Mohon tunggu...
Alkautsar HolzianAkbar
Alkautsar HolzianAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Sosiologi/Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Buku sejarah dan filsafat adalah 2 genre buku yang sangat saya gemari. Walaupun saya suka pilih-pilih penulis mana yang bukunya saya anggap "nyaman" untuk dibaca. Buku-buku yang nyaman untuk dibaca memang banyak. Namun, menuliskan teori filsafat atau sebuah peristiwa dalam sejarah dengan detail tetapi "nyaman" untuk dibaca bukan pekerjaan mudah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aksi Solidaritas Santri, Dari Pada Rasis Mending Nuntut Miras

30 Oktober 2024   13:44 Diperbarui: 30 Oktober 2024   15:02 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kantor Kepolisian Daerah Istimewah Yogyakarta (Polda DIY) diramaikan dengan aksi demonstrasi pada hari selasa, 29 Oktober 2024. Aksi ini dikuti oleh berbagai elemen masyarakat dan mayoritasnya adalah santri. 

Ribuan santri memenuhi halaman Polda DIY dan menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus Penusukan terhadap dua orang santri yang terjadi 23 Oktober 2024 silam. Berawal dari Kasus penusukan tersebut, para santri terodorong untuk menggelar aksi solidaritas dan menyuarakan "tuntutan" agar pelaku diberikan hukuman yang pantas.

Di halaman Polda DIY, saya menyaksikan langsung bagaimana aksi demontrasi itu berjalan. Entah karena sudah menjadi hoby saya untuk mengikuti demonstrasi, atau karena dorongan tugas yang diberikan dosen. Seruan aksi diringi dengan berbagai instrumen, mulai dengan menyanyikan mars Yalal Wathon yang menjadi ciri khas bagi kaum santri, dan juga lagu Buruh Tani yang biasanya dinyanyikan mahasiswa saat demo. Terdapat juga instrumen lain dalam aksi ini, terdapat tulisan-tulisan spanduk dan juga banyak demosntran yang membawa kertas berisikan slogan.

Dari instrumen yang ada, saya jadi memahami bahwasannya demo ini juga merujuk pada tuntutan lain, yakni "Tolak Miras". Penyataan dari Muiz, selaku koordiantor aksi solidaritas santri, semakin memperkuat pemahaman saya tentang arah demonstrasi ini.  Awalnya, saya kira demo ini untuk mendesak pemerintah untuk meningkatkan keamanan di Yogya, namun ternyata juga untuk mendesak aparat memperketat control terhadap peredaran minuman beralkohol.

Kamera Pribadi
Kamera Pribadi

 

Yogyakarta memang terkenal dengan peredaran Miras yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Meski tidak ada data pasti tentang angka peredaran dan konsumsi miras di Yogya, masyarakat umumnya sudah mengetahui bahwa peredaran miras marak terjadi di Yogya. Golongan mahasiswa khususnya, mereka memahami bagaimana minuman beralkohol tidak sulit ditemukan di lingkungan sekitar.

Terlepas dari soal peredaran Miras, saya tertarik dengan isi tuntutan para santri di aksi ini yakni penolakan Miras. Penolakan Miras dalam demonstrasi ini tentunya tidak hanya bermotif pada pelanggaran HAM yang terjadi pada korban penusukan. Terdapat motif lain yang berbeda dengan pelanggaran HAM dan keamanan lingkungan Yogya, yakni "Haramnya Miras". Haramnya Miras bagi umat muslim sudah pasti diketahui oleh semua orang di seliruh dunia.

Motif-motif lain kiranya sangat mungkin melatar-belakangi konflik Penusukan Santri di atas. Entah itu karena kognitifnya para pelaku, keamanan yang tidak stabil, dan kemungkinan lainnya. Saya sendiri sempat mengamati polemik yang terjadi usai berita tentang Penusukan ini beredar. Opini-opini "berbahaya" pun mulai bertebaran sana-sini, dari yang menyalahkan etnis si pelaku, stereotip-stereotip tak berdasar, sampai rasisme. Akan tetapi, Aksi Solidaritas Santri kemudian memperjelas motif utama yang mestinya diusut. Secara tidak langsung aksi ini mempertegas "Penyebab utama konflik adalah MIRAS!!".

Bagi saya, diangkatnya isu Miras dalam demonstrasi ini memiliki efek positif. Penilaian positif ini tidak disebabkan subjektifitas saya yang bukan pengonsumsi minuman beralkohol, ataupun karena identitas saya sebagai seorang muslim. Namun efek positif ini saya amati dari pra-kondisi demonstrasi dan juga pemetaan konflik yang mengekor dari peristiwa "Penusukan Santri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun