang untuk mendapatkan penghargaan, bahkan adanya tuduhan mereka menghambat pembangunan menjadi terpatahkan.

"Penghargaan ini adalah bukti perjuangan Masyarakat Adat Muara Tae tidak salah, bahkan menjadi tauladan. Tuduhan bahwa mereka menghambat pembangunan ternyata tidak terbukti," kata pemimpin perjuangan Masyarakat Adat Muara Tae, Petrus Asuy, seperti dilangsir antaranews.com.

[1] Penghargaan Equator Prize, merupakan suatu penghargaan yang diberikan kepada Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang berupaya memerangi kemiskinan, melindungi alam dan memperkuat ketahanan dari perubahan iklim oleh United Nation Development Programme (UNDP).

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun