Awal bulan Nopember 2014 ini saya dan istri mendapat undangan untuk pergi ke Palembang selama 5 hari. Perjalanan ini adalah perjalanan nostalgia. Istri saya dilahirkan di Palembang, almarhum bapak mertua pernah ditugaskan di sana.
Pada tahun 2001-2004, karena tugas, saya sekeluarga juga pernah tinggal di kota yang mendapat julukan Venesia dari Timur ini. Kemarin kami juga sempat main ke rumah yang dulu kami tinggali, di kawasan Sekip Tengah Palembang.
[caption id="attachment_357780" align="aligncenter" width="520" caption="Rumah dinas yang penuh kenangan"][/caption]
Kesempatan ke Palembang kemarin kami manfaatkan juga untuk menengok kawan lama dan tempat-tempat yang dulu sering kami kunjungi, antara lain ke Jembatan Ampera, Monumen Perjuangan Rakyat, Museum, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung, Pasar 16 Ilir dan Pasar Cinde.
Pasar Cinde, pasar favorit di Palembang
Pasar Cinde termasuk dalam salah satu daftar tempat yang wajib dikunjungi. Dulu kami sangat akrab dengan pasar ini. Hampir setiap minggu kami pergi ke tempat tersebut.
Kebetulan jarak antara rumah kami dengan Pasar Cinde tidak terlalu jauh. Jika naik angkutan kota hanya sekitar 10 menit sudah sampai.
Keadaan Pasar Cinde sekarang ini masih seperti keadaan seperti sepuluh tahun yang lalu, ketika kami harus pindah ke Jakarta. Bangunan kiosnya, lantai, barang-barang dan keadaan sekitar masih belum banyak berubah.
[caption id="attachment_357771" align="aligncenter" width="520" caption="Pasar Cinde tampak dari muka"]
[caption id="attachment_357772" align="aligncenter" width="520" caption="Tangga ke lantai 2"]
Pasar Cinde dibangun pada tahun 1958. Bentuk bangunannya hingga kini masih seperti sedia kala. Pasar ini merupakan pasar pertama yang dibangun di kota Palembang setelah masa kemerdekaan Indonesia.
Arsiteknya adalah Herman Thomas Karsten. Struktur utama bangunannya memakai konstruksi cendawan, hampir sama dengan struktur bangunan Pasar Johar Semarang. Arsitek kedua pasar tersebut memang orang yang sama.
Saat ini Pasar Cinde telah menjadi land mark kota Palembang dan selalu ramai dikunjungi orang, baik oleh masyarakat Palembang sendiri maupun wisatawan yang datang ke Palembang.
[caption id="attachment_357775" align="aligncenter" width="518" caption="Oleh-oleh khas Palembang"]
[caption id="attachment_357776" align="aligncenter" width="520" caption="Tempat menjual ikan"]
[caption id="attachment_357778" align="aligncenter" width="518" caption="Pempek Cinde, lemak nian"]
Bangunan Pasar Cinde terdiri dari dua lantai. Di lantai pertama bagian dalam pasar di jual barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sayur-sayuran, buah-buahan, ayam, ikan, kopi, rempah-rempah, bumbu masakan siap saji, daging dan lain sebagainya. Yang termasuk paling sering dibeli oleh istri saya di pasar ini adalah ikan gabus giling untuk bahan membuat pempek.
Di lantai dua, kios-kios di pasar ini menjual perlengkapan rumah tangga, pakaian tentara , onderdil kendaraan, alat jahit dan perlengkapan pertanian.
[caption id="attachment_357779" align="aligncenter" width="520" caption="Kios di lantai 2"]
Sedangkan di kios-kios bagian luar pasar dijual makanan dan oleh-oleh khas Palembang seperti pempek, kerupuk, dan banyak lagi. Pada pagi hari, pasar ini merupakan pusat penjualan kue-kue dan makanan ringan. Kue maksubah, delapan jam, sarikaya, engkak dan lain-lainnya bisa ditemui di sini
Hal yang menyenangkan saat belanja di Pasar Cinde adalah berbagai barang dagangan yang dijual kualitasnya cukup bagus, timbangannya juga tidak pernah kurang dan harganya juga lebih miring daripada tempat lain.
Rencana renovasi
Sejak beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Palembang telah menggulirkan rencana untuk merenovasi pasar ini. Memang di beberapa bagian, bangunan pasar ini sudah cukup rusak dan bisa membahayakan pedagang maupun pengunjung pasar. Kondisinya juga terlihat kumuh.
Pasar ini rencananya akan dibangun 4 tingkat dengan lahan parkir yang agak luas. Konon para pedagang di Pasar Cinde sudah menyetujui rencana tersebut, dengan syarat selama renovasi mereka mendapat tempat relokasi agar tetap bisa berjualan dan setelah renovasi selesai mereka bisa kembali menempati pasar tersebut.
Kita tentu berharap renovasi tersebut bisa berjalan lancar. Relokasi pasar bisa berjalan dengan baik, juga nanti setelah renovasi selesai semua pedagang pasar juga mendapat tempat jualan yang lebih baik.
Selain itu, para pedagang juga tidak dibebani untuk menebus kios dengan harga yang tinggi di luar kemampuan mereka. Karena hal-hal seperti ini sering terjadi pada renovasi pasar di tempat-tempat lain. Banyak di antara pedagang yang tidak mampu menebus kios atau lapak mereka setalah pasar direnovasi. Akhirnya kios atau lapak tersebut jatuh kepada mereka yang bermodal kuat.
Kios-kios pasar yang harusnya menjadi lahan para pengusaha kecil dan menengah serta tempat bertransaksi semua lapisan masyarakat, akhirnya menjadi tempat yang asing dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang tertentu saja.
Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi pada renovasi Pasar Cinde di Palembang.
Saya berharap, Pasar Cinde tetap menjadi tempat yang akrab dan hangat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H