Mohon tunggu...
Allam AF
Allam AF Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sedang belajar menulis dari anda. Ya, anda yang sedang membaca tulisan ini.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tantangan Sektor Unggas di Indonesia Menghadapi AEC

9 Mei 2014   02:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

ASEAN Economic Comunity atau Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menjadi awal dimulainya hubungan antarnegara di kawasan ASEAN sebagai area satu pasar yang menerapkan kebijakan free trade area yang menyebabkan hilangnya  tarif perdagangan antar negara ASEAN, pasar tenaga kerja dan modal yang bebas, serta kemudahan prosedur arus keluar-masuk  di kawasan negara anggota ASEAN. Untuk menghadapi itu semua, Indonesia harus menyiapkan strategi apa yang dipakai agar bisa bersaing di pasar bebas masyarakat ekonomi ASEAN nanti yang akan diterapkan tidak lama lagi. bagi pemerintah bagaimana ia menuntun masyarakatnya agar mampu bersaing pada saat pasar bebas nanti di terapkan dengan negara-negara Asia tenggara bahkan negara Asia  lainnya.

Salah satu sektor yang nantinya akan berpengaruh dan harus disiapkan dalam rangka mempersiapkan AEC tersebut adalah sektor komoditas Unggas. Komoditas unggas terutama di ASEAN adalah hal yang perlu untuk diberikan fokus juga karena unggas ini merupakan sektor perdagangan pokok dalam menunjang ketersediaan bahan makanan karena unggas sangat dibutuhkan dalam pembuatan bahan makanan terutama di wilayah ASEAN yang notabene olahan masakan masyarakatnya banyak menggunakan hewan unggas sebagai salah satu bahan bakunya. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi daging nasional pada 2012 mencapai 2,7 juta ton yang terdiri dari daging unggas (ayam dan itik) 1.818.000 ton (67 persen), daging sapi 505.000 ton (18 persen), daging babi 235.000 ton (8 persen). Selain itu, daging kambing dan domba 115.500 ton (4 persen), daging kerbau 35.000 ton (1 persen), dan daging lainnya 54.000 ton (2 persen). Artinya kebutuhan di Indonesia saja akan daging hewan 67 persennya adalah komoditas unggas dan lainnya baru dibagi-bagi daging dari hewan jenis lain.

Perlunya perlindungan pada sektor komoditas unggas ini sangat dibutuhkan karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari sisi ekonomi, perunggasan telah menyerap 2,5 juta tenaga kerja langsung dengan total omzet berkisar Rp.120 triliun per tahun. Lapangan kerja di pedesaan dapat berkembang dengan adanya usaha peternakan unggas sehingga dapat menghambat laju urbanisasi ke kota. Disamping itu perunggasan juga merupakan faktor penggerak industri terkait lainnya di bidang pertanian, antara lain usaha budidaya jagung, usaha dedak padi dan sebagainya.
Hal ini membuktikan perlu dilakukannya upaya pengawasan,perlindungan dan pengelolaan komoditas unggas Nasional karena ini menyangkut kompetensi dari fungsi yang ada di dalam penguasaan negara yang dipelajari dalam hukum agraria.

Perlu adanya analisis SWOT yang dapat menghasilkan kesimpulan bagaimana potensi dan tantangan Indonesia kedepan terutama dalam sektor atau komoditas yang dikhawatirkan dapat berpengaruh ke dalam terhadap masyarakat Indonesia sendiri sebagai salah satu yang mendapatkan dampak dari diterapkannya masyarakat ekonomi  ASEAN. Salah satu bagian yang perlu disoroti adalah Kelemahan dari sektor peternakan unggas di Indonesia . Rata-rata peternak unggas di Indonesia adalah peternak dengan skala kecil yakni beternak tidak lebih dari 5.000 ekor unggas per peternak. Tentu bila dibandingkan peternak unggas di negara lain seperti Thailand,Malaysia dan yang lain maka Indonesia sendiri jauh tertinggal karena kebanyakan peternak luarnegri adalah memiliki rata-rata sepuluh kali lipat dari Indonesia yaitu sekitar 50.000 ekor unggas per peternak. Namun disisi lain jumlah peternak di Indonesia jumlahnya juga banyak ,artinya bila dihitung secara makro secara nasional yang artinya total jumlah unggas yang diternakkan maka akan ditemukan angka yang lumayan besar yang tidak jauh beda dengan negar a lain.  Perlunya sebuah perangkat untuk mengatur dan memberikan bantuan serta perlindungan agar peternak-peternak unggas lokal di Indonesia mampu bersaing dengan peternak unggas di negara lain terutama di ASEAN yang memiliki potensi dan fasilitas yang lebih tinggi.Menjadi  tantangan pula untuk terus memobilisasi peternak di Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia yang jumlahnya luarbiasa banyak.

Ancaman lain yang perlu disoroti adalah lemahnya fasilitas dalam penjagaan kualitas unggas, fasilitas yang kurang baik dari awal pemeliharaan,penjagaan kesehatan dan kualitas hingga fasilitas penyembelihan unggas memang masih sederhana dan belum menjadi fokus peternak unggas. Sehingga menyebabkan rentan munculnya penyakit dan gangguan kesehatan bagi ternaknya. Dan ini tidak bisa disepelekan lagi karena ini dapat menyebabkan kematian unggas secara massal yang dapat menimbulkan kerugian bagi peternak. Sebagai salah satu upaya pemerintah melindungi peternak unggas dari ancaman seperti ini adalah memberikan kredit lunak,dan meminta bank-bank memberi bantuan serta perusahaan agar CSRnya disalurkan sebagai modal untuk para peternak unggas. Dan kepada para pemberi kredit untuk tidak memberikan penalti pada peternak unggas yang peternakannya terkena flu burung. Hal ini dilakukan agar peternak unggas termotivasi dan berupaya membangkitkan usaha peternakan unggasnya.

Berikutnya adalah karena bahan baku pakan unggas sendiri masih bergantung 70 persen berasal dari luarnegri,artinya secara tidak langsung komoditi unggas nasional juga masih dipengaruhi oleh pasar luarnegri pula. Inilah yang perlu ditindaklanjuti pemerintah agar permasalahan ketergantungan terhadap luarnegri dapat diminalisir atau bahkan tidak perlu lagi bergantung pada luarnegri.

Fluktuasi ekonomi tentunya juga menjadi hal yang membuat banyak peternak unggas di Indonesia berada di posisi yang tidak diuntungkan. Tidak adanya kepastian yang memberi jaminan tentang harga komoditas unggas yang hanya bergantung dari permintaan pasar dan sarat permainan dari distributor ditambah daya konsumsi masyarakat Indonesia yang rendah akan komoditas unggas menjadi pemicu fluktuasi harga ini. Perlu lembaga pengontrol dari pemerintah seperti Bulog menjadi salah satu alternatif solusi disamping fokus pada peningkatan kualitas unggas.

Satu hal lain adalah daya dukung pasar terutama dalam negri yang menjadi penentu berjalannya komoditas unggas ini,Negara tetangga kita Malaysia yang menjadi pesaing dalam bidang ini saja konsumsinya masing masing mencapai 36 kilogram (kg) dan 19,44 kg /kapita /tahun atau lebih dari 350 butir telur pertahun. Dibanding Indonesia yang baru 7,6 kg atau konsumsi telur baru 87 butir/kapita/ tahunnya. Permintaan yang rendah juga perlu untuk dirubah agar permintaan dan kebutuhan masyarakat meningkat,karena untuk menjaga peternak lokal supaya mengisi stok-stok kebutuhan masyarakat Indonesia dahulu. Yang nantinya ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN diterapkan para peternak lokal sudah memiliki salurannya masing-masing dalam distribusi komoditas unggas dan meminimalisir persaingan dengan produk unggas luarnegri.

Potensi komoditas unggas Indonesia yang begitu luarbias perlu dikembangkan dan didukung penuh oleh pemerintah. Saat ini Indonesia juga merupakan negara ke 5 terbesar dunia industri pengunggasan dengan didominasi oleh 70% industry pengunggasan besar dan 30% industry kecil dengan populasi ternak dengan sekitar 46 juta ternak per tahunnya. Potensi yang luarbiasa ini juga perlu dikembangkan agar Indonesia mampu bersaing dan bisa mengekspor komoditas unggas ke luarnegri dengan memenuhi seluruh kebutuhan dalam negri dahulu.

Unggas menjadi salah satu hal yang pokok dalam menunjang kehidupan bangsa baik dari sisi ekonomi,pembangunan dan sebagainya.  Bila dihubungkan dengan masalah agraria atau bidang pertanahan maka ini menyangkut hak menguasai negara. Hak menguasai Negara merupakan konsep Negara suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat, sehingga kekuasaan berada ditangan Negara. Jadi Negara memiliki hak menguasai tanah melalui fungsi untuk mengatur dan mengurus.

Pengertian “penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Tak hanya tanah yang dimaksud disini tetapi termasuk aspek yang terkait dengannya dan unggas adalah salah satunya.

http://sukmainspirasi.com/weekly-buzz/item/1165-pengusaha-unggas-merugi-pemerintah-tidak-peduli

http://www.neraca.co.id/article/38461/Pemerintah-Ingin-Bisa-Ekspor-Unggas-Lagi-di-2020/3

http://www.livestockreview.com/2014/03/songsong-masyarakat-ekonomi-asean-2015-pemerintah-janji-proteksi-unggas/

http://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-janji-bantu-peternak-unggas

http://www.jpnn.com/read/2011/08/10/100341/Industri-Unggas-Nasional-Masih-Tergantung-Asing-

http://kabarbisnis.com/read/2845428

http://www.neraca.co.id/article/38461/Pemerintah-Ingin-Bisa-Ekspor-Unggas-Lagi-di-2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun