Mohon tunggu...
Aliya Aisyah Rasyid
Aliya Aisyah Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Andalas

mahasiswa jurusan sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Matrilineal di Minangkabau

23 April 2024   00:50 Diperbarui: 23 April 2024   00:54 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk yang terus berkembang baik secara mental maupun fisik. Secara fisik, manusia terus berkembang dengan meneruskan keturunan hingga terbentuklah garis keturunan yang Panjang. Garis keturunan tersebutlah yang kemudian diturunkan dan menjadi ciri khas masing-masing suku. 

Sistem kekerabatan pada umumnya terbagi menjadi tiga yakni patrilineal, matrilineal, dan bilateral/parental. Patrilineal adalah garis kekerabatan yang diturunkan dari pihak ayah, sedangkan matrilineal adalah garis kekerabatan yang diturunkan dari pihak ibu dan bilateral/parental adalah garis kekerabatan yang diturunkan dari garis kekerabatan ayah dan ibu dalam proporsi yang seimbang. Suku-suku di Indonesia lebih banyak menggunakan sistem kekerabatan bilateral/parental.


Suku-suku yang menganut sistem matrilineal di Indonesia cukup jarang ditemui, namun yang paling terkenal adalah suku Minangkabau. Minangkabau menganut sistem matrilineal yang berarti garis keturunan Masyarakat Minangkabau diturunkan dari garis ibu. 

Sistem matrilineal di Minangkabau memiliki sejarah yang panjang, bermula pada zaman pemerintahan datuk perpatih nan sabatang dan datuk katumanggungan di Minangkabau yang cinta damai dan tidak memiliki tantara atau Angkatan perang sehingga menjadi sasaran empuk Kerajaan majapahit yang saat itu dalam komando panglima Adityawarman. 

Kemudian Kerajaan Minangkabau menyambut Kerajaan majapahit bukan dengan bala tentara, melainkan dengan keramahan dan tawaran pernikahan dengan adik kandungnya yang bernama putri Jamilah. Sesampainya di ranah Minangkabau, Adityawarman merasa bingung dengan cara penyambutan oleh Kerajaan Minangkabau. 

Setelah mendengar tawaran dari Kerajaan Minangkabau yang menawarkan perjodohan dengan putri Jamilah dan diangkatnya panglima Adityawarman menjadi raja apabila bersedia menerima tawaran pernikahan dengan putri Jamilah. 

Setelah melihat respon Adityawarman yang menerima tawaran itu, datuk perpatih nan sabatang dan datuk katumanggungan mencari cara agar semua orang tahu bahwa keturunan putri Jamilah akan tetap menjadi orang Minangkabau dan mendapatkan warisan dari Kerajaan Minangkabau. Sejak saat itulah dipercayai Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal hingga sekarang.


referensi: 

Ariani, I. (2015). Nilai Filosofis Budaya Matrilineal di Minangkabau (relevansinya bagi pengembangan hak-hak perempuan di Indonesia) . Jurnal Filsafat, 34-36.

Sandra Natalia, M. C. (2023). Sistem Kekerabatan Dalam Hukum Adat di Indonesia. NUSANTARA: jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 3150-3154.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun