Selama tiga tahun tinggal di Palembang dari tahun 2001 hingga 2004, saya dan keluarga punya banyak kenangan indah. Hubungan kami dengan teman-teman dan tetangga di Palembang hingga kini masih terjalin akrab.
Anak pertama saya masih intens berhubungan dengan teman-temannya sewaktu SD di Palembang. Mereka kini, seperti anak saya, telah duduk di bangku perguruan tinggi di berbagai kota. Saya sendiri juga masih sering melakukan kontak dengan teman-teman yang pernah bekerja bersama disana.
Hari Jumat lalu (7/02/2014), tiba-tiba saya mendapat kiriman paket berisi pempek yang paling terkenal di Palembang dari seorang teman, sebut saja Pak Toni. Sebenarnya sejak enam tahun lalu saya tak pernah lagi berhubungan dengan dia sejak saya kehilangan nomor kontak dia, karena ponsel saya dicopet orang di kereta listrik Depok - Jakarta. Karena itu, hingga hari ini saya belum bisa mengucapkan terima kasih kepadanya atas kiriman paket yang membuat keluarga saya sangat bergembira.
Teman yang mengirim paket tersebut nampaknya sedang mencoba kehandalan layanan kiriman Pos Express sehari sampai di Kantor Pos Palembang. Layanan ini terutama ditujukan untuk menggarap pasar kiriman kuliner khas Palembang yang banyak diminati konsumen di berbagai kota di Indonesia. Beberapa jenis kuliner Palembang yang laris dan sering dikirim ke berbagai kota selain pempek, adalah tekwan, kemplang dan lempok durian.
Selain kantor pos, perusahaan lain semacam TIKI dan JNE, juga punya layanan yang khusus untuk menggarap pasar kuliner ini.
Layanan ini sangat membantu mereka yang ingin mencicipi makanan khas daerah lain tanpa harus pergi ke daerah tempat makanan tersebut berasal.
Untuk memesan rendang atau keripik sanjai Padang misalnya, kita cukup memesan secara online kepada para penjual makanan di tempat asalnya, perusahaan kurir akan dengan senang hati mengantarkan pesanan tersebut kepada kita.
***
Menyantap pempek asli Palembang tentu berbeda dengan pempek yang dijual di berbagai tempat di Depok dan di Jakarta. Saya dan istri termasuk sering berburu pempek yang rasanya mirip dengan yang sering kami makan di Palembang dulu. Ada beberapa yang mendekati rasa aslinya, tapi banyak juga yang kw, alias berbeda jauh dengan aslinya.
Gambar-gambar di bawah ini adalah dokumentasi unpacking, pembukaan kirimanpaket pempek dari Pak Toni, teman saya di atas. Kami sekeluarga membuka kiriman pempek, mencuci, menggoreng dan akhirnya menyantap pempek Palembang tersebut dengan penuh antusias.
Kiriman tersebut dikirim pada hari Kamis, tanggal 6 Februari 2014 dan sampai di tangan saya pada hari Jumat, tanggal 7 Februari 2014, tepat waktu. Kiriman makanan adalah kiriman yang sangat sensitif dengan waktu, jika waktu tempuhnya lewat sehari saja, maka kiriman tersebut bisa basi dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Pempek yang terdiri dari pempek jenis lenjer, adaan dan kapal selam dibungkus di dalam plastik dan dilumuri sagu. Sagu, selain membuat pempek tidak lengket satu sama lain, juga bisa berfungsi sebagai bahan pengawet alami. Sementara, air cukanya dibungkus tersendiri dalam plastik yang cukup kuat.
Kedua jenis kiriman tersebut dimasukkan dalam kardus dan dibungkus lagi dengan plastik luar, sebagai antisipasi jika plastik cuka di dalam bocor atau pecah maka tidak akan mengenai atau mengotori kiriman lain.
[caption id="attachment_311353" align="aligncenter" width="520" caption="Kiriman paket pempek Palembang telah dibuka"][/caption]
Setelah itu kiriman dibungkus dengan pembungkus khusus dan diberi catatan bahwa kiriman tersebut bersifat urgen dan harus segera disampaikan kepada penerima.
Sebelum digoreng, pempek yang ditaburi dengan tepung sagu tersebut harus dicuci dengan air dingin terlebih dahulu. Jika tidak akan langsung dimasak, pempek bisa disimpan di kulkas. Penampakan pempek sebelum dan sesudah dibilas dengan air dingin.
[caption id="attachment_311354" align="aligncenter" width="520" caption="Pempek yang dilumuri sagu harus dicuci lebih dahulu sebelum digoreng"]
[caption id="attachment_311355" align="aligncenter" width="520" caption="Pempek yang telah dicuci siap digoreng"]
Setelah itu pempek siap digoreng. Menggorengnya juga tidak memakan waktu lama, karena pempek adalah makanan yang sudah dimasak sampai matang. Di Palembang dulu, saya malah sering menyaksikan orang makan pempek tanpa digoreng lebih dahulu.
[caption id="attachment_311356" align="aligncenter" width="520" caption="Tampilan pempek setelah digoreng, siap dimakan dengan cuka"]
Setelah digoreng, pempek siap disantap. Masing-masing kami, saya, istri dan anak-anak mendapat bagian 5 potong pempek. Sebenarnya masih kurang dengan jatah tersebut, tetapi cukup untuk mengobati rasa kangen kami menyantap pempek asli dari Palembang.
[caption id="attachment_311357" align="aligncenter" width="520" caption="Pempek Palembang asli, hmmm..."]
Kemarin memang kami tidak menggoreng semua kiriman pempek, sebagian masih disimpan. Menurut rencana ada seorang saudara yang juga maniak pempek akan datang ke rumah dan ikut gabung menyantap pempek.
Terima kasih ya Pak Toni, sementara saya hanya bisa mengucapkan lewat tulisan ini. Insyaallah Tuhan membalas amal bapak dengan sesuatu yang lebih baik.
Mudah-mudahan suatu saat saya bisa punya kesempatan lagi ke Palembang dan bertemu dengan Pak Toni, entah melalui pesawat atau lewat darat. Kalau itu terjadi, kita bisa panjang lebar bercerita tentang perjalanan hidup masing-masing kita setelah 10 tahun tidak bertemu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H