Mohon tunggu...
Alkayyis Muhammad Isa
Alkayyis Muhammad Isa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa S1 Keperawatan, Universitas Indonesia. Saya hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kualitas Pendidikan Indonesia yang Tidak Makin Membaik: Siapa yang Salah? Siapa yang Bertanggung Jawab?

31 Desember 2024   22:49 Diperbarui: 31 Desember 2024   22:49 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di sebuah desa kecil, seorang anak berjuang menyeberangi sungai setiap pagi untuk mencapai sekolahnya yang hanya berupa bangunan sederhana dengan papan tulis tua dan kursi yang sudah reyot. Sementara itu, di kota besar, anak-anak belajar di ruang kelas modern dengan akses internet cepat dan buku pelajaran lengkap. Perbedaan ini menggambarkan ironi dalam sistem pendidikan Indonesia yang terus diupayakan maju, tetapi sering terhambat oleh ketimpangan. Meski anggaran pendidikan meningkat dan kebijakan silih berganti, kenyataanya prestasi siswa Indonesia di tingkat internasional masih tertinggal. Apakah ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, atau ada peran lain yang terlewatkan dari guru, masyarakat, bahkat kita semua? Artikel ini akan mengulas tidak hanya akar masalah yang menyebabkan stagnasi ini, tetapi juga potensi langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan bersama untuk memastikan masa depan pendidikan Indonesia menjadi lebih cerah.

Di balik hiruk-pikuk pembangunan Indonesia, kualitas pendidikan menjadi salah satu sorotan yang belum menunjukkan perkembangan signifikan. Berdasarkan laporan PISA 2022, siswa Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 81 negara dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains. Angka ini mencerminkan kenyataan pahit bahwa pendidikan Indonesia masih tertinggal, baik di tingkat global maupun regional. Di dalam negeri, potret ketimpangan semakin nyata. Anak-anak di desa terpencil belajar di ruang kelas seadanya tanpa fasilitas memadai, sementara di kota-kota besar, siswa menikmati fasilitas modern dengan akses internet cepat.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tidak terjadi tanpa sebab. Salah satu faktor utama adalah kualitas guru yang belum memenuhi standar. Data menunjukkan bahwa banyak guru di Indonesia belum memiliki sertifikasi profesional, sehingga kemampuan mereka dalam menyampaikan materi masih terbatas. Selain itu, kurikulum yang sering berubah-ubah menambah kebingungan di kalangan guru dan siswa, tanpa pelatihan memadai yang menyertai perubahan tersebut. Masalah ini diperburuk oleh keterbatasan fasilitas di daerah terpencil, mulai dari kurangnya buku pelajaran hingga minimnya akses ke teknologi. Tidak hanya itu, kurangnya keterlibatan orang tua dalam mendukung proses belajar anak-anak mereka juga menjadi tantangan tersendiri, terutama di keluarga dengan kondisi ekonomi yang sulit.

Ketika berbicara tentang siapa yang bertanggung jawab atas situasi ini, jawabannya tidak sederhana. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menyusun kebijakan dan mengalokasikan anggaran, tetapi sering kali implementasi di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sekolah dan guru memiliki peran penting dalam memastikan proses belajar mengajar berjalan optimal, tetapi sering terkendala keterbatasan sumber daya. Di sisi lain, masyarakat, orang tua, bahkan siswa sendiri, juga perlu berkontribusi dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Namun, harapan tidak sepenuhnya hilang. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah reformasi kurikulum yang lebih konsisten dan relevan dengan kebutuhan zaman. Pelatihan guru yang berkesinambungan juga menjadi kunci untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar. Pemerataan fasilitas, khususnya di daerah terpencil, harus menjadi prioritas agar semua anak memiliki kesempatan yang setara untuk belajar. Teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menjangkau wilayah yang sulit diakses, sementara sektor swasta dapat diajak berkolaborasi dalam menyediakan dukungan, baik melalui program CSR maupun donasi fasilitas pendidikan.

Salah satu langkah reformasi kurikulum yang berpotensi membawa perubahan adalah menyederhanakan materi ajar agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Kurikulum harus dirancang untuk fokus pada pengembangan literasi, numerasi, serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sehingga siswa tidak hanya menghafal tetapi juga mampu memecahkan masalah nyata. Selain itu, kurikulum perlu diterapkan secara konsisten dalam jangka waktu tertentu tanpa perubahan yang terlalu sering, agar guru memiliki waktu cukup untuk memahami dan mengimplementasikannya dengan efektif. Penting pula untuk melibatkan pelatihan intensif bagi guru agar mereka mampu mengintegrasikan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis teknologi, sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih menarik dan efektif.

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama, dan memperbaikinya membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Ketimpangan pendidikan dan rendahnya kualitas tidak dapat diselesaikan hanya dengan kebijakan, tetapi memerlukan tindakan nyata yang konsisten dan berkelanjutan. Dengan reformasi yang tepat dan komitmen bersama, ada harapan bagi Indonesia untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik, yang mampu mencetak generasi penerus yang siap bersaing di tingkat global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun