Mohon tunggu...
Fadilah Rahmatan Al Kafi
Fadilah Rahmatan Al Kafi Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Independent Author

Bachelor of Islamic Economic Law at Sunan Gunung Djati State Islamic University Bandung. Amateur observer of the world of Law, Politics, and Economics in Indonesia according to the perspective of Sharia and Human Rights.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendidikan Politik: Lebih dari Sekedar Ajakan untuk Mencoblos!

11 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 14 Januari 2024   19:00 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.csis.org/analysis/short-discussion-internets-effect-politics

Oleh: Fadilah Rahmatan Al Kafi

Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sepertinya tidak asing bagi kita ketika melihat berbagai konten kampanye yang mengajak rakyat Indonesia untuk mencoblos politisi maupun Partai Politik pilihannya saat hari-H pelaksanaan pemungutan suara. 

Ajakan tersebut disertai dengan jargon-jargon seperti, “Demi Indonesia Adil Makmur” atau “Demi Masa Depan Bangsa yang Lebih Baik,” bahkan kira sejak duduk di bangku sekolah ketika secara hukum umur yang dimiliki telah memenuhi kriteria sebagai voter atau pemilih, ya hanya itu saja narasi yang sering masyarakat luas dengar. Seakan-akan, keterlibatan publik cukup sampai titik mencoblos pilihannya ketika Pemilu sedang digelar.

Sayangnya, masyarakat luas hanya mendapatkan perintah oleh elite penguasa untuk memilih, tanpa disertai dengan pendidikan politik yang mumpuni guna menjadi pemilih yang bijak dan bertanggung jawab. Seharusnya, pendidikan politik yang diterima oleh masyarakat luas harus lebih dari sekedar ajakan untuk memilih, karena jika merujuk pada pendapat Kartaprawija (1988), pendidikan politik adalah usaha meningkatkan kualitas wawasan politik rakyat sesuai dengan doktrin kedaulatan rakyat bahwa masyarakat luas wajib menjalankan tugas mengawal, memberikan aspirasi, terlibat aktif sebagai subjek demokrasi agar rakyat dapat menjadi partisipan yang bijak dan bertanggung jawab.

Mengacu pada definisi yang telah dijabarkan, kita dapat melihat bahwa pendidikan politik bagi masyarakat luas hingga saat ini belum berjalan dengan optimal, mungkin hanya golongan-golongan tertentu atau mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Politik saja yang menerima pendidikan politik secara matang. Permasalahannya, apakah problem tersebut terjadi secara natural atau merupakan sesuatu yang disengaja oleh para elite politik guna mempermudah mereka dalam mempertahankan dan menjalankan kekuasaan yang sejatinya hanyalah amanah yang diberikan oleh Tuhan melalui keputusan rakyat?

Penulis, dalam menyikapi permasalahan ini sebenarnya tidak ingin berprasangka buruk, namun nyatanya rakyat yang tercerahkan keilmuan maupun nuraninya secara politik pasti akan lebih sulit untuk diakali dan dikendalikan, atau ekstremnya lagi ketidakstabilan politik akan mudah terjadi jika mayoritas rakyat yang kritis dan tercerahkan ini menemukan adanya pejabat atau partai politik yang bertingkah culas demi kepentingan materiil individu maupun kelompok tertentu. Dampak tersebut yang sepertinya ingin dihindari oleh para penjahat politik yang masih menjadi pemain dalam dunia perpolitikan Indonesia.

Indonesia Corruption Watch (ICW) di sisi lain juga mengungkapkan bahwa pendanaan merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh partai politik di Indonesia. Kurangnya pendanaan mengakibatkan partai politik cenderung lebih berfokus pada kegiatan politik yang taktis dan pragmatis demi menopang naiknya perolehan suara saat pemilu

Hasilnya, berbagai partai politik yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melaksanakan pendidikan politik di tanah air justru tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut secara profesional. Banyaknya artis atau pengusaha yang tiba-tiba diangkat oleh partai politik sebagai sosok yang diusung meskipun tidak memiliki latar belakang pengabdian politik yang jelas, hematnya merupakan contoh sederhana dari mandeknya kaderisasi partai yang selama ini berjalan.

Visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, sepertinya hanya akan menjadi khayalan belaka jika masyarakatnya saja belum terdidik dalam urusan berpatisipasi dalam penyelenggaran politik atau urusan kebijakan publik lainnya, sebab selama pendidikan politik di Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya, rakyat pastinya akan mudah terlena dan digocek oleh para politisi yang berjualan jargon, gimik, maupun sentimen belaka. Logika sederhananya, bagaimana Indonesia bisa maju jika para politisinya dari aspek kualitas dan profesionalitasnya saja sudah meragukan.

Kesadaran tersebut yang sejatinya harus dibagun bersama, jika para elite politik dan seluruh partai politik yang ada tidak mau atau belum bisa memberikan pendidikan politik yang ideal bagi masyarakat, maka cukup lah rakyat yang sadar menyatukan perjuangannya demi mewujudkan hadirnya pendidikan politik yang baik khususnya di kalangan masyarakat akar rumput dan golongan marjinal yang selama ini hanya didekati dan dinilai berarti oleh para politisi menjelang dilaksanakannya pemilihan umum belaka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun