Mohon tunggu...
Al Iz Kusuma
Al Iz Kusuma Mohon Tunggu... -

pen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balai Hujan

5 Oktober 2014   01:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:21 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang sekarang. Jadi gugup, belum makan, mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan dengan tergesa-gesa agar tidak telat nanti sampai ke kampus.

1 jam berlalu aku sudah sampai kampus dan mengikuti beberapa mata kuliah. Beranjak dari halaman kampus aku berniat untuk pulang saja karena semua mata kuliah hari ini sudah selesai. Baru jam 17.45 sholat magrib di masjid waktu pulang aja batinku.

Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapati langit semakin gelap dan rintik-rinrik air mulai membasahi kaca helm. Kontan laju motorku pun semakin aku kencangkan agar tidak kehujanan karena aku tidak bawa jas hujan dan rumah masih jauh.

Baru saja aku berfikir begitu hujan sudah turun dengan sangat derasnya hingga bajuku pun basah kuyup. Yang terlintas di fikiranku hanyalah mencari tempat berteduh paling dekat dan tak kuduga mataku tertuju pada sebuah balai yang berada ditepi jalan dengan beberapa orang yang telah berteduh disana mendahuluiku.

Langsung saja motorku kuparkirkan di halamanya. Dingin sekali sore ni, sudah hujan anginya kencang pula. Aku pun berusaha menghangatkan tubuhku dengan Menggosokkan kedua tanganku. Lama sudah aku menunggu, tapi hujan tak kunjung reda hingga waktu sudah menunjukkan pukul 18.40 kontan aku pun tersadar kalau aku belum sholat magrib tadi.

Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti ada yang mengganjal di batinku yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga. Bingung lagi deh mau sholat dimana ini? waktu magrib sudah akan habis, hujan turun dengan sangat deras sekali. Aku menengokkan kepalaku jauh ke ujung jalan berharap ada mushola di dekat sini. Tapi sejauh mata memandang tidak ada satu pun mushola atau masjid yang terlihat.

Tak lama kemudian aku mulai duduk dan melihat aktifitas orang di sampingku yang melihat-lihat seperti aku tadi. Jenuh rasanya berteduh lama begini. Jadi aku pun merebahkan tubuhku di lantai balai tersebut. Saat aku merebahkan tubuhku ke lantai, aku baru sadar kalau balai itu bersih juga. Kenapa tidak terfikirkan sholat di sini saja. Balai ini bersih dan eang tidak ada seorang pun yang berteduh disi yang memakai alas kakinya memasuki balai ini, karena kami cuma duduk di samping-samping saja. Lalu aku pun mengambil air wudhu dengan air hujan yang turun dengan deras dari pipa genteng tanpa memperdulikan orang-orang di sampingku yang semenjak tadi memperhatikanku saja. Peduli amat, kenal juga tidak. Aku pun memakai jaket-ku yang agak basah untuk kupakai sebagai alas dan aku sholat sendiri membelakanngi orang-orang yang sedang berteduh, yang semakin lama semakin banyak karena hujan tak kunjung reda.

Ku coba mengkhusukkan sholatku dalam dinginya angin malam yang membuat tubuhku menggigil. Hari mulai gelap dan suara hujan terdengar bising sekali. Usai raka’at pertama konsentrasiku terganggu oleh seseorang yang menepuk pundak kananku. Aku jadi bingung apa maksud dari orang itu, apakah orang itu mau mencegahku, mengingatkanku, ataukah hendak ikut sholat di belakangku?. Dan pertanyaanku terjawab dengan sebuah tepukan lagi. Aku yakin orang ini hendak ikut sholat di belakangku. Akhirnya aku pun mengubah niatku menjadi seorang imam dan mengeraskan bacaanku. Dua rakaat terakhir pun usai dan aku mengucap salam. Setelah itu aku berdo’a agar hujan cepat reda dan aku bisa pulang dengan selamat, karena hujan kali ini mengerikan sekali.

Sembari mengusap wajahku setelah berdo’a aku memalingkan badan untuk sekedar berjabat tangan dengan dua orang yang ikut sholat bersamaku tadi. Aku pun kaget seakan tidak percaya kalau ternyata orang yang ikut sholat di belakangku bukan hanya dua orang, akan tetapi ada 19 orang. Di atas keherananku aku sangat merasa bahagia bisa menjadi imam sholat disaat dan dikondisi seperti itu. Tawa kecil terbesit di hatiku seakan tidak percaya. aku pun menyalami beberapa orang di belakangku sambil kembali kearah motorku terparkir. kotor sekali motorku karena kehujanan. Seakan Tuhan mengabulkn permohonanku secara cash, hujan pun seketika itu reda.

Senang sekali akhirnya bisa segera pulang, sudah jenuh disi menunggu terlalu lama. Aku pun perlahan membersihkan dan memakai sepatuku yang lusuh dengan tanah.
“habis kuliah ya mas?” aku menoleh dan mencari sumber suara dari kerumunan orang itu. “Iya mas” jawabku dengan tersenyum pada orang yang sedang memakai jaket basahnya. “kuliah dimana mas?” tanyanya lagi. “Di ****** mas” jawabku dengan singkat. “loh kok sama, aku juga kuliah disana, tapi sudah lulus. aku pun mengurungkan niatku untuk pulang sejenak dan melanjutkan obrolnku dengan orang tadi. Obrolan kita yang berlanjut begitu lama hingga berganti dengan canda’an bersama orang yang lain hingga malam pun tiba. Dan kami mulai beranjak pergi dari balai bersama-sama dengan lambaian tangan yang tinggi serta senyuman.
Seperti ada ikatan emosional yang terbentuk begitu saja, entah apa itu namanya aku tak mengerti..

A l iz Kusuma

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun