Dengan total 192.567 ekor, trenggiling dinobatkan sebagai hewan liar yang paling banyak diperdagangkan di pasar gelap. Apakah masih ada masa depan bagi satu-satunya mamalia bersisik ini? Bisnis hewan ilegal dan perusakan habitat semakin mendorong satwa malam ini menuju jurang kepunahan dan yang lebih menyedihkannya lagi, seluruh bencana kepunahan ini disebabkan oleh mitos khasiat kesehatan yang bahkan tidak terbukti secara ilmiah.
Trenggiling adalah mamalia nokturnal dan satu-satunya mamalia yang memiliki sisik. Sisik ini terbuat dari keratin, zat yang sama dengan zat pembentuk rambut dan kuku manusia. Sisik berfungsi sebagai mekanisme perlindungan dari pemangsanya, saat terancam bahaya ia akan menggulung badannya hingga menyerupai bola berlapis sisik keras. Serangga seperti semut dan rayap merupakan makanan utama hewan ini. Ia memiliki lidah yang panjangnya mencapai separuh dari panjang tubuhnya yang digunakan "menangkap" semut atau rayap dari sarangnya.
Trenggiling di dunia terbagi  menjadi delapan spesies yang tersebar di benua Asia dan Afrika. Dilansir dari pangolin.org kedelapan species ini yakni
- Trenggiling Tiongkok,
- Trenggiling India,
- Trenggiling Filipina,
- Trenggiling Jawa,
- Trenggiling-Pohon Perut-Hitam,
- Trenggiling Tanah Raksasa,
- Trenggiling Tanah,
- Trenggiling-Pohon Perut-Putih.
Trenggiling Jawa (Manis javanica) merupakan spesies yang terdapat di Indonesia. Jenis ini tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dengan sebaran habitat meliputi hutan primer maupun sekunder, savana, dan daerah budidaya termasuk areal perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, daerah ekoton atau zona transisi antara hutan dengan kebun rakyat yang memiliki semak belukar.Â
Status konservasi satwa ini tergolong terancam kepunahan, sebagaimana dimuat dalam Appendik II Convention International Trade Endangered Species (CITES) Flora dan Satwa Liar (UNEP-WCMC, 2010). Di Indonesia, hewan ini dilindungi menurut Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999.
Sayangnya walaupun sudah dilindungi secara undang-undang keberadaan mamalia berisisik ini tetap terancam akibat perdagangan ilegal yang semakin marak. Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang paling banyak diselundupkan di dunia saat ini. Dalam rentang tahun 1999 hingga 2017 didapatkan setidaknya 192.567 ekor terlibat dalam perdagangan illegal.
Perdagangan ilegal trenggiling terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan  harga jual yang selangit di pasar global. Daging, kulit, sisik, dan bagian tubuh hewan ini dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional oleh masyarakat Tiongkok, dan dipandang sebagai salah satu makanan yang eksotik. Kebutuhan daging dan sisiknya di Tiongkok diperkirakan mencapai 100.000 -- 135.000 kg per tahun dengan harga jual mencapai 3.000 dollar AS atau setara 40 juta rupiah per kilogram sisik. Jadi bisa dibayangkan seberapa besar bisnis ilegal ini berjalan.
Sangat disayangkan jika kita harus kehilangan hewan lucu yang satu ini akibat keserakahan manusia. Lalu apa yang bisa aku dan kamu lakukan untuk menyelamatkan mamalia bersisik ini dari kepunahan? Seperti yang dijelaskan sebelumnya harga selangit trenggiling disebabkan oleh permintaan yang tinggi akan produk ini, jadi dengan memutus rantai permintaan maka akan memutus pula rantai penawaran dari produk ini.
Permintaan akan daging, sisik dan produk turunan trenggiling akan tetap ada jika mitos manfaat produk ini masih ada di kalangan masyarakat. Oleh sebab itu meningkatkan kesadaran masyarakat dengan menambah pengetahuan pribadi dan kegiatan edukasi masyarakat adalah kunci untuk menekan perdagangan dan menyelamatkan hewan ini dari ancaman kepunahan.Â
Kamu juga bisa melaporkan tindak perdagangan trenggiling ataupun hewan liar dilindungi lainnya ke pihak berwajib memalui aplikasi e-Pelaporan Satwa Dilindungi atau melapor kepada lembaga masyarakat lainnya di lingkungan mu. Apapun kontribusimu akan sangat berarti bagi penyelamatan banyak satwa dilindungi di Indonesia. Salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H