Mohon tunggu...
Fadilah Rahmatan Al Kafi
Fadilah Rahmatan Al Kafi Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Independent Author

Bachelor of Islamic Economic Law at Sunan Gunung Djati State Islamic University Bandung. Amateur observer of the world of Law, Politics, and Economics in Indonesia according to the perspective of Sharia and Human Rights.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengurai Benang Kusut terkait Sulitnya Menjadikan Hukum sebagai Budaya di Indonesia

18 Juli 2024   21:35 Diperbarui: 18 Juli 2024   21:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Fadilah Rahmatan Al Kafi, S.H.

Menurut Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, secara tegas telah diatur bahwa, "Negara Indonesia adalah negara hukum," maka dari itu sudah sepatutnya hukum dijadikan sebagai salah satu budaya yang dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat Indonesia, baik dalam berkehidupan sehari-hari, berbangsa, maupun bernegara.

 Tulisan yang membahas mengenai pentingnya budaya hukum pun, dapat dikatakan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Permasalahannya, meskipun telah banyak artikel ilmiah, seminar, maupun Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), yang mengkaji dan mempelajari tentang urgensi serta strategi taktis agar hukum dapat menjadi sebuah budaya dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia, dapat dinilai bahwa realitas sehari-hari di lapangan masih menunjukkan fakta yang menyedihkan. 

Hukum, seringkali hanya dianggap sebagai rangkaian kalimat tertulis yang tertuang di atas kertas belaka, dan problematika tersebut terjadi di seluruh lapisan sosial yang ada di masyarakat.

Rakyat Indonesia, dalam keseharian masih bisa dengan mudah menjumpai para pelanggar lalu lintas, orang yang membuang sampah sembarangan, dan berbagai perbuatan melanggar hukum lainnya.  

Berbagai fenomena keseharian tersebut meskipun terlihat remeh, nyatanya bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku. Kelas masyarakat yang lebih tinggi dan katanya berpendidikan, juga tidak menunjukkan contoh yang lebih baik, sebab bukan sekali dua kali masyarakat Indonesia melihat para pejabat publik yang terjerat kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Aparat penegak hukum pun, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mewujudkan hukum dan keadilan sebagai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, justru banyak disusupi oleh oknum yang tidak mempedulikan hukum demi kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya, hasilnya jargon "No Viral No Justice" saat ini semakin populer di kalangan masyarakat luas.

Lantas mengapa hukum begitu sulit dijadikan sebagai budaya yang dijunjung tinggi oleh seluruh elemen masyarakat di Indonesia? Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi-VI, budaya adalah hasil pikiran dan akal budi, adat istiadat, suatu kebudayaan yang telah berkembang, serta sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. 

Menurut Lawrence M. Friedman (1984: 6), budaya hukum ringkasnya merupakan sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum yang berlaku, buahnya ialah iklim kekuatan dan pemikiran masyarakat yang menjadi penentu terkait bagaimana suatu hukum digunakan, dihindari, bahkan disalahgunakan. 

Mengacu pada kedua definisi tersebut, dalam menilai suatu kebudayaan hukum di sebuah negara, kita tidak dapat hanya melihat dari seberapa tinggi kesadaran dan kepatuhan hukum di masyarakat semata, melainkan juga dari aspek peraturan perundang-undangan, stuktur, dan sistem hukum yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun