Saat ini di Kepolisan RI memiliki delapan jenderal bintang tiga, yakni Dwi Priyatno, Putut Eko Bayuseno, Djoko Mukti Haryono, Anang Iskandar, Saud Usman Nasution, Budi Waseso, Suhardi Alius, dan Budi Gunawan, mereka memiliki kesempatan dan peluang yang sama menjadi Wakapolri, hanya nasib baik yang akan menentukan mereka, apakah naik menjadi Wakapolri atau tidak.
Dari kedelapan Komisaris Jenderal tersebut, ada beberapa nama mencuat kepermukaan sebagai calon Wakapolri, paska dilantiknya Komjen Badrodin Haiti menjadi Kapolri seperti Komjen Budi Gunawan dan Komjen Dwi Priyatno. Kewenangan pemilihan Wakapolri berada di Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti), setelah calon Wakapolri terpilih dan disetujui Kepolisian, akan di ajukan ke Presiden, selanjutnya presiden akan melantik Wakapolri seperti saat melantik Kapolri. Tak diperlukan keputusan presiden pada tahap ini, karena presiden hanya bertugas melantik.
Namun demikian, ada beberapa pihak (karena kepedulian terhadap Polri), memberikan saran dan masukan, kepada Wanjakti dalam menentukan Wakapolri baru. Sama sekali tidak bermaksud melakukan intervensi, karena semua menegaskan bahwa kewenangan sepenuh milik Wanjakti.
Kapolri Komjen Badrodin Haiti, dalam sebuah wawancara menyebutkan bahwa Calon Wakapolri harus bintang tiga, memiliki kompetensisi yang memadai, mempunyai track record yang baik dan sudah senior.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Edi Hasibuan menilai, semua jenderal bintang tiga berpeluang menjadi wakapolri, namun yang paling berpeluang menurut Edi adalah Komjen Budi Gunawan dan Komjen Dwi Priyatno, dengan mempertimbangkan aspek senioritas dan kompetensi calon. Bahkan menurut Edi, kasus korupsi yang menerpa Komjen Budi Gunawan, tidak bisa menjadi penghalang karena sudah di anulir melalui keputusan praperadilan yang dimenangkan oleh BG.
Dari Senayan, sejumlah anggota fraksi DPR sepertinya kompak mencalonkan Komjen Budi Gunawan. Abdul Kadir Karding, dari Fraksi PKB mengatakan hampir semua fraksi mendukung BG (mungkin karena sudah lulus fit and proper test ), selain itu, BG diketahui memiliki hubungan yang baik dengan Kapolri, sehingga akan mempermudah koordinasi antar pimpinan Polri. Adanya kekhawatiran beberapa kalangan terhadap kasus hukum BG, senada dengan Abdul Kadir Karding, Aggota Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto menegaskan bahwa semua pihak harus menghargai fakta hukum. “Putusan pra peradilan sudah dimenangkan oleh BG, apa lagi masalahnya?”, ujarnya. Bahkan Masinto Pasaribu dari FPDI mengatakan, bahwa BG menjadi Kapolri saja cocok, apalagi menjadi Wakapolri.
Syafii Maarif, mantan ketua tim 9, meminta Wanjakti agar memilih calon Wakapolri yang tidak membikin heboh dan mempertimbangkan aspirasi publik, hal seperti ini perlu menjadi pertimbangan agar tidak lagi terjadi penolakan dari masyarakat. Begitu juga dengan Jimly Asshidiqie, anggota tim 9 ini, lebih setuju jika BG diangkat sebagai menteri Kabinet Jokowi, atau jabatan tinggi lainnya diluar institusi kepolisian seperti Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Kepala Badan Penanggulangan Terorisme. Jimly mengakui bahwa BG adalah Perwira Tinggi Polri yang berprestasi sehingga layak mendapatkan jabatan tinggi. Jimly juga mengatakan bahwa Tim 9 sepakat menolak jika BG mendampingi Badrodin Haiti sebagai Wakapolri. Namun Jimly menegaskan, keputusan akhir ada ditangan Wanjakti dan Presiden Jokowi.
Dari berbagai pendapat diatas, secara jelas dapat disimpulkan, dari sisi kapabilitas Komjen BG memiliki peluang lebih besar dari Komjen lainnya menjadi Wakapolri. Tetapi jabatan tersebut memiliki peluang penolakan yang tinggi dari masyarakat dan kekisruhan akan berulang kembali. Kompasianer Rullysyah, menulis dengan apik kemungkinan dan hambatan yang akan di hadapi BG jika bersedia menjabat sebagai Wakapolri.
Sampai sejauh ini hanya Kompolnas yang menyebutkan nama lain selain BG yang layak menjadi Wakapolri yaitu Komjen Dwi Priyatno (DP). Apakah ini menjadi peluang bagi DP untuk menduduki jabatan Wakapolri? Masih belum terdengar kabar yang lebih konprehensif. Nama DP selama ini belum banyak terdengar, bahkan masyarakat mungkin lebih mengenal Komjen Suhardi Alius, nama ini mentereng ketika menjabat Kabareskrim sebelum dijabat Komjen Budi Waseso. Nama-nama lain masih belum bersinar dan tidak terlalu dikenal luas, walaupun hal ini bukanlah menjadi sebuah ukuran jabatan Wakapolri.
Jika boleh urun rembuk, saya lebih cenderung memilih Komjen Suhardi Alius, walau dari sisi usia beliau masih terhitung muda tetapi kapabilitas beliau cukup mumpuni. Hanya karena sesuatu yang tidak tampak membuat Komjen Suhardi Alius terlempar dari jabatan sebagai Kabareskrim. Walaupun dalam berbagai kesempatan Kompolnas menyatakan bahwa usia karir Komjen Suhardi Alius masih panjang (mungkinkah kelak menjadi Kapolri?), bagi saya usia bukanlah penghambat yang perlu dipermasalahkan, terkecuali jika para pentinggi polri merasa malu berhubungan dengan “anak muda” seperti Komjen Suhardi Alius.
Sementara Komjen Budi Gunawan, sebaiknya menolak jika ditawari sebagai Wakapolri. Penolakan ini semata-mata mempertimbangkan harkat dan martabat BG. Bagaimana mungkin dari orang yang dicalonkan sebagai Kapolri, Lulus fit and proper test, memenangkan gugatan pra peradilan, tapi bersedia menerima jabatan sebagai Wakapolri? Bagi saya, upaya-upaya lembaga dan perorangan yang mendorong BG menerima jabatan tersebut sebagai bentuk belas kasihan kepada BG bukan lagi bentuk penghargaan. Alangkah naifnya seorang BG jika tidak memahami dan mengerti hal tersebut.