Nun jauh disana di sebuah tempat di negara Afrika Selatan, tepatnya di kawasan Lenasia kira-kira 20 kilometer sebelah selatan kota Johannesburg, berdiri sebuah madrasah bernama Darul Ulum Zakariyya.
Beberapa hari ini nama madrasah ini sering disebut berkaitan dengan meninggalnya salah satu santrinya yang berasal dari Indonesia, Zainal Nurizky, yang kebetulan adalah putra dari mantan Pangab Wiranto. Dia meninggal dalam usia 23 tahun setelah menderita sakit selama beberapa hari dan langsung dimakamkan di tempat tersebut.
Banyak komentar di beberapa media online berkenaan dengan meninggalnya Zainal Nurizky tersebut. Dari mulai kenapa anak jendral kok tidak disekolahkan tetapi malah dimasukkan ke madrasah yang lulusannya “tidak” menjanjikan karier dan keduniaan. Terus kenapa juga dia memilih pesantren di Afrika Selatan, sebuah tempat yang hampir tidak pernah dibicarakan sebagai tempat untuk studi keislaman. Bukankah di Indonesia sendiri juga banyak pesantren semacam itu? Pertanyaan lain lagi, kenapa Pak Wiranto tidak meminta jenazah anaknya untuk dipulangkan ke Indonesia, sedangkan para jasad TKI saja biasanya dipulangkan? Apakah Pak Wiranto tidak sayang pada anak lelaki satu-satunya itu ?
Untuk masalah kenapa jenazah tidak dibawa pulang, Pak Wiranto telah memberikan penjelasan langsung. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk dari sudut agama, kepraktisan dan lain-lainnya, beliau memutuskan bahwa jenazah Zainal Nurizky tetap dikuburkan di tempat dimana ia meninggal. Mudah-mudahan Allah SWT melapangkan kubur almarhum Zainal Nurizky dan menempatkannya di tempat yang mulia, Amin.
Untuk pertanyaan yang lainnya, saya yakin almarhum Zainal Nurizky punya alasan sendiri yang cukup kuat kenapa dia sampai memilih nyantri di madrasah tersebut dan tidak pada madrasah yang lain.
Lewat tulisan singkat ini, saya ingin menulis sekilas tentang madrasah tersebut. Bahan-bahan tulisan ini saya ambil dari berbagai sumber, antara lain dari website resmi madrasah tersebut.
[caption id="attachment_256886" align="aligncenter" width="655" caption="Madrasah Darul Ulum Zaakariyya Afrika Selatan (Foto : flickr)"][/caption] Sejarah Madrasah
Darul Ulum Zakariyya didirikan pada tahun 1983 dengan jumlah santri pertamanya 35 anak. Saat itu fasilitas madrasah yang berdiri di atas tanah seluas 10 ha tersebut masih sangat minim. Untuk belajar, para santri masih harus belajar di bawah pohon, sementara untuk tempat istirahat disediakan sebuah rumah yang cukup besar.
Tahun berikutnya, jumlah santri bertambah menjadi 100 anak, dibawah bimbingan 6 ustadz dan dibagi menjadi 6 kelas. Pada tahun-tahun berikutnya madrasah ini terus berkembang. Pada tahun 1991, kelas Daurah Hadits mulai dibuka setelah beberapa santri dari madrasah ini menyelesaikan pendidikan tingkat lanjut di beberapa madarasah di India dan Pakistan.
Secara garis besar, jurusan di madrasah ini dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas Tahfidz dan kelas ‘Alim. Kelas Tahfidz disiapkan untuk menghasilkan para hafidz, penghafal Alquran. Para hafidz ini sangat penting keberadaannya untuk menjaga kemurnian dan kesucian Alquran. Jadi disamping dicetak dalam bentuk mushaf, alquran juga tersimpan di dada para hafidz.
Sementara kelas ‘Alim disiapkan untukmelahirkan ulama-ulama yang mumpuni dan mampu membimbing umat agar kehidupannya selaras dengan kaidah-kaidah agama. Kepada mereka lah umat akan meminta nasihat dan bimbingan dalam mengahadapi problematika hidup dan mencari jalan pemecahannya.
Saat ini antri yang belajar di madrasah ini berjumlah 715 santri, 300 satri berasal dari Afrika Selatan sendiri, sisanya berasal dari 56 negara di antaranya dari Amerika Serikat, Australia, Kenya, Turjikistan, Vietnam, Thailand, Malaysia, termasuk Indonesia. Untuk kelas belajar, saat ini 300 santri mengambil kelas Hafizd, sisanya mengambil kelas ‘Alim. Hingga saat ini, madrasah ini telah melahirkan ribuan hafidz, ulama dan qari yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Masa pendidikan di madrasah ini sekitar 7 tahun. Selama masa belajar di madrasah, para santri juga aktif diterjunkan dalam kegiatan dakwah dan tabligh di lingkungan sekitar madrasah. Setelah menyelesaikan masa pendidikan, mereka biasanya diminta untuk melakukan perjalanan dakwah dan tabligh ke beberapa negara selama satu tahun.
Bahasa pengantar yang dipakai di madrasah ini digunakan tiga bahasa. Untuk pergaulan sehari-hari antar santri digunakan bahasa Inggis. Sementara untuk mengaji digunakan bahasa Urdu dan Arab. Kenapa bahasa Urdu? Karena pendiri dan santri dari madrasah ini semula berasal dari keturunan India dan Pakistan. Jadi semua santri yang lulus dari madrasah ini dijamin mahir tiga bahasa tersebut.
Nama Zakariyya
Nama madrasah ini diambil sebagai penghormatan kepada seorang Syeikhul Hadits dari Madrasah Mazahirul Ulum Saharanpur, India, yang bernama Maulana Muhammad Zakariyya Kandahlawi .
Beliau lah inisiator berdirinya madrasah ini. Pada suatu kesempatan kunjungan beliau di afrika selatan tahun 1981, Maulana Muhammad Zakariyya Kandahlawi berdoa dan mengajak seluruh hadirin yang hadir pada saat itu untuk berusaha dengan keras mewujudkan berdirinya sebuah madrasah sebagai tempat untuk mendidik, menjaga dan mengembangkan ilmu-ilmu keagamaan.
Keinginan tersebut akhirnya terwujud pada tahun 1983. untuk saat ini, madrasah ini juga telah mempunyai cabang di Eikenhof, kira-kira 13 km dari lokasi madrasah pertama, satunya lagi berdiri di Mandane–Soweto.
Bagi teman-teman yang aktif dalam kegiatan dakwah dan tabligh insyaallah akrab dengan nama ini. Beliau adalah penulis Kitab Himpunan Fadhilah Amal yang terdiri dari Fadhilah Dzikir, Shalat, Haji, Tabligh, Ramadhan dan Sadaqah. Kitab ini hingga saat ini menjadi bacaan utama para dai yang bergerak di seluruh dunia. Sekilas tentang riwayat hidup beliau pernah saya tulis dalam blog saya disini.
Madrasah di Eropa
Tidak hanya di Afrika Selatan, di beberapa negara lain juga tumbuh subur madrasah-madrasah semacam. Di Inggris, madrasah serupa bahkan sudah berdiri pada tahun 1973, ditandai dengan berdirinya Madrasah Darul Uloom Al-Arabiyyah Al-Islamiyyah di Holcombe Brook, Bury, Great Manchester. Pendirinya adalah Maulana Yusuf Motala, juga santri dari Maulana Muhammad Zakariyya Kandahlawi dari Madrasah Mazahirul Ulum Saharanpur India
Kini madrasah di Inggris tersebut telah menjadi madrasah induk (ummul madaris) yang cabang-cabangnya menyebar di berbagai kota di Eropa. Madrasah ini juga telah melahirkan ribuan imam dan dai yang mengabdikan diri mereka untuk agama.
Jadi sekarang ini, kalau kita ingin menjadi santri maka semakin banyak pilihan tempat. Bisa di dalam negeri sendiri, bisa juga di luar negeri seperti di Malaysia, Thailand, India, Pakistan, Arab Saudi, Yaman, Afrika, bahkan di Eropa juga bisa. Istilah kerennya adalah menjadi santri transnasional, bergabung dengan santri dari berbagai negara.
[caption id="attachment_256900" align="aligncenter" width="663" caption="Almarhum Zainal Nurizky santri Madrasah Darul Ulum Zakariyya Afrika Selatan (Foto : Viva News)"]
Inilah jalan yang telah dipilih Zainal Nurizky dan jalan ini pula yang telah mengantarkannya menemui Rabbnya. Selamat jalan Inal, insyaallah jalanmu akan semakin lapang dan engkau akan mendapatkan kedudukan yang mulia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H