Malam berikutnya, Dito, Pak Tarman, dan beberapa warga desa berkumpul di balai desa. Mereka menyiapkan sesajen dan membaca doa-doa. Pak Tarman memimpin doa dengan khusyuk, sementara warga lainnya mengikuti dengan penuh kepercayaan.
"Dito, kau harus memegang lilin ini dan jangan biarkan padam. Ini akan melindungimu dari makhluk-makhluk jahat," kata Pak Tarman.
Dito memegang lilin dengan tangan gemetar. Mereka menuju hutan bambu tempat Wewe Gombel muncul. Kali ini, mereka siap menghadapi apapun yang muncul.
Bab 9: Konfrontasi dengan Makhluk Gaib
Di tengah hutan, suasana mencekam. Suara-suara aneh mulai terdengar lagi, semakin keras dan jelas. Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul sosok Kuntilanak dengan rambut panjang terurai dan baju putih yang berlumuran darah. Suara tangisannya menggema di seluruh hutan.
Pak Tarman segera membacakan doa-doa, sementara warga lainnya mengikuti dengan penuh semangat. Dito berusaha tetap tenang dan memegang lilin dengan erat.
Kuntilanak mendekat dengan cepat, namun tiba-tiba ia berhenti dan tertawa menyeramkan. "Doa-doa kalian tidak akan bisa mengusirku begitu saja," katanya dengan suara serak.
Pak Tarman tetap tenang. "Kami tidak akan menyerah. Dengan iman dan doa, kami akan mengusirmu."
Dengan keberanian yang luar biasa, Dito maju dan mengarahkan lilin ke arah Kuntilanak. Cahaya lilin membuat Kuntilanak mengerang kesakitan dan perlahan menghilang.
Bab 10: Kembali ke Ketenangan
Setelah ritual selesai, suasana desa kembali tenang. Warga desa berterima kasih kepada Pak Tarman dan Dito atas keberanian mereka. Dito merasa lega dan bersyukur telah membantu melindungi desa dari gangguan makhluk gaib.