Oleh-oleh adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh tiga anak saya setiap kali pulang kerja di malam hari. Tak ada syarat macam-macam soal oleh-oleh ini, apapun bentuknya, yang penting ada tentengan kecil yang dibawa. Jadi oleh-oleh saat ini kayaknya hukumnya telah menjadi wajib bagi saya. Setiap kali pulang membawa bungkusan kecil, kegembiraan akan langsung muncul pada wajah-wajah mereka. Mereka langsung akan berebutan membuka bungkusan tersebut. Bahkan mereka rela menunggu sampai malam hari, misalnya ketika saya ada acara atau terlambat pulang, demi oleh-oleh ini. Sebaliknya, jika saya tidak membawa oleh-oleh, sengaja atau lupa, mereka pasti akan kecewa. wajah-wajah mereka yang cantik langsung akan berubah menjadi manyun dan cemberut. Oleh-oleh yang gampang dan tanpa syarat ini, sering membuat saya bingung dan harus “berpikir keras”. Apalagi ya yang harus saya bawa malam ini, Kemarin sudah bawa martabak, kemarinnya lagi sudah gorengan, dua atau tiga hari yang lalu kue atau kadang-kadang juga buah. Terus apalagi ya ? Untunglah setiap hari saya pulang-pergi naik KRL jurusan Depok-Jakarta, di Stasiun Depok Baru (Stadebar) banyak pilihan yang bisa dipilih untuk urusan oleh-oleh ini. Di sekitar stasiun banyak penjual buah-buahan. Segala macam buah dijual disana, harganya tentu juga bisa dibilang murah. Kita bisa melakukan tawar menawar dengan sang penjual. Snack-snack kecil, gorengan, kueh mueh tersedia di sana. Kalau mau cari oleh-oleh yang agak modern atau buatan pabrik kita juga bias mendapatkan di Carrefour yang letaknya tidak jauh dari stasiun. Uli Bakar Salah satu pilihan oleh-oleh yang bisa dipilih di Stadebar adalah uli bakar yang dijual di sebelah timur utara stasiun. [caption id="attachment_160290" align="aligncenter" width="283" caption="Uli bakar Stadebar"][/caption] Harga per biji uli bakar adalah seribu rupiah. Uli yang teksturnya lembut langsung dibakar di atas panggangan api. Setelah itu ditaburi serundeng kelapa plus gula pasir sangrai. Uli bakar ini sangat enak dimakan saat hangat, apalagi di saat musim hujan dan udara dingin seperti sekarang ini. Biasanya untuk oleh-oleh jenis lain, ada saja yang kurang suka. Anak pertama sangat suka gorengan, anak kedua suka jenis roti-rotian, anak ketiga suka dengan buah-buahan. Tetapi untuk uli bakar ini, semua suka. Saya suka, anak-anak suka, mamahnya anak-anak juga suka. Unik juga ternyata. Di luar itu, ada satu hal yang menarik di balik cerita soal uli bakar ini, yaitu cerita tentang kegigihan, ketelatenan dan kesungguhan si abang penjaul uli itu sendiri. Si abang bercerita, setiap hari dia bisa menjual uli bakar rata-rata sebanyak 300 potong. Modal untuk membuat uli sebanyak itu sekitar Rp 150.000 untuk membeli beras ketan sebanyak 14 liter, ditambah kelapa, gula, arang, sewa lampu dan lain-lain. Rata-rata setiap malam dia bisa mendapatkan uang Rp 300.000, untungnya sebesar Rp 150.000,- per malam atau Rp 4.500.000, per bulan bersih. Ternyata lumayan juga ya ? Kalau dihitung-hitung gaji saya, yang harus pergi pagi pulang malam, kalah banyak. Kelihatannya lumayan besar saat saya menerima tanggal 1, setelah diserahkan kepada orang rumah, eh ternyata langsung habis. Hehe… bukan untuk mengeluh, semuanya harus disyukuri yak arena ternyata juga masih cukup untuk menghidupi seluruh keluarga di rumah. Ketika saya Tanya soal besar penghasilan yang dia dapatkan setiap hari, dia hanya tersenyum. Dia sangat bersyukur, dari usaha menjual uli bakar ini, dia bisa menafkahi dan membiayai pendidikan anak-anaknya. Mudah-mudahan uli bakarnya tambah laris….!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H