Mohon tunggu...
Rofie El-Muhir
Rofie El-Muhir Mohon Tunggu... -

Aku adalah seorang mahasiswa jurusan sastra Inggris di Kampus UIN Bandung, selain kuliah aku aktif di berbagai organisasi baik esxtra maupun intra kamupus diantaranya, Senat mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora, Teater Awal Bandung, Himpunan mahasiswa jurusan TBI ( Terjemah Bahasa Inggris)HIMKAS Bandung Raya, IMM ( Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ) IRFANI ( institute for religion and future analizys )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi: Perasa yang Merasa

30 Desember 2010   17:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:11 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Refleksi: Perasa yang Merasa

Sesekali perjalanan kita terkadang melelehkan, itu terbukti saat semuanya terasa sulit. Bagi ku, hidup seuntaian senyuman yang harus tetap ada sekalipun orang tak pernah membalas senyuman kita. Di tempat yang kecil bertaburan sampah-sampah kecil, aku mencoba sedikit memaknai arti pentingnya persahabatan. Kita bisa memberi kepada kawan kita saat mereka membutuhkan, itu kah yang dinamakan sahabat? Atau yang sering kebanyakan orang katakana “sahabat yang baik adalah sahabat yang mau mengerti kita apa adanya” memang benar, begitulah adanya. Bagi kita yang mau mengurai kembali makna senda gurau dengan teman terdekat. Malam saat ini, sudah menampakan rasa resahnya itu disebabkan oleh orang-orang yang memanfaatkan malam dengan pekerjaan sia-sia.

Kebiasaan ku saat diruangan terkecil hanya melihat barisan kata-kata di setiap buku yang ku pegang. Ya… begitulah adanya jika seorang mahasiswa, tidak punya uang untuk membeli sesuap nasi. Semuanya tertawa saat aku datang pada kawan-kawanku di tetangga kamar, sebut saja namanaya Fuad (nama asli yang disamarkan) orang ini selalu tertawa saat kata-kata mulai menggelitik dirinya. Padahal disatu sisi aku hanya seorang diri yang kesepian akan perhatian kawanku sendiri. Sempat ku bartanya pada lamunanku, kenapa aku mesti memiliki keadaan yang serba kekurangan ini. Tapi, aku takut andaikata lamunanku diteruskan, nanti disebut orang yang tidak mensyukuri hidup. Memang syukur itu harus menerima hidup apa adanya? Atau berterima kasih saat kita ingin makan tiba-tiba ada yang memberi, atau saat kita ingin meroko kawan kita membero puntung roko yang masih panjang? Sudahlah, akau juga bingung mengartikan syukur. Entah dimulai oleh ucapan atau dimulai dari perbuatan, jangan-jangan keduanya harus berbarengan.

Segumpal nasi yang menjadi perantara Tuhan untuk memberiku kekuatan, sudah ku nikmati bersama kawan-kawanku sependeritaan. Tentunya penderitaan kami penderitaan yang menyehatkaan. Nah mungkin sang pembaca akan bertanya apa penderitaan yang menyehatkan? Memang, setiap kita menderita terkadang kita hanya mengeluh pada orang lain. Jika kita tahu, derita kita bisa nikmat jika kita mensyukuri apa yang menimpa kita. Jadi curhatan keperihatainan ini bisa manfaat jika kamu sebagai pembaca, mengambil nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya. Dalam coretan ini penulis menggunakan kata “aku” kata “aku” dalam tulisan ini bukan berfungsi bukan sebagai individu, tetapi berfungsi sebagai “aku social” dalam artian mahluk yang harus peduli pada realitas sosial. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan bisa merubah dan menggugah keadaan diri kita saat kekecewaan melanda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun