Diplomasi merupakan salah satu alat terpenting bagi terwujudnya kepentingan nasional suatu negara. Jadi, diplomasi adalah instrumen terpenting untuk menegaskan kepentingan nasional sehubungan dengan negara lain atau organisasi internasional. Melalui diplomasi ini, suatu negara dapat membangun citra diri. Dalam hubungan antar negara, diplomasi biasanya digunakan sejak awal ketika suatu negara ingin menjalin hubungan bilateral dengan negara lain hingga keduanya mengembangkan hubungan lebih jauh.
Pada zaman dahulu, proses diplomasi didominasi oleh hasil win-win solution tetapi lebih kepada hasil win-lose solution dimana negara-negara dengan power yang lebih lemah harus menerima kekalahan dalam bernegosiasi dengan negara-negara yang memiliki power yang lebih kuat. Fungsi utama dari pelaksanaan diplomasi sendiri adalah ruang lingkup diplomasi yang meyelesaikan perbedaan-perbedaan dan menjamin kepentingan-kepentingan negara melalui negosiasi yang berhasil. Apabila negosiasi gagal, perang atau tindakan apapun yang merugikan kedua negara dapat terjadi.
Salah satu contoh hubungan diplomatik yang baru saja tersorot adalah hubungan antara negara Rusia dengan Ukraina. Sejak Ukraina mendeklrasikan kemerdekaan negaranya pada tanggal 24 agustus 1991, Rusia dan Ukraina mulai menjalin hubungan diplomatik yang disusul dengan beragam kesepakatan, perjanjian dan kerjasama di tahun-tahun berikutnya. Setelah beberapa tahun berlalu, hubungan diplomatik kedua negara mengalami ketidakstabilan, di antaranya pergantian rezim yang membawa kebijakan politik Ukraina pro-Barat sehingga mengakibatkan mulai berkurangnya peran Rusia. Selain itu, Ukraina juga memiliki keinginan untuk menjadi anggota NATO yang didukung oleh Amerika Serikat. Â
Pada bulan Februari 2022, NATO melakukan upaya untuk melakukan perluasan anggotaannya ke Eropa Timur dengan menarik Ukraina sebagai salah satu target. Hal ini dinilai oleh Rusia menjadi ancaman serta pelanggaran, dan sebagai akibatnya, Presiden Putin melakukan serangan militer terhadap Ukraina. Pada tanggal 24 Februari 2022, Rusia melakukan serangan militer ke Ukraina dengan mengirimkan rudal ke wilayah Ukraina termasuk ibukotanya, Kiev. Pasukan militer juga dikerahkan oleh Presiden Putin dalam serangan militer tersebut. Namun, serangan militer yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina melanggar pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang mengatur bahwa semua anggota PBB harus dapat menahan diri untuk tidak melanggar integritas wilayah dan kemerdekaan politik negara lain. Oleh karena itu, konflik berkepanjangan yang terjadi antara Rusia-Ukraina harus segera dicarikan solusi agar terciptanya perdamaian.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menyerukan bahwa diplomasi serta percakapan antarnegara adalah cara terbaik dalam menyelesaikan konflik. Negosiasi adalah satu-satunya cara damai yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik antara kedua negara tersebut. Penyelesaian konflik menggunakan metode negosiasi ini dilaksanakan melalui perundingan dan kesepakatan kedua belah pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik melalui metode negosiasi ini memiliki peluang yang besar pada saat itu karena presiden Ukraina, Vlodomyr Zelensky, dilansir dari Tass mengatakan siap melakukan hal apapun demi menyelesaikan konflik ini dengan cara-cara damai, salah satunya dengan melakukan negosiasi. Pada akhirnya, Presiden Ukraina juga menyatakan untuk tidak bergabung dengan NATO dalam waktu dekat.
Penulis Artikel : Aqila Shafa, Allana Haura Redhita, Sasti Rahayu
Dosen Pembimbing : Lilik Sumarni, S.Sos, M. Si
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H