Mohon tunggu...
Asrian Akmal
Asrian Akmal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

*Jalan Sunyi* "Selamat tenggelam dalam tiap bait aksara yang tersirat"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ininnawa Mapato Ko Alai Pakkawaru Toto Teng Lesammu

9 Maret 2023   12:15 Diperbarui: 9 Maret 2023   12:30 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkhidmat Pada Takdir

Arti perkata: Ininnawa (hasrat hati) / mapato (tunduk dan patuhlah) / ko (kau) // alai (ambil ia) / pakkawaru (sebagai bentuk pengabdianmu) // toto (nasib) / teng (takkan) / lésang (bergeser/berubah)/mu (milikmu).

Galigo ini tak membutuhkan interpretasi konotatif. Setiap katanya mudah dimengerti. Meski beberapa kata sudah menjadi arkaik, seperti ininnawa, pakkkawaru, dan lésang.

Galigo ini bermakna anjuran untuk senantiasa mengendalikan hasrat hati sebagai bentuk ketundukan pada takdir (toto) yang digariskan oleh Patotoé (Maha Penentu Takdir).

Berpasrah pada garis nasib adalah sebuah prinsip yang sama kuatnya dengan anjuran untuk berikhtiar tanpa kenal menyerah. Berpasrah bukan menyerah, melainkan kepatuhan yang patut untuk dipersembahkan kepada Tu(h)an.

Ketundukan per se ini menjadi kerangka dasar mengapa kesetiaan seorang Bugis tak pantas diragukan. Karena berkhidmat pada takdir adalah jalan hidup agar kita tidak terjerembab pada ceruk dalam takdir buruk (toto macilaka).

Seperti lagu berikut. Tunru'ko nalureng toto // Aja' muléga' - léga' // Mabuang ammengko. Dalam hidup, janganlah berkelok liku, jangan terlalu banyak kemauan. Jalani saja dengan pesona, ketundukan dan kepatuhan yang sublim.

Pahami pula bahwa ikhtiar bukan demi hasrat pribadi, melainkan upaya menjemput takdir. Maka bila manusia Bugis meyakini lintasan jalan takdirnya, jangan coba memasang aral, sebab mereka akan melindasnya, sesulit apapun itu.

Kepatuhan itu menjadi bukti bahwa manusia Bugis mengakui toto sebagai hak prerogatif Tuhan, manusia hanya menjalani. Seperti pesan leluhur. Résopa na teng mangingngi // Malomo nalétéi // Pammasé déwata. Lihatlah, tegasnya kelindan tak terurai antara kerja keras dan ikhtiar tak kenal menyerah dengan hadirnya keberkahan dari Tuhan.

Karena takdir bukanlah sesuatu yang terberi, manusia harus menyiapkan kondisi yang memungkinkan toto itu terpenuhi. Di sinilah posisi pesona dan pakkawaru itu bersemayam, berkhidmat untuk melapangkan jalan bagi termanifestasinya takdir Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun