Mohon tunggu...
Aliva Citra Lestari
Aliva Citra Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang menempuh Pascasarjana PAUD UPI

S1 PGPAUD UPI CIBIRU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Homo Ludens: Bermain sebagai Hakikat Anak-anak

21 Maret 2022   12:46 Diperbarui: 10 Januari 2023   22:35 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia anak adalah dunia bermain sehingga tidak jarang kita menemukan bahwa ada yang menilai bahwa kegiatan bermain merupakan sebuah aktivitas yang tidak memiliki makna dan bahkan dianggap membahayakan. Orang tua yang terlalu mengekang kegiatan anak usia dini kerap kali melarang anak-anaknya untuk bermain. Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena diperlukan pemberian pemahaman yang cukup luas kepada para orang tua, sehingga tidak menjadi orang tua yang hanya sekadar melarang aktivitas anak usia dini, akan tetapi juga dapat menjadi orang tua yang dapat memahami karakteristik anak.

Pada dasarnya anak usia dini merupakan homo ludens atau makhluk bermain, ini sejalan dengan pendapat para ahli yang mengemukakan bahwa anak usia dini tengah berada pada fase dimana mereka memiliki rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi dalam berbagai hal. Selain itu, kemampuan kinestetik anak usia dini tengah berada pada fase yang tinggi, sehingga tidak mengherankan apabila anak usia dini cenderung tidak mau diam dan selalu ingin bergerak. Oleh karena itu, pemahaman yang mendasar mengenai karakteristik anak usia dini menjadi hal yang urgen dipahami oleh para orang tua agar tidak mengekang dan mengerangkeng aktivitas anak yang justru positif.

Selain itu, tidak jarang ditemukan juga ada orang tua yang beranggapan bahwa kegiatan bermain tidak memiliki faedah atau makna selain hanya sekadar kesenangan bagi anak usia dini. Padahal sejatinya bermain atau permainan merupakan proses pendidikan. Bermain harus dipahami bukan sekadar anak usia dini berkegiatan biasa, namun didalamnya terkandung nilai-nilai yang justru penting bagi tumbuh kembang anak. Melalui permainan anak usia dini dapat sedikit demi sedikit mempelajari mengenai banyak hal seperti kemampuan komunikasi, sosial, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Kita dapat melihat bahwa dalam beberapa permainan misalnya, terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan oleh anak, sehingga dapat menjadi pemenang atau memecahkan masalah, seperti bermain gambar, permainan bola, atau puzzle.

Jika permainan tersebut hanya dipandang secara sekilas tanpa memaknainya, mungkin orang-orang hanya akan cepat menyimpulkan bahwa hal tersebut seolah tidak ada manfaatnya, namun bagi orang-orang yang sudah memahami esensi dan hakikat anak usia dini maka dalam berbagai pemainan tersebut terdapat hal-hal yang justru bermanfaat bagi anak. Oleh karena itu, permainan atau kegiatan bermain tidak bisa hanya dipandang sebelah mata, apalagi dianggap sebagai kegiatan tanpa makna. Hal ini misalnya diungkapkan oleh Alfina & Anwar (2020) bahwa kegiatan bermain memiliki banyak manfaat bagi anak usia dini, yakni sebagai berikut.

  • Melatih komunikasi
  • Meningkatkan fungsi kognitif anak
  • Melatih kemampuan problem solving
  • Melatih daya tahan fisik anak
  • Mengembangkan jiwa sosial anak
  • Melatih kreativitas

Berdasarkan paparan di atas, maka terlihat dengan jelas bahwa secara akademis sudah dibuktikan bahwa kegiatan bermain memiliki banyak manfaat bagi anak usia dini. Namun demikian, hal yang menjadi masalah dalam pengembangan kegiatan bermain dalam proses pendidikan adalah sulitnya merubah paradigma masyarakat tentang kegiatan bermain yang sudah kadung dianggap sebagai aktivitas yang biasa saja. Dalam proses pendidikan formal, integrasi permainan ke dalam proses pembelajaran dapat menjadi sebuah solusi yang efektif untuk mengatasi kejenuhan atau kebosanan anak usia dini dalam belajar, karena biasanya anak-anak usia dini sangat menyenangi kegiatan yang dipadukan dengan permainan. Hal ini tentu saja tidak lain karena anak pada hakikatnya merupakan makhluk bermain (Anggraini & Batubara, 2021).

Di era perkembangan digital seperti saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan salah satunya adalah dalam perkembangan inovasi permainan atau kegiatan bermain. Di era saat ini, telah banyak jenis permainan di dunia digital, sehingga dapat dilakukan dengan tidak secara langsung. Hal ini pun perlu disikapi secara bijak tentang adanya permainan digital, karena juga tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan dampak negatif penggunaan teknologi baggi anak, khususnya dalam menggunakan permainan.

Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa baik itu permainan yang bersifat fisik maupun bersifat digital pada dasarnya merupakan hal yang lekat dengan anak usia dini. Namun demikian, hal yang perlu dilakukan adalah bahwa orang tua juga perlu memahami perkembangan permainan digital, sehingga anak-anak tetap memiliki kontrol diri dan tidak terbawa ke dalam arus penggunaan teknologi yang negatif. Berdasarkan hal tersebut, maka belakangan ini banyak pengembangan proses pembelajaran berbasis permainan digital, tentu saja hal ini adalah untuk membuat suasana pembelajaran tetap dapat menarik bagi anak dan tidak membosankan. Apalagi karakteristik anak usia dini selain juga sebagai makhluk bermain, juga sebagai generasi digital (Binsa, 2021). 

Dengan demikian maka hal yang perlu dipahami oleh orang tua adalah baik dulu ataupun saat ini dengan segala perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang pesat, pada hakikatnya anak usia dini adalah makhluk bermain, makhluk yang senang untuk mencoba hal baru, dan melakukan banyak kegiatan, sehingga baik kegiatan bermain secara fisik maupun digital akan disenangi oleh anak. Hal yang perlu menjadi fokus perhatian utama adalah membangun pemahaman tentang hakikat anak usia dini sebagai makhluk bermain, lalu kemudian berupaya untuk melakukan integrasi kegiatan bermain ke dalam proses pembelajaran sehingga dapat lebih bermakna bagi anak.

DAFTAR PUSTAKA
Alfina, A., & Anwar, R. N. (2020). Manajemen Sekolah Ramah Anak Paud Inklusi. Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 4(1), 36-47.
Anggraini, E. S., & Batubara, L. (2021). Evaluasi Pemenuhan Standar Minimal Sarana dan Prasarana Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Usia Dini, 7(1), 20-26.
Binsa, U. H. (2021). Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan Anak Usia Dini Di Tk Pelangi Anak Negri Yogyakarta. Jurnal CARE (Children Advisory Research and Education), 8(2), 1-10.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun