Sabtu sore 29 Oktober 2011 lalu Jakarta sangat cerah. Tidak ada mendung sedikit pun menggelayut di langit, padahal sebelumnya hampir setiap hari Jakarta selalu diguyur hujan deras.
Sore itu, sehabis mengikuti sebuah workshop, saya menyempatkan diri jalan-jalan ke Ocean Ecopark, satu destinasi eko-wisata baru di Ancol yang berdiri di atas tanah bekas lapangan golf seluas 33,6 ha. Saya ingin melihat kondisi terkini Ocean Ecopark dan menonton serunya “Timun Emas” di Fantastique Multimedia Show, wahana baru unggulan atraksi malam hari di kawasan tersebut.
[caption id="attachment_143247" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar 1 : Fantastique Multimedia Show"][/caption] Tanggal 25 Agustus 2011 lalu, sebenarnya saya punya kesempatan untuk menonton “Timun Emas”, ketika manajemen Ancol dan Kompasiana mengundang para kompasianer berbuka bersama sekaligus menikmati pertunjukan tersebut, namun sayang pada saat itu saya tidak bisa datang.
Sejak pukul 17.00, penonton sudah mulai berdatangan, ada yang sendirian, berdua dengan pasangan, bersama keluarga dan ada juga yang datang dalam rombongan agak besar. Di antara mereka, tampak juga wajah-wajah berkebangsaan asing, ada bule, bermata sipit dan yang jumlahnya cukup banyak adalah pengunjung dengan tampang Timur Tengah, ini bisa dilihat dari pakaian dan bahasa yang mereka gunakan.
Tepat pukul 18.30 pintu Fantastique dibuka, para penonton antri dengan tertib memasuki arena melalui dua pintu yang disediakan, mereka kemudian memilih tempat duduk masing-masing. Malam itu hampir semua sudut tribun dipenuhi penonton, jumlahnya saya kira lebih dari 1.000 orang.
[caption id="attachment_143248" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar 2 : Penonton memenuhi seluruh tempat duduk di tribun penonton"][/caption] Tepat pukul 19.00 pertunjukan dimulai dengan ditandai bunyi gong yang menggelegar dan sempat mengagetkan sebagian penonton.
Timun Emas yang Fantastis
Timun Emas adalah legenda asli Indonesia yang ceritanya sudah sangat populer. Di Fantastique, dongeng tradisional ini dikemas ulang menjadi sebuah tontonan yang fantastis dan menakjubkan.
Pertunjukan ini berkisah tentang seorang gadis, Timi Emi, yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran Buto Ijo yang ingin menjadikannya sebagai istri. Gadis cantik, lincah dan pandai menyanyi ini tentu saja tidak sudi berada dalam cengkraman raksasa yang tidak baik budi tersebut. Ia terus berusaha melarikan diri, tetapi Buto Ijo tidak begitu saja mau melepaskan buruannya.
[caption id="attachment_143268" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar 3 : Temi Emi sedang bermain bersama teman-temannya"][/caption]
Kisah kejar-kejaran yang akhirnya berubah menjadi perlawanan ini menjadi sangat seru dalam pertunjukan ini. Bumbu permainan laser dengan aneka warna, setting panggung yang apik, tata cahaya, api yang berkobar, semburan air kolam yang cukup kencang hingga sampai ke tribun penonton, permainan kembang api serta paduan pentas drama dan sendratari, menjadikan pertunjukan ini menjadi lain daripada yang lain. Sosok Buto Ijo yang tinggi besar dan wajahnya menyeramkan ditampilkan begitu nyata melalu sorotan sinar laser.
[caption id="attachment_143269" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar 4 : Sosok Buto Ijo digambarkan begitu nyata dalam sorotan sinar laser"][/caption] Singkat cerita, dengan bermodalkan garam, biji cabe, biji timun suri dan terasi dari ibunya, dan bantuan dua teman setianya, Limbi dan Cepi, serta tiga teman binatang kesayangannya, Dolfin, Doki dan Kombi, akhirnya Temi Emi berhasil selamat.
Senjata pertama yang dipakai adalah garam, begitu Temi Emi melemparnya, tanah di sekitar Buto Ijo langsung berubah menjadi lautan. Buto ijo sempat tenggelam dan megap-megap, tetapi kemudian ia berhasil menyelamatkan diri. Setelah itu perangainya menjadi semakin beringas. Ia akan menghancurkan segala sesuatu yang dianggap menghalangi segala kemauannya.
Temi Emi hampir putus asa ketika dua senjata berikutnya, yaitu biji cabe dan timun suri, tetap tidak bisa melepaskannya dari kejaran Buto Ijo. Setengah pasrah dan ragu-ragu, akhirnya ia melemparkan senjata terakhirnya terasi ke arah Buto Ijo. Ajaib, tanah di sekitar Buto Ijo langsung berubah menjadi kubangan lumpur dan Buto Ijo terseret ke dalamnya. Raksasa itu tersungkur dengan cara mengenaskan.
Tontonan yang Menghibur
Sebagai sebuah tontonan, pertunjukan malam itu sangat berhasil. Dari mulai awal hingga akhir para penonton terlihat sangat menikmati semua yang disajikan dalam acara tersebut. Tidak ada satu penonton pun yang beranjak meninggalkan tempat duduk mereka. Sesekali terdengar penonton yang tertawa melihat kelucuan-kelucuan yang ditampilkan, sesekali terdengar jeritan kaget dan banyak juga yang berteriak histeris ketika air dari kolam menyembur deras ke arah penonton.
[caption id="attachment_143357" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar 5 : Begitu pertunjukan usai, penonton berhamburan ke arah panggung"][/caption] Ketika pertunjukan selesai, hampir semua penonton langsung berhamburan ke panggung. Mereka ingin mengetahui lebih jauh panggung yang ditata dengan sangat bagus dan tentu saja para pemainnya. Mereka kemudian berfoto bareng dengan para pemain Fantastique yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng yang pada malam itu tampil dengan kostum unik.
Beberapa Catatan
Di luar fantastisnya pertunjukan, saya mencatat beberapa hal yang saya pandang perlu menjadi perhatian dari manajemen Ancol berkaitan dengan wahana baru tersebut.
Sekitar pukul 20.00, setelah pertunjukan usai dan mengambil beberapa gambar di panggung, saya langsung keluar menuju halte bus shuttle yang biasa mengantarkan pengunjung ke halte bus Trans Jakarta. Tetapi malam itu saya agak kecewa karena bus tersebut, menurut informasi yang saya terima, ternyata hanya beroperasi sampai pukul 19.00. Para pengunjung Fantastique harus mencari moda angkutan sendiri untuk bisa sampai ke halte Trans Jakarta, padahal jarak antara halte Trans Jakarta dengan arena Fantastique ternyata cukup jauh.
Kekecewaan serupa juga terlihat pada wajah beberapa penonton. Mereka kemudian ada yang memilih berjalan kaki atau naik taksi, saya sendiri memilih naik ojek yang saya temui ketika saya berjalan. Para penonton tentu akan merasa lebih nyaman, jika ada bus shuttle yang siap mengantar mereka ke halte Trans Jakarta atau pintu keluar lainnya.
Selain itu, penerangan jalan di luar arena Fantastique juga sangat minim. Di sekitar arena, penerangan memang cukup terang, tetapi begitu menjauh sedikit saja, jalanan terlihat begitu sepi dan gelap, keadaan ini tentu mengurangi rasa aman dan nyaman penonton.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian, adalah minimnya informasi, entah itu berupa brosur atau buku kecil lainnya, tentang cerita yang disuguhkan.
Bagi kita penonton Indonesia, keadaan ini mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi bagi pengunjung yang berkebangsaan asing yang malam itu jumlahnya cukup banyak, saya tidak begitu yakin mereka dapat menangkap alur cerita secara utuh. Pada saat show, bagian inti cerita semuanya disampaikan dalam bahasa Indonesia, hanya pada narasi prolog dan epilog, ada terjemahan narasinya dalam Bahasa Inggris. Sinopsis dalam bahasa Inggris, Arab atau bahasa lainnya saya yakin sangat bermanfaat bagi para pengunjung asing.
Terakhir, saya berharap Fantastique juga mau menggarap cerita lain selain Timun Emas, sebut saja misalnya cerita Sangkuriang, Malin Kundang, Roro Jonggrang, Ajisaka dan lain sebagainya. Negeri kita sangat kaya dengan khazanah dongeng tradisional yang muatan moralnya sangat baik untuk pendidikan generasi muda.
Tulisan lain tentang Ancol :
Ada Taman Komodo di Ocean Ecopark Ancol
Share :
1. Facebook :http://www.facebook.com/profile.php?id=100001678724457
2. Twitter : https://twitter.com/#!/aaljohan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H