Lima buah gambar berderet pada setiap bungkus slop rokok terkesan mengerikan, menjijikan dan merangsang perokok agar segera meninggalkan kebiasaan merokok, kira-kira seperti itulah pesan yang ingin disampaikan. Berhasilkah?
Sejak gambar itu dirilis bersamaan dengan Permenkes No. 28 Tahun 2013, sudah banyak pihak yang menyatakan keberatan dan meminta salah satu gambar reklame tersebut diganti tetap pada kenyataannya sampai hari ini gambar yang diminta diganti tersebut masih tayang seperti sediakala.
Terus terang saya tidak habis mengerti, orang-orang pintar yang membuat reklame tersebut apakah sudah memikirkan secara mendalam ataukan hanya asal-asalan membuatnya. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013, Bab II, pasal 3 sampai pasal 7 secara gamblang menyebutkan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Tapi entah mengapa Depkes melakukan blunder (disengaja), membuat gambar yang kontroversial (merokok sembari menggendong balita) dan celakanya gambar-gambar tersebut hanya bisa diganti paling cepat 24 (dua puluh empat) bulan sekali. (BAB II, pasal 9).
Kritik dari berbagai pihak, dari masyarakat biasa, para penggiat anti rokok, para ahli kesehatan seakan tidak diperdulikan oleh Menteri Kesehatan, padahal katanya beliau sangat anti rokok, ataukan bu Menteri tidak paham bahasa iklan? Entahlah, yang pasti bu Mentri lebih pintar dari saya. Keputusan yang telah dibuat toh tidak tabu untuk direvisi, apakah harus menunggu dua tahun baru dilakukan revisi? Tidakkah pernah terbayangkan akibat dari kesalahan “kecil” seperti ini bisa menggagalkan kampanye bahaya rokok (sekarang saja sudah gagal, pada kenyataannya jumlah perokok bukannya berkurang tapi malah bertambah).
Sejatinya, iklan bahaya merokok pada bungkus rokok bukanlah melarang, tetapi menganjurkan dengan konsekwensi. Boleh merokok, tapi siap menanggung konsekwensi akibat rokok. Kok bisa? Perhatikan tulisannya, bukan larangan, tetapi hanya peringatan. Kalau ingat bahaya merokok, monggo berhentilah merokok, tapi jika tidak ingat ya lanjutkan saja, wong nggak dilarang kok.
Kenapa harus melibatkan balita? Mungkin Depkes ingin menegaskan betapa berbahayanya merokok di dekat anak-anak, menurut pendapat saya, seperti yang tertulis diatas, Depkes telah melakukan kekeliruan dengan menampilkan gambar lelaki merokok sembari menggendong balita walaupun disertai dengan tulisan “Peringatan : Merokok dekat anak berbahaya bagi mereka”, dalam hal ini si anak menjadi perokok pasif dan dinyatakan berbahaya bagi kesehatannya dan sebetulnya bukan hanya anak-anak, orang dewasapun berbahaya jika menjadi perokok pasif.
Sejenak kita bermain-main dengan gambar :
Perhatikan gambar 1, orang yang tidak buta huruf akan memahami gambar tersebut sebagai bentuk larangan merokok didekat anak-anak. Bagaimana dengan perokok buta huruf? Tidakkah gambar tersebut menjadi semacam justifikasi bahwa merokok dekat anak-anak tidak dilarang?
[caption id="attachment_414543" align="aligncenter" width="650" caption="GAMBAR - 01 | Capture dari Permenkes No. 28/2013"][/caption]
Perhatikan Gambar 2, jika tulisan peringatan dan merokok dekat anak berbahaya bagi mereka dihilangkan, masihkah pesan bahaya merokok dekat anak-anak tersampaikan? TIDAK. Yang ada dalam benak orang yang melihat gambar tersebut secara umum pasti menganggap bahwa merokok didekat anak-anak bukanlah sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan si anak.
[caption id="attachment_414542" align="aligncenter" width="650" caption="GAMBAR - 02 | Capture dari Permenkes No. 28/2013"]
Seharusnya, pesan peringatan bahaya merokok, diacak seperti apapun tetap tidak menghilangkan pesan yang terkandung didalamnya, bukan justru terjadi kebalikan dari pesan yang ingin disampaikan.
Apa yang saya tulis mungkin saja sesuatu yang berlebihan, tapi kondisi masyarakat dan kemungkinan terburuk dari gagalnya misi yang hendak disampaikan dalam sebuah reklame hendaknya dipikirkan secara matang, apalagi reklame tentang pesan kesehatan. Tidak lucu rasanya pesan yang disampaikan justru menjadi anomali dari yang diharapkan.