Mohon tunggu...
Ali Yasin
Ali Yasin Mohon Tunggu... profesional -

Peminat perubahan sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rokok dalam Pemilu 2014

4 April 2014   02:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa tak kenal rokok? Lintingan tembakau itu adalah benda yang mudah ditemui di setiap sudut kehidupan di nusantara. Anak muda, orang tua, ABG, bahkan kaum perempuan sebagian banyak menghisapnya. Rokok telah menjadi bagian dari kehidupan manusia Indonesia. Tingginya kebutuhan menjadi perusahaan rokok terus meraup untung.

Negara pun diuntungkan dengan penerimaan cukai. Pada tahun 2013 negara mentargetkan penerimaan cukai lebih dari Rp. 100 trilyun. Angka  fantastis bagi pemasukan APBN. Rumusnya, semakin banyak rokok yang dijual dan dikonsumsi masyarakat, tentu akan semakin tinggi pula pajak yang diterima negara.

Rokok benar-benar menjadi idola. Termasuk dalam kampanye Pemilu 2014. Dalam proses penggalangan massa, nyaris benda tersebut selalu ada. Caleg ataupun bakal pendukungnya berkomunikasi dalam bahasa rokok. Istilah " ada uang rokok gak?" adalah bahasa sandi. Terjemahannya tentu tak diperdebatkan.

Bahwa sang caleg tak hanya pandai menyampaikan visi dan misi, tetapi juga membagikan sejumlah uang yang sekurang-kurangnya untuk beli rokok. Maka, rekaman di televisi bisa menjadi bukti betapa rokok menjadi bagian tak terpisah dalam kegiatan politik. Kampanye terbuka ataupun tertutup selalu diwarnai kepulan asap.

Rokok seakan menjadi pemersatu dukungan. Ia menjadi bahasa universal yang mudah dipahami. Seakan-akan, tak bisa mengumpulkan massa jika tak ada uang rokoknya. Pertanyaanya, berapakah untung yang diraih perusahaan rokok dalam kampanye Caleg 2014? ya tentu saya tak begitu tertarik untuk membahasnya detail.

Saya lebih tertarik tentang dampak negatif rokok sebagai bahasa universal berpolitik. Kita tahu negara kita memang terus terpuruk dalam pencapaian pendapatan APBN. Berbagai sektor terus digenjot, tapi tampaknya tak semanis diatas kertas. Wajar jika rokok menjadi salah satu andalan.

Namun, dampak buruk penggunaan rokok bagi kesehatan tubuh harusnya menjadikan caleg sadar. Mereka adalah bakal pemimpin. Tentu butuh kesehatan yang prima. Bagaimana jika ketika terpilih kesehatannya justru terganggu oleh karena tingginya konsumsi rokok sehingga berakibat pada potensi stroke, serangan jantung dan bahaya kesehatan lainnya.

Penggunaan rokok memang terus mengundang polemik. Tetapi bicara penyehatan generasi, tentu kita harus berpikir panjang dari sebuah kenikmatan sesaat yaitu menghisap. Apapun dan bagaimanapun kandungan tar dan nikotin tetap membahayakan kesehatan tubuh.

Jika kita memiliki calon pemimpin yang tak bisa memberi contoh bagi kesehatan tubuh yang lebih baik, saya pribadi tak akan mendukungnya. Selain kecerdasan, komitmen, kita butuh pemimpin yang sehat dan bisa menyehatkan. Kuncinya ya keteladanan dari diri sendiri.

Saya bayangkan, jika ada caleg yang berkampanye mendukung hidup sehat dengan menjauhi kebiasaan merokok, maka saya akan salut seribu salut meski dia tidak populer di mata pemilih. Bagaimanapun, dia telah menegaskan prinsip kesehatan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun