Mohon tunggu...
Ali Wira Rahman
Ali Wira Rahman Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan

Senang berbagi, diskusi dan sharing pada topik-topik pendidikan dan pengajaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Posisi Strategis Penguasaan Bahasa Memasuki Era Post-Pandemic

23 Mei 2022   08:58 Diperbarui: 23 Mei 2022   08:59 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meskipun covid-19 masih melanda dengan beberapa varian mutasi virus, tapi kita berharap dan optimis bahwa dalam waktu dekat akan melandai dan berubah menjadi endemi. Beberapa hal tersebut merupakan sebuah signal agar tiap negara termasuk Indonesia harus bersiap untuk melakukan recovery kembali bangkit. Beberapa sektor mesti mulai berbenah agar mampu menjadi penopang bertumbuhnya perekonomian bangsa dalam waktu yang sangat singkat.

Harapan utama agar perekonomian Indonesia bisa bangkit adalah dengan membangkitkan sector pariwisata. Ini menjadi sangat penting mengingat kita memiliki sumber daya alam yang sangat mendukung untuk itu. Ini nampaknya disadari melihat bagaimana aktivitas kunjungan Menteri Parekraf (Pak Sandiaga Uno) yang sangat intens untuk membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif. Tujuannya adalah agar warga asing (Turis) melirik Indonesia sebagai salah satu destinasi unutk dikunjungi untuk healing setelah covid mereda.

Lalu dimana peranan penguasaan Bahasa (language proficiency) sesuai dengan judul di atas? Letaknya adalah terkait dengan kesiapan sumber daya manusia. Jika kita mengharapkan banyak turis asing yang masuk di Indonesia kita tentu juga harus menerima konsekuensi bahwa SDM kita harus siap untuk menerima mereka. Kita meyakini bahwa sector pariwisata akan berkembang karena aktivitas sempat tertahan kurang lebih 3 tahun. Kita umpamakan turis yang masuk dalam 1 tahun mencapai angka 100 juta orang. Dengan rasio 1:1 maka dibutuhkan puluhan hingga ratusan juta servicer yang mampu berbahasa inggris. Tour guide, supir, barista, waiters, IT manager, manager hotel dan beberapa sektor jasa yang lain mesti butuh penguasaan Bahasa Inggris yang lebih.

Ini baru dari sector pariwisata, belum lagi kalau diarahkan pada bagian lain misalnya prospek sector Teknologi Informasi (IT) yang membangun infrastruktur membutuhkan tenaga lokal yang mampu berbahasa asing. Sektor energi (minyak dan gas) juga membutuhkan tenaga kerja dan tentunya akan memprioritaskan mereka yang mampu berbahasa asing agar komunkasi lebih mudah. Sector Pendidikan juga membutuhkan kemampuan Bahasa untuk memenuhi syarat mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Sekarang juga lagi trend pada sector import barang yang lebih mudah, seorang importing butuh kemampuan Bahasa asing agar mampu berkomunikasi langsung dengan klien yang ada di luar negeri. Hampir semua aspek kehidupan membutuhkan penguasaan Bahasa asing yang memadai. Hal ini menunjukkan penguasaan Bahasa merupakan additional skill yang selalu dibutuhkan dalam banyak profesi.

Mari kita mengambil contoh di negara tetangga Filipina dalam salah satu seri podcast endgame, Pak Gita Wiryawan menjelaskan bahwa negara tersebut mendapatkan income yang cukup besar dari penguasaan bahasa yang dimiliki warganya. Mereka punya call-center services yang berbahasa inggris yang memberi masukan devisa sebesar 30 milyar dollar (sebelum pandemi). Selain itu mereka juga punya warga negara yang bekerja di luar Filipina (misalnya di Singapura, Dubai, London dan sebagainya) itu mampu mengirim balik devisa juga sebesar 30 milyar dollar hanya dengan modal penguasaan bahasa inggris. Bagi Indonesia, ini merupakan peluang yang sangat besar untuk menumbuhkan devisa negara dengan populasi manusia yang lebi besar dan cakupan wilayah yang lebih luas.

Semua hal yang dipaparkan di atas sejak dari dulu dan bukan menjadi hal yang baru. Tetapi pada konteks recovery covid dan the raise of digitalisation, peluang penguasaan Bahasa ini menempati ruang yang lebih strategis dan luas. Kendalanya adalah kesiapan kita dalam membangun sumber daya manusia melalui sektor pendidikan (strateginya akan dibahas pada artikel yang lain). Intinya bahwa penguasaan Bahasa itu bukan sekedar mengetahui kosakata dan memahami tata Bahasa. Butuh kepercayaan diri dan strategi memanfaatkan peluang. Karena banyak orang yang mampu berbahasa asing misalnya dari kursus atau les private tetapi communicative competencenya sangat kurang (misalnya dalam konteks bisnis) sehingga tidak mampu meyakinkan lawan bicara dan peluang terbuang sia-sia. Saat ini kita butuh cara untuk mengawinkan antara penguasaan Bahasa asing, communicative competence dan kejelian melihat peluang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun