Pada musim haji tahun 2013/1434 H ini, pemerintah menggunakan 2 maskapai penerbangan untuk mengangkut pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji Indonesia yang berjumlah sekitar 168.800 orang, yaitu Garuda, maskapai kebanggaan Indonesia dan Saudia, maskapai milik Arab Saudi.
Saya dan seluruh jamaah yang berasal dari Jawa Barat diterbangkan dengan pesawat Saudia untuk berangkat-pulang haji tersebut. Rombongan saya berangkat tanggal 20 September dan pulang tanggal 31 Oktober.
[caption id="attachment_293656" align="aligncenter" width="520" caption="Pesawat Saudia siap menerbangkan jamaah haji ke Madinah"][/caption] Dari informasi yang saya dengar ada beberapa perbedaan perlakuan terhadap jamaah yang menggunakan dua maskapai penerbangan tersebut. Saya mencatat paling tidak ada dua perbedaan yang cukup mencolok.
Yang pertama adalah masalah tempat landing pesawat. Semua pesawat Garuda gelombang pertama yang tujuan pertamanya Madinah mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Dari Jeddah ke Madinah yang jaraknya sekitar 450 km diangkut dengan bus yang menempuh waktu sekitar 6-7 jam.
[caption id="attachment_293659" align="aligncenter" width="520" caption="Suasana di dalam pesawat"]
Demikian juga saat kepulangan, jamaah gelombang dua yang mengakhiri perjalanan ibadah haji di Madinah yang menggunakan pesawat Garuda, harus balik lagi ke Jeddah lagi. Sementara yang menggunakan pesawat Saudia, langsung terbang dari Madinah.
Yang kedua adalah soal jatah air zamzam. Jatah untuk jamaah haji yang menggunakan pesawat Garuda mendapat bagian 5 liter zamzam, sementara yang naik Saudia mendapat 10 liter. Air zamzam tersebut dibagikan di debarkasi masing-masing.
Sebagai anggota jamaah yang menggunakan pesawat Saudia saya tentu sangat bersyukur karena saya mendapat dua keistimewaan tersebut, hal yang tidak didapat oleh mereka yang menggunakan Garuda.
Bagi saya pribadi, hal tersebut semestinya tidak perlu terjadi karena sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan di kalangan jamaah. Semua jamaah haji, baik yang naik Garuda atau Saudia, telah memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah dipersyaratkan oleh pemerntah sebagai penyelenggara ibadah haji. Tetapi kenapa pemerintah justru membiarkan terjadinya praktek diskrimasi semacam itu.
Atas dasar apa pemerintah menetapkan bahwa jamaah daerah A menggunakan Garuda sedang yang lainnya menggunakan Saudia. Jarak Jeddah-Madinah bukan jarak yang dekat, demikian juga masalh selisih air zamzam yang 5 liter itu sebenarnya juga bukan masalah kecil. Di Makkah dan Madinah, air zamzam memang gratis, tetapi di Indonesia harganya cukup mahal.
[caption id="attachment_293668" align="aligncenter" width="520" caption="Pesawat Saudia mendarat di Bandara AMAA Madinah"]
Kalau disuruh memilih, saya yakin jika semua jamaah tahu adanya perbedaan perlakuan tersebut, tentu akan lebih memilih pesawat Saudia. Mereka bisa turun dan terbang langsung dari Madinah dan mendapat jatah air zamzam sebanyak 10 liter.
Mudah-mudahan hal seperti ini tidak terulang lagi di masa datang. Sangat ideal jika semua jamaah haji diturunkan di bandara yang sama, juga masing-masing mendapat jatah air zamzam yang sama. Kalau 5 liter ya 5 liter semua, kalau 10 ya 10 semua.
Ini salah satu PR yang harus diselesaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu dan tim.
Catatan haji lainnya :
1. Bakhutmah, Kawasan Pemondokan Haji di Kota Makkah
2. Di Makkah, Harga Air Kencing Unta Lebih Mahal dari Harga Susu Unta
3. Bagaimana Cara Jamaah Haji Makan Selama di Tanah Suci
4. Menengok Bekas Rumah abu Jahal
5. Naik Haji, Mandiri atau Ikut KBIH
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI