Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pemblokiran Situs-Situs Islam, Perspektif Seorang Internet User

31 Maret 2015   21:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427811859233934091

[caption id="attachment_406911" align="aligncenter" width="448" caption="Situs eramuslim.com yang diblokir | dok. pribadi - capture dari eramuslim.com"][/caption]

Pemblokiran terhadap 22 (dua puluh dua) situs Islam yang lakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), pemblokiran dilakukan atas permintaan (rekomendasi) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), karena BNPT menilai situs-situs tersebut menyebarkan ajaran radikal.  Kemenkominfo melakukan pemblokiran berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014.

Tetapi, pemblokiran tersebut menimbulkan keriuhan dan hiruk pikuk dunia maya, bahkan tagar #KembalikanMediaIslam memuncaki trending topic di Twitter.  Media-media Arus Utama, Media Arus Tengah sampai Media Arus Bawah, bahkan media tanpa arus seperti penulis ikut-ikutan, enjut-enjutan bahkan sampai empot-empotan.

Terlepas dari setuju atau tidak setuju, legal atau tidak legal atas pemblokiran tersebut, sebagai pengguna internet, saya tidak merasakan terlalu besar pengaruhnya, dalam pengertian tidak memberikan dampak yang berarti, diblokir atau tidak, kurang dan lebih sama saja .  Namun tidak demikian bagi yang lain, terutama mereka yang sering mengakses dan menyerap informasi dari situs yang diblokir.

Walaupun demikian ada beberapa hal menarik dan layak dijadikan bahan kajian, bahan renungan dan pembelajaran.

Efektifkah melakukan pemblokiran?

Bagi pengguna mahir, pemblokiran semacam ini hanyalah permainan anak-anak, bagi mereka pemblokiran yang dilakukan oleh kominfo tidak memberikan dampak sama sekali, khususnya kemampuan untuk mengakses situs tersebut sama sekali tidak terganggu.  Bagi mereka, selama server masih menyala, akses tetap berjalan normal.  Tapi berapa banyak user seperti ini? Dan biasanya mereka orang-orang mumpuni didunia internet, mereka cenderung tidak tertarik untuk mengakses situs-situs yang tidak berhubungan tehnologi informasi.

Bagi pengguna biasa, pemblokiran bisa jadi malapetaka, mereka tidak mengerti cara mengakses situs yang diblokir jika diperamban sudah ada pesan “situs tidak bisa diakses” maka pilihan terbaik yang bisa dilakukan adalah beralih ke situs lain.  Pengguna seperti inilah yang paling banyak dan paling disasar oleh pengelola.  Sehingga tidak mengherankan, jika terjadi pemblokiran terhadap sebuah situs, pengelola akan berupaya agar situs yang mereka kelola bisa diakses kembali.  Pengguna pada level ini, sangat mudah tergiur dengan berita-berita di internet, apalagi jika sudah menyangkut urusan ideologi maka urusannya bisa keliling dunia.  Kesimpulannya tidak efektif bagi pengguna mahir tetapi efektif bagi pengguna biasa.

Pembelajaran dari Pemblokiran

Kaum bijak pandai sering berucap, dari setiap musibah selalu ada hikmah yang dipetik.  BNPT dan Kemenkominfo terkesan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, jika ternyata pemblokiran ini kemudian menjadi senjata makan tuan, BNPT dan Kominfo yang paling merasakan dampaknya.  Bahkan saat ini sudah terasa dengan adanya complain bertubi-tubi, oleh netizen, Kementrian Keagamaan, bahkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Tidak ada kewajiban bagi BNPT untuk mengumumkan kepada khayak terhadap situs-situs yang dianggap membahayakan, tetapi merekomendasikan sebuah situs untuk diblokir, harusnya dipertimbangkan masak-masak.  Kita tidak dapat tahu bagaimana cara BNPT mengklasifikasi sebuah situs yang dikatakan radikal atau menyebarkan paham radikal, dari beberapa situs yang pernah saya akses, tidak semua konten didalamnya radikal, ada juga ditemukan tulisan-tulisan yang teduh menangkan.  Ada juga yang setengah menenangkan, tapi terdapat pula tulisan yang memanaskan isi kepala.

Kementrian Komunikasi dan Informasi, lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan melakukan pemblokiran, Staf Khusus Bidang Hukum dan Regulasi Strategis Kementrian Komunikasi dan Informasi Danrivanto Budhijanto mengatakan seperti dikutip detiknews, "Hal ini di luar perkiraan kami. Kami berupaya memperbaiki tata kelola. Nanti, aduan yang dilakukan masyarakat kepada Kominfo terkait pemblokiran, tidak akan serta merta dilakukan penutupan, tapi akan dibawa ke panel."  Statemen ini menunjukan dengan gamblang, bahwa selama ini ada yang salah, terkesan setiap ada laporan langsung diambil tindakan tanpa perlu klarifikasi.  Bahkan dengan jelas diakui kominfo sama sekali tidak melakukan investigasi terhadap pengaduan yang dibuat oleh BNPT.

Bahkan pak Menteri Agama sampai merasa perlu meminta penjelasan kepada BNPT tentang definisi radikal.  Perhatian yang luar biasa,  pak Menteri seharusnya tidak hanya meminta penjelasan kepada BNPT, para pengelola situs yang diblokir harus dimintai untuk menjelaskan konten-konten yang terdapat pada situs sehingga BNPT menyimpulkan sebuah situs masuk kategori radikal.  Jangan sampai ada kesan berat sebelah.  Betapa kita melihat, dalam kondisi ini Menteri Agama turut serta dan urun rembuk mempertanyakan keputusan BNPT dan Kominfo, tapi belum menanyakan konten situs yang bersangkutan.

"Pemerintah jangan terlalu paranoid, sebaiknya saat menerima laporan dari manapun harus diverifikasi dan dikaji lebih dalam," ujar Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais seperti diberitakan oleh CNN Indonesia, lagi-lagi tidak terdengar bung Hanafi Rais akan meminta pada pengelola situs menjelaskan konten situsnya.  Kesan yang dibuat hanya menyalahkan BNPT dan Kominfo, penekanan perbaikan hanya diminta kepada satu pihak sementara para pemilik situs boleh memberitakan apa saja.

Untuk para pengelola situs, memainkan emosi pembaca agar selalu mendatangi situs yang dikelola mungkin suatu keharusan, tetapi sebagai media informasi, seharusnya ada kewajiban moral untuk tidak menyebarkan informasi yang bisa dikatakan berbau radikal dan condong menyesatkan.  Kemudahan pengelolaan situs, bahkan cukup bermodalkan sebuah domain, tidaklah membuat anda menyebarkan berita tanpa batasan.  Tanpa perlu diminta, buatlah batasan norma dan etika dalam membuat pemberitaan.  Jika sudah diblokir begini, bukankah anda juga yang dirugikan?

Sebenarnya saringan terakhir informasi dari internet terdapat pada pengguna itu sendiri, dengan berlimpahnya informasi, mengapa harus terpaku pada situs tertentu? Cobalah mencari pembanding dari sumber-sumber lain agar informasi yang didapat bisa valid.  Kebiasaan mencari berita yang hanya menguntungkan bathin sendiri sama saja dengan membegal informasi untuk diri sendiri.

Media bisa memberitakan apa saja, kominfo boleh saja cuek dan main blokir, tapi user tetaplah user, tetapi jadilah user yang bijak agar kelak tidak terpijak.

Sumber :  Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun