Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh warga di Indonesia terutama untuk generasi muda yang akan ikut berkontribusi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, namun sayang pemerataan pendidikan berkualitas belum tersebar dengan baik tak terkecuali pada wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan tertinggal). Untuk mengatasi permasalahan ini, sebuah program untuk menyebarkan guru honorer ke wilayah 3T telah dilaksanakan, namun apakah program ini benar-benar membantu wilayah 3T untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas? Lalu apakah program ini sudah adil untuk para guru honorer yang bertugas disana? Meskipun penyebaran guru honorer ke wilayah 3T merupakan program yang bertujuan untuk membantu para siswa di wilayah 3T untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, ada beberapa hal yang menghambat kegiatan tersebut untuk terjadi.
Pertama, kurangnya fasilitas pendidikan yang dapat digunakan di wilayah 3T. Tentu saja fasilitas di wilayah 3T sangat berbeda dengan fasilitas yang dapat digunakan dengan di wilayah perkotaan atau wilayah lain yang masih mendapatkan akses untuk listrik, internet, alat-alat elektronik penunjang kegiatan pembelajaran, dan sebagainya. Pada era yang serba digital ini, tidak tersedianya akses internet sangat merugikan para guru dan murid dalam kegiatan pembelajaran mereka. Kurangnya fasilitas di wilayah 3T dapat menyebabkan tidak maksimalnya kegiatan ajar-mengajar, sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka tidak dapat tercapai.
Kedua, perbedaan budaya juga dapat menjadi salah satu penghambat tercapainya tujuan. Dikarenakan oleh wilayah yang terpencil dan tertinggal, budaya masyarakat di wilayah tersebut tidak sama dengan budaya di wilayah lain, sehingga hal tersebut dapat menjadi sebuah tantangan bagi para guru honorer yang akan tinggal di wilayah tersebut.
Ketiga, gaji guru honorer yang terlalu rendah. Gaji guru honorer pada dasarnya memang tidak setinggi guru yang sudah tetap atau PNS, sehingga hal ini menjadi pertimbangan para guru honorer yang ingin bertugas ke wilayah 3T. Namun jika mereka sudah tahu jika gajinya akan lebih rendah, mengapa beberapa guru honorer masih bersedia untuk dikirim ke wilayah 3T? Beberapa tahun silam terdapat kabar yang menyatakan bahwa ada 19.317 guru honorer yang sedang bertugas ke wilayah 3T yang berpotensi untuk diangkat menjadi PNS, terdapat juga kabar lain yang menyatakan bahwa guru honorer yang bertugas di wilayah 3T memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk diangkat menjadi PNS daripada guru honorer yang bertugas di tempat lain. Meskipun ada kabar yang menyatakan kesempatan-kesempatan tersebut, pada realita tidak seperti itu. Terdapat sebuah berita tentang seorang guru honorer yang sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi di wilayah 3T namun tidak kunjung diangkat untuk menjadi PNS. Sehingga program ini tidak adil bagi guru honorer yang bertugas ke wilayah 3T.
Solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut ialah, menyediakan akses listrik, internet, dan fasilitas penunjang kegiatan pembelajaran lainnya, sebelum mengizinkan para guru honorer untuk bertugas ke wilayah 3T. Sehingga kegiatan ajar mengajar dapat dilakukan dengan lebih maksimal dan tujuan peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai.
Menurut saya, pengiriman guru honorer ke wilayah 3T merupakan program yang tidak efektif dalam peningkatan kualitas pendidikan di wilayah 3T di Indonesia. Sebaiknya pemerintah yang mengatur tidak mengirimkan guru honorer ke wilayah 3T namun guru PNS yang kualitasnya tidak perlu dipertanyakan lagi dan memiliki minat mengajar yang tinggi, sehingga tujuan awal untuk meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah 3T dapat tercapai.
#Amerta2023 #KsatriaAirlangga #UnairHebat #AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR
#BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria3_Garuda8
#ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial
#GuratanTintaMenggerakkanBangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H