Teori konstruktivisme yang berasal dari sosiologi awalnya. Sebagai teori jalan tengah, dalam memahami teori konstruktivisme, kaum yang mendukung teori ini ingin memberi alternatif bahwa dunia ini ga bisa dilihat dalam rasionalis dan materialistis saja. Materialis kan mengarah pada power, keamanan, senjata, uang. Rasionalis, kalau kerjasama tidak menguntungkan tidak perlu dilanjutkan.Â
Konstruktivisme ini menolak 2 paham itu. Paham ini sudah dikenal sejak pasca parang dingin. Salah satu pencetusnya ialah Alexander Wendt (1992), tokoh paling terkenal dalam paham ini mengatakan bahwa dunia yang anarki ini tak terjadi begitu saja, tapi negara yang membuatnya begitu. Kemudian paham ini menjadi laris manis dalam kalangan penstudi HI, karena akademisi tak puas dengan realisme dan liberalisme yang dianggap tak bisa menjawab secara menyeluruh fenomena dalam HI.Â
Terdapat beberapa kunci konstruktivisme yang relevan dalam studi HI. Pertama, share ideas, bahwa negara membawa identitasnya masing-masing. Misal Indonesia membawa identitas pancasila, poin poinnya saja inmaterialis, apakah nilai-nilai itu hanya Indonesia yang punya? Negara lain punya, tapi mungkin dasarnya bukan pancasila.Â
Kedua, Identitas dan kepentingan aktor-aktor dalam dunia internasional ada struktur sosial ada interaksi yang dibangun dengan identitas yang sama, dan itu dikonstruksi bersama, bukan tiba tiba ada. Agen-agen yang membentuk dunia sosial ini.Â
Hal ini ketiga, dunia sosial bukan sesuatu yang given.Â
Keempat, aktor dalam HI menentukan identitasnya, kepentingannya, hingga tindakannya. Misal Indonesia, pemimpinnya presiden, Pak Jokowi, ia adalah aktor dalam hubungan internasional. Identitas yang dibawa pak Jokowi akan menentukan tindakan apa yang akan diambil. Bagaimana sikap dan responnya terhadap sesuatu.Â
Kelima, jika rasionalis --positivis mendoktrinkan bahwa struktur internasional tidak lain merupakan distribusi kapabilitas material, konstruktivis meyakini sebaliknya bahwa struktur internasional adalah distribusi ide, dan negara-negara berindak mengikuti pola persebaran ide.Â
Sebagai contoh, Malala, bagaimana ia membawa perubahan di Pakistan dengan ide dari Malala bahwa menghapus diskriminasi perempuan, diperbolehkan untuk mengakses sekolah. Ide ini kemudian dapat dinilai sebagai identity, identitas yang diangkat ialah perempuan. Awalnya ide ini tidak diperhatikan, namun kemudian karena adanya persebaran ide maka ide ini mampu menimbulkan perubahan.Â
Pada intinya, Konstruktivis melihat bahwa sikap dan perilaku negara itu dibentuk. Tandanya bahwa kekuasaan bukan terletak pada hal materiil, bisa jadi ia tidak sekuat Amerika Serikat secara militer tetapi memiliki pengaruh  yang kuat untuk menaikkan suatu isu, atau memberikan perubahan gagasan di kancah dunia. Terlihat bahwa Anies ingin mencoba membawa pengaruh Indonesia dengan soft power kekuatan selain militer. Misal dia menyebutkan dengan budaya, perfilman, dan diaspora. Ia juga menyebut Presiden merupakan panglima diplomasi, hal ini menunjukkan pendekatannya yang nirmiliter atau bisa disebut juga non kekerasan.
Sebagai kesimpulan menurut saya pendekatan Prabowo dan Ganjar dalam dunia internasional adalah realis sedangkan Anies adalah Konstruktivis. Mana yang lebih baik diantara itu semua? Beri pendapat kamu di kolom komentar di bawah, mari kita berdiskusi untuk meluaskan wawasan dan mempertajam akal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H