Fenomena politik elektoral kita memang sudah kadung carut-marut dan tidak karuan. Apalagi menjelang pesta politik lima tahunan yang sudah di depan mata, gontok-gontokan dan polarisasi semakin kentara. Pihak-pihak yang bertikai semakin menunjukkan bahwa konflik ini tidak akan berkesudahan hingga junjungan mereka menang dan menguasai kontestasi politik pada pemilu 2019 mendatang.
Di satu sisi, kita selalu berbicara dan berharap akan politik alternatif, setia menunggunya seperti menunggu kedatangan Godot. Apa politik alternatif itu; dan bagaimana bentuk idealnya?
Pertama-tama untuk membangun politik alternatif, ekonomi alternatif harus diberdayakan terlebih dahulu. Masyarakat yang masih terhimpit pada permasalahan ekonomi fundamental tidak akan bisa menyelesaikan masalah secara struktural.
Kelompok-kelompok masyarakat Subalterna yang kerap terasingkan dari wacana politik dominan -- kemungkinan besar kita termasuk di dalamnya, harus disiapkan untuk menghadapi dan mengatasi persoalan ekonomi secara mandiri dan kolektif.
Fungsi Koperasi harus dikembalikan kepada kodratnya, yaitu memberdayakan ekonomi rakyat secara adil dan mandiri. Ekonomi Alternatif adalah langkah awal proses aktualisasi kelompok masyarakat subalterna untuk mendapatkan identitasnya dalam ruang publik.
Setelah terbaca identitasnya, kelompok ini harus bisa menggerakkan dan digerakkan menuju paradigma baru yang lebih baik. Pertama-tama yang harus diubah adalah ranah Common Sense yang seringkali terjebak dalam pola konflik oposisi biner yang selalu mengandaikan kelompoknya mutlak benar sedangkan kelompok lawan mutlak salah.
Arus alternatif ini kemudian harus dikonversikan menjadi sebuah gerakan tandingan. Term 'alternatif' seringkali dibiaskan dan dipeyorasikan hanya sebagai pengganti sementara sebelum kembali ke lajur utama.
Arus elektoral mainstream selama ini sudah diyakini sebagai keniscayaan sebuah metode politik. Segala macam bentuk pertikaian, pertentangan, dan intrik di dalamnya sudah dimaklumi dalam ruang publik sebagai hal yang lumrah-lumrah saja.
Mengubah Common Sense memanglah sulit, namun disinilah langkah pertama dan utama untuk menasbihkan 'yang alternatif' menjadi 'yang baru'. Sebuah alternatif yang kemudian diyakini dapat menjadi jalan baru akan memberikan pengalaman dan pemahaman baru terhadap sebuah metode politik.
Langkah berikutnya adalah mengkonversikan seluruh term-term elit dan esoterik ala politisi menjadi sebuah gerakan grassroot yang dapat mengakomodir kebutuhan orang banyak. Gerakan ini harus bukan didasari politik identitas atau keberpihakan terhadap sosok politik tertentu, namun berdasarkan pada keadilan dan kemakmuran Bersama yang mungkin dicapai pada masa yang akan datang.
Pemahaman yang sudah dikonversikan dengan baik ke dalam ruang publik menjadi landasan kuat politik alternatif yang kemudian menjadi arus politik tandingan, tidak menjadi pelengkap dan pengalih sementara saja, sebelum pada akhirnya semua kembali terjebak arus wacana politik dominan yang penuh prahara dan huru-hara.