Mohon tunggu...
Aliyya Hanafie
Aliyya Hanafie Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Simpel, Sederhana, Ceria dan kata orang sedikit Kaku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dongeng Ketika Hujan

7 Mei 2012   06:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:36 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1336372591148611694

Hujan kali ini turun begitu pagi, awan menghitam dimana-mana

Begitu juga didepan rumahku, kolam memercikan air yang jatuh diatasnya,

ikan menari mengikuti irama lantunan gemercik gerimis yang kian membesar

mentari tidak turun dibumi kali ini, hangatnya tersimpan rapat-rapat.

Petani dan katak bersautan bersyukur atas karuniaNya.

Sedang dipojok bumi lain menangis dibawah rinai hujan yang menenggelamkan baju, buku,  panci dan mainan bebek itu...

ah tidak sedikit juga yang lebih memilih untuk tetap dibawah selimut hangatnya, dari pada berbecek-becek ria memainkan air yang menggenang.

Hujan tetap membuat ku indah, damai dan sejuk karena aku bisa menyampaikan rindu ku pada pelangi, pada teriakan tawa di bawah talang rumah, serta pada kawan yang mengejar asa.

Hujan kau datang dengan membawa RahmanNya untuk disampaikan kepenghuni  bumi,

menyapa ilalang dipinggir jalan, anjing liar mencari makan, serta pengemis di kolong jembatan itu.

Tetanggaku masih setia dengan pekerjaannya, hujan tak membuatnya berhenti menanggalkan palu itu. Yang diadukannya dengan kuat pada paku mennembus kedalam balok kayu yang segera harus diselesaikannya.

Tau kah kalian, tetanggaku yang lain dia memanfaatkan momen hujan dengan berjulan bandrek dan gorengan ubi yang kami sebut ‘ledreng’, ini  cocok sekali dimakan dengan wedang bandrek.

dan itu semakin membuatku rindu hujan di desa.

‘ Ledreng ‘ ah nama yang sangat kampungan sekali, sama dengan asalku yang jauh dari hiruk pikuk kota, entah sekarang, sama halnya dengan nasib ‘ledreng’ ku yang sudah tak dijula lagi oleh tetangga ku itu

Hujan mengartikan masih adanya kasih sayang sang Maha, dan akan selalu ada bagi umatnya yang berfikir. “ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan “.

Hujan, hujan, hujan takan pernah habis dongeng tentang mu.

Dan mungkin sesekali petir datang untuk lebih menyemarakan hujan yang turun ke bumi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun