Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Asia Pulp & Paper Group, Berkomitmen Restorasi Satu Juta Hektar Lahan, Komitmen atau Iklan?

17 Desember 2015   00:22 Diperbarui: 17 Desember 2015   05:46 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dua unit usaha Asia Pulp & Paper (APP), yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk meraih penghargaan Indonesia’s Most Admired Company (IMAC) untuk kategori paper (kertas) | liputan6.com"][/caption]Komitmen Asia Pulp & Paper Group (APP) dalam mendukung perlindungan dan restorasi satu juta hektar lahan di Indonesia, layak mendapatkan dukungan dan apresiasi, karena upaya restorasi hutan lahan merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi karbon dunia.

Komitmen APP tersebut diumumkan pada acara Global Forest and Climate Change Programme yang diselenggarakan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) di ajang COP21 (Conference of Parties ke-21) di Paris, beberapa waktu yang lalu.

Dalam penjelasannya yang dikutib sinarhapan.co, Managing Director Sustainability APP, Aida Greeny ini menjadikan APP sebagai perusahaan swasta pertama dan satu-satunya yang komitmennya dalam perlidungan dan restorasi lahan yang approve (diterima) dalam Bonn Challenge.

Inisiatif global yang digagas Bonn Challenge, bertujuan merestorasi 150 juta hektar lahan terdegradasi pada tahun 2020  dan menjadi 350 juta hektar di tahun 2030.   Sampai dengan saat ini Bonn Challenge telah berhasil merestorasi lahan seluas 86.03 juta hektar atau sekitar 57 persen dari target.

Bonn Challenge berperan penting dalam menetapkan agenda bagi korporasi global, termasuk sektor swasta dan publik, untuk bekerja sama dalam melindungi dan merestorasi hutan di dunia, inilah menjadi tugas utama Bonn Challenge.  Upaya yang dilaksanakan oleh Bonn Challenge hanya dapat berhasil jika para pemangku kepentingan bekerja sama untuk memastikan bahwa hutan di seluruh dunia dikelola dengan benar dan mendukung target-target perubahan iklim yang lebih luas.

Bonn Challenge sendiri diawasi oleh Kemitraan Global untuk Restorasi Lansekap Hutan  (Global Partnership on Forest Landscape Restoration), dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN) memegang posisi sekretariat.  Bersama pemimpin 30 negara dan organisasi internasional,  APP turut menyusun inisiatif global untuk merestorasi hutan dunia dengan menggunakan pendekatan lansekap.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan siap berkontribusi dalam komitmen restorasi bentang alam skala nasional sebagai bagian dari Bonn Challenge. Pemerintah akan mengajak partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan kalangan bisnis.

Dalam kurun waktu lima tahun kedepan, Pemerintah Indonesia berencana merestorasi 2 juta hektare lahan gambut, Restorasi akan dilakukan oleh Badan Restorasi Ekosistem Gambut.

[caption caption="Kebarahan lahan yang terjadi pada musim kemarau tahun 2015 | kompas.com"]

[/caption]Upaya yang ditelah dilakukan pemerintah (dalam bentuk program) sebenarnya cukup banyak dan secara teoritis sangat komprehensif, tapi pada kenyataannya dilapangan, kita masih saja melihat bahwa belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana.  Bahkan pada tahun 2015, terjadi kebakaran lahan dan hutan sangat parah, sehingga menjadi anomali dari rencana strategis pemerintah menurunkan emisi karbon.

Kenyataaan dan kejadian dilapangan, membuat rencana dan target yang  dibuat pemerintah menjadi semakin sulit dicapai, apalagi dengan adanya sikap mendua terhadap para pelaku perambah hutan dan pembakar lahan.  Beberapa hal berikut ini bisa menjadi hambatan serius, jika dibiarkan berlarut-larut :

  1. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan mitra oleh pemerintah dalam skema REDD maupun penanggulangan kebakan lahan, ternyata perusahaan ini disinyalir terlimbat cukup dalam pada bencana asap pada bulan Juni-September tahun 2015.
  2. Adanya semacam keragu-raguan dari para penegak hukum untuk menjatuhkan sangsi yang sesuai dengan pelanggaran para perusak lingkungan.  Hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
  3. Pemerintah tidak transparan dalam menentukan perusahaan yang diduga terlibat, merusak lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
  4. Lemahnya koordinasi antara kementrian dan departemen terkait, sehingga terlihat masing-masing kementrian dan departemen berjalan sendiri-sendiri.
  5. Masih terjadinya tebang pilih dalam penegakan hukum, terhadap para perusak lingkungan dan hutan.

Ini baru sebagian kecil dari begitu banyak masalah yang bisa menjadi batu sandungan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun