Mohon tunggu...
Aliya Hamida
Aliya Hamida Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Enthusiast

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Spillover Effect Konflik Rusia-Ukraina dalam Keamanan Ekonomi

8 Maret 2022   06:53 Diperbarui: 8 Maret 2022   06:59 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan : Kenaikan Harga/Dok Refinitiv Datastream/Karin Strohecker

Gandum (kuning) Index Harga Pangan FAO (Biru)

Konflik Rusia-Ukraina, bukan hanya konflik di wilayah nan jauh disana. Kita juga bisa terkena imbasnya. Bukan hanya keamanan Ukraina yang terancam ketika Rusia melakukan invasi, rasa  tidak aman seakan menyebar ke segala penjuru dunia. Bicara tentang keamanan, munculnya keamanan non-tradisional atau bergesernya national security ke arah human security menjadi fenomena yang selalu diperbincangkan dalam studi Ilmu Hubungan Internasional. Keamanan bukan lagi militer dan kekerasan saja, segala bidang diperbincangkan. Fakta yang lebih menarik, aspek dari keamanan tradisional dapat masuk juga menjadi human security. Militer dan ekonomi tidak hanya mengancam negara tapi juga mengancam individu (Cable, 1995). Perang yang kini sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina tak hanya mengancam bidang militer saja tetapi juga bidang lainnya termasuk ekonomi. Tidak berhenti disitu saja, ekonomi bak jantung dari kehidupan manusia. Bicara pasokan makanan, kita bicara tentang ekonomi. Harga minyak goreng yang melonjak, tak lepas merupakan suatu fenomena ekonomi. Lantas bagaimana konflik Rusia-Ukraina menjadi ancaman ekonomi di lingkup internasional hingga individu?

"Perdagangan Internasional hancur selama perang sipil", sebuah pernyataan yang muncul dalam tulisan berjudul "Civil Wars and International Trade" karya P Martin tahun 2008. Perang selalu memiliki dampak buruk pada perekonomian. Temuan tersebut merupakan hasil atas penelitian para ekonom pasca Perang Dunia. Salah duanya tulisan "Turning Points in the US Civil War: Views from the Grayback Market" oleh Weidenmier (2002) dan "Turning Points in the Civil War: Views from the Greenback Market" oleh Williard, Guinnane dan Rosen (1996). Mereka menyadari akibat perang dunia yang besar perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian tersebut sampai pada kesimpulan perang berdampak negatif pada ekonomi. Tidak hanya pada nilai mata uang, tapi juga inflasi, krisis, bahkan Scheneider dan Troeger (2006) menyertakan pasar saham yang juga terdampak dalam ketiga perang dunia (PD I, PD II dan Perang Dingin). Semua aktivitas ekonomi atau yang berkaitan langsung tak langsung dengan aktivitas ekonomi terdampak dalam konteks buruk. Analisis Ekonometris ala Arellano-Bond (1991) yang mulai diperkenalkan dalam karyanya "Some Tests of Specification for Panel Data: Monte Carlo Evidence and an Application to Employment Equations" digunakan Farr, Lord dan Wolfenbarger (1998), Roll dan Talbott (2003), Thies (2007), Xu dan Li (2008) untuk menemukan adakah pengaruh perang terhadap pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan dalam Produk Domestik Bruto yang dikenal dalam singkatan bahasa Inggris sebagai GDP. Kesemuanya menemukan adanya politik bebas tanpa perang memiliki dampak positif pada pertembuhan ekonomi dan berlaku sebaliknya, jika politik di suatu negara ada dalam cengkraman musuh atau dalam kondisi perang maka berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi.

Reuven Glick (The Federal Reserve Bank of San Fransisco) dan Alan M. Taylor (University of California) pada tahun 2005 dalam "Collateral Damage: Trade Disruption and the Economic Impact of War" menyatakan setidaknya konflik dapat menurunkan laju perdagangan, karena dalam kondisi perang fasilitas negara tidak berjalan maksimal, sehingga biaya dalam distribusi meningkat karena penggunaan jasa swasta. Sehingga dalam perdagangan internasional, barang jasa dari negara berkonflik menjadi mahal. Pengusaha di dalam negara konflik pun mempertimbangkan hal tersebut dan pasti enggan untuk melakukan aktivitas ekonomi. Belum lagi ketika ada pengenaan sanksi ekonomi seperti embargo baik embargo penuh ataupun sebagian. Bahkan dalam tulisan tersebut, Glick dan Taylor menulis "Wars kill trade too", bahwa perang mematikan perdagangan. Hal tersebut merujuk pada besarnya dampak perang terhadap perdagangan.

Surugiu (2015) dalam "International Trade, Globalization and Economic Interdependence" menyatakan adanya hubungan yang semakin erat antar negara sebagai akibat dari globalisasi membuat efek dari suatu aktivitas ekonomi di satu negara cepat menyebar ke negara lainnya (interconnectedness among markets around the world). Surugui menekankan, fenomena saling ketergantungan semacam ini utamanya sangat kuat di wilayah Eropa karena kuatnya integrasi. Sehingga kondisi inflasi di satu negara akan memantik inflasi di negara lain. Hambatan ekspor impor di satu negara mempengaruhi ketersediaan dan harga barang di negara lainnya. Kondisi internasional dengan sistem semacam ini membuat kemungkinan implikasi ekonomi menyebar dari konflik Rusia-Ukraina yang sedang terjadi beberapa hari terakhir.

Fakta globalisasi memantik sebuah ancaman ekonomi yang semula mengancam satu negara, karena efek menyebar menjadi ancaman regional bahkan internasional. Keamanan nasional maknanya keamanan di dalam domestik sebuah negara sehingga yang dicederai adalah kepentingan nasional. Keamanan regional maknanya keamanan di dalam kawasan regional, misal Asia Tenggara dengan organisasi regional ASEAN, Uni Afrika,  Uni Eropa dan lain sebagainya. Sementara keamanan internasional lebih cenderung pada sekelompok negara dan seringkali melibatkan suatu lembaga internasional termasuk PBB, WTO, dsb. Lingkup keamanan terakhir ialah global, dimana merujuk pada sebuah situasi dunia yang kini seakan tak ada sekat pasca globalisasi. Sehingga permasalahan permasalahan lokal memicu dampak yang bersifat global atau mudahnya disebut spillover effect (Suzan, 2003).

Menurut Goodman (2022), invasi Rusia ke Ukraina memiliki dampak besar pada perdagangan internasional karena kedua negara merupakan eksportir yang cukup banyak dalam aspek pangan dan sumber daya alam. Rusia merupakan eksportir biji-bijian (grains) dan pemasok utama minyak kelapa sawit, logam, kayu dan plastik, yang mana digunakan dalam berbagai kegiatan produksi mulai dari pembuatan baja hingga produksi mobil. Serupa dengan Rusia, Ukraina merupakan eksportir biji-bijian (grains). Dapat dibayangkan bagaimana pusat kedua ekspor biji-bijian dunia tegang akibat perang. Mudahnya kita dapat melihat pelabuhan pusat kedua negara melakukan distribusi ekspor yakni Laut Hitam. Hanya kapal yang tak dapat berjalan padahal sudah dipenuhi kontainer. Selain itu, Laut Hitam juga dipenuhi oleh kapal-kapal perang baik milik Rusia maupun Ukraina. Lalu lintas perdagangan yang terhambat tentu menjadi ancaman pasokan pangan. Mesir, India dan Turki menjadi tiga negara yang paling beresiko. Ketiganya bergantung pada pasokan jagung, gandum, gas alam hingga turisme. Turki terancam pada sektor industri pangan karena kebutuhan gandumnya dipenuhi 78% oleh impor dari Rusia dan 9% impor dari Ukraina. India sebagai produsen kendaraan bermotor terbesar kelima di dunia mengimpor logam dan 80% minyak dari Rusia (Goodman, 2022). 

Tidak hanya kebutuhan di berbagai negara yang tak dapat dipenuhi, kenaikan harga secara global menjadi ancaman yang diperkirakan Goodman (2022). Rusia yang menduduki posisi ketiga sumber produksi minyak yang dijual ke Amerika Serikat dan merupakan pemasok platinum terbesar kedua ke Amerika Serikat akan memberikan dampak pada kenaikan harga minyak di dunia. Pada harga gandum sendiri satu pekan sebelum invasi sudah mengalami lonjakan harga hingga 55%. Embargo terhadap Rusia yang sudah berjalan beberapa hari ini membuat tangki-tangki minyak Rusia ditolak oleh negara-negara akankah muncul perdagangan ilegal yang melakukan transaksi minyak asal Rusia? Iya atau tidak tetap saja, 87 juta barrel minyak Rusia atau seharga 10 miliar US dollar yang sedang kebingungan mencari pembeli cepat atau lambat akan mempengaruhi harga minyak dunia. Setidaknya harga sewa tanker minyak sudah melonjak 400% karena para pedagang minyak panik berebut untuk segera mengamankan minyak, takut menghadapi kelangkaan (Goodman, 2022). Akankah berhenti pada instabilitas ekonomi? Atau nantinya memantik konflik horizontal masyarakat dalam perebutan minyak dan pemenuhan kebutuhan lainnya? Terlalu dini untuk disimpulkan tetapi sudah sepantasnya kita was-was.

Bayangkan, dari sebuah perang yang ada di Eropa sana, produsen kendaraan bermotor di India memutar otak untuk mendapat bahan atau terancam menghentikan aktivitas ekonominya. Bukan lagi ancaman nasional bagi Ukraina atau Rusia, regional di Eropa juga merasa terancam karena pelabuhan kedua terbesar di dunia yakni Laut Hitam tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi. Bagaimana dengan transaksi ekspor-impor mereka? Terutama yang berhubungan dengan kedua negara tersebut. Bahkan pada tingkat individu, ancaman naiknya harga minyak menjadi mimpi buruk yang terus datang. Harga gandum mungkin bagi masyarakat Turki sangat mengkhawatirkan. Tentu setiap negara mengambil langkah kebijakan untuk menghadapi dampak dari konflik ini, tetapi sedikit banyak pasti ada hal-hal yang tak terhindarkan akan tetap terjadi.

Kita juga bicara tentang sumber daya manusia yang karena sistem pasar bebas dapat melanglang buwana lintas negara. Pekerja asal Rusia dan Ukraina yang tinggal di luar negaranya untuk bekerja akan mengkhawatirkan kampung halamannya. Mereka tidak bisa kembali ke negaranya. Kalau masih ada kerabat susah-susah-gampang untuk terus tetap berkomunikasi satu sama lain karena akses komunikasi beberapa kali terputus. Kondisi dunia yang sangat bergantung satu sama lain ini menurut saya telah memberi kontribusi pada mudah dan luasnya sebuah ancaman dari satu konflik di satu wilayah menyebar. Jenis keamanan dalam kasus ini dapat dikategorikan ke dalam keamanan global, mengingat pemicu di satu tempat tetapi semua terkena imbasnya.

Keamanan ekonomi di negara lain sebagai akibat dari konflik Rusia-Ukraina termasuk dalam faktor yang berasal dari eksternal. Hacker dan Rehm (2020) menjelaskan komponen keamanan ekonomi dari dalam (internal) maknanya merupakan komponen yang berasal dari dalam negeri itu sendiri, contohnya seperti status pekerjaan, pemberantasan pengangguran dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sementara komponen eksternal seperti stabilitas ekonomi dunia dan hubungan baik dengan negara lain. Hubungan yang buruk dapat menjadi ancaman, dalam hal ini termasuk embargo dan boikot. Sementara stabilitas ekonomi dunia terganggu salah satunya dengan lonjakan kenaikan harga suatu komoditi yang membuat negara mau tak mau membuat kebijakan ekonomi menurut pada kondisi situasi tersebut. Dalam hal ini, konflik Rusia-Ukraina telah memberi dampak pada instabilitas ekonomi dunia. Maka ia menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi di dalam ruang domestik suatu negara. Semoga dunia ini segera baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun