Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dihadapan Presiden Jokowi : Menteri Susi Bertengkar dengan Nelayan?

9 April 2015   12:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_408880" align="aligncenter" width="649" caption="Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti | Kompas.com"][/caption]

Peraturan Menteri Kehutanan dan Kelautan Nomor 2 tahun 2015, tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, berimbas kepada nelayan diwilayah Brebes dan Rembang.  Nelayan setempak menggunakan Cantrang, sejenis alat tangkap ikan tanpa pemberat yang digolongkan kedalam alat tangkap ikan terlarang penggunaannya.

Koordinator Front Nelayan Bersatu, Bambang Wicaksana, mengatakan pertemuan tertutup antara Presiden Joko Widodo, Mentri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dan Front Nelayan Bersatu berakhir tanpa kata sepakat, bahkan terjadi ketegangan antara Bu Mentri dengan Perwakilan Nelayan.  Ibu Susi Pudjiastuti enggan memberikan keterangan mengenai hal tersebut.

Menurut Bambang Wicaksana, ketegangan bermula dari Pemberlakuan Permen Nomor 2/2015, tentang pelarangan alat tangkap ikan, salah satunya cantrang.  Front Nelayan Bersatu menganggap, pelarangan tersebut mematikan ekonomi nelayan, mereka meminta penundangan pelarangan cantrang sampai 3 tahun kedepan.  Sementara Menteri Susi bersikukuh, penggunaan cantrang merusak kelestarian biodata laut.  Ketegangan tersebut terjadi dihadapan Presiden Jokowi.  Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi berjanji akan menyelesaikan masalah ini dengan baik.  Kompas.com mengabarkan pertengkaran Menteri Susi dengan Perwakilan nelayan ini pada tanggal 08 April 2015.

Kasihan Presiden Jokowi, kebanyakan organisasi yang mengatas namakan rakyat sering bersikap berlebihan, ada sedikit ada masalah harus presiden yang menyelesaikan.  Padahal kebijakan yang dibuat, pada akhirnya akan menguntungkan mereka sendiri.  Sebagai orang yang besar didunia perikanan, kapabilitas Susi Pudjiastuti di bidang perikanan tidak diragukan lagi, kekerasan dan ketegasan seorang Susi berangkat dari pengalaman dan kenyataan tingginya kerusakan biodata laut karena cara pemanenan hasil laut yang tidak benar.  Tapi kenyataannya, bukan pekerjaan mudah bagi ibu Menteri, apalagi menghadapi organisasi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Menilai dari harga satu buah cantrang yang mencapai Rp. 300 juta, agak meragukan jika cantrang dimiliki oleh nelayan kebanyakan.  Hanya nelayan dengan modal yang cukup kuat mampu membangun cantrang walaupun dengan kredit.  Jadi, mungkinkah cantrang masih dimiliki rata-rata nelayan di Brebes dan Rembang?

Peraturan Menteri itu sendiri, efektifnya mulai bulan September, seperti yang disampaikan oleh Bu Menteri.  Masih ada waktu walaupun singkat untuk beralih ke alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan.  Sebuah resiko yang seharusnya ditanggung oleh masyarakat kita jika melakukan kegiatan model penangkapan ikan yang dilarang oleh pemerintah dan disatu sisi lainnya pemerintah harus membantu memberikan jalan keluar kepada masyarakat.

Mengapa Menteri Susi Pudjiastuti bersikukuh bahkan sampai sanggup bersitegang dihadapan Presiden? tidak menutup kemungkinan Bu Mentri sudah mengendus adanya motif-motif terselubung dan mungkin juga Bu Menteri mengetahui siapa sebenarnya yang menjadi cukong dari pemilik-pemilik cantrang tersebut.  Entahlah, hanya ibu Menteri dan pada nelayan diwilayah tersebutlah yang tahu cerita sebenarnya.  Saya hanya berharap, permasalahan seperti ini ditangani segera dan melegakan kedua belah pihak, tapi masalah seperti ini tidak seharusnya sampai ke Presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun