"Guyonan" dalam bahasa Jawa yang artinya gurauan sering tak luput terselip dalam komunikasi verbal. Orang tidak melihat situasi entah formal dalam bisnis maupun pidato, informal pun apalagi jika sudah ngobrol bareng teman. Walaupun guyonan terjadi seolah-olah tanpa batasan, namun sesungguhnya guyonan sendiri ada batasannya. Saat keadaan yang bagaimanakah guyonan diselipkan, seseorang harus cerdas mengambil celahnya. Jangan sampai ingin memecah suasana (icebreaking) justru malah terkesan guyon di waktu yang salah. Yang akhirnya orang lain malah melihat aneh.
Masih fresh dalam ingatan Prabowo Subiyanto kerap melontarkan guyonan yang memuji nasi goreng pedagang keliling Cikeas kepada tuan rumah SusilO Bambang Yudhoyono (SBY) ketika Prabowo diundang ke rumahnya di Puri Cikeas, Bogor, Bandung, pada hari Rabu tanggal 27 Agustus 2017. Sontak lontaran Prabowo mengenai nasi goreng ini mengundang gelak penonton hingga topik ini seolah akhirnya menjadi trend yang memicu pembahasan mengenai pengesahan Undang-Undang (UU) Pemilu. Guyonan semacam ini menjadi icebreakingsebelum menginjak pada maksud kedua orang penting dalam masing-masing partai ini berniat untuk bertemu. Tentu saja Prabowo melontarkan guyonan nasi goreng itu untuk memberikan ruang keduanya bahwa keduanya memiliki hubungan yang akrab antar partai politik di luar penghargaan terhadap nasi goreng serta pujian kepada tuan rumah.
Guyonan yang terjadi antara kedua orang penting dalam partai Demokrat dan partai Gerindra ini merupakan basa basi yang kerap terjadi dalam masyarakat pada umumnya. Ketepatan waktu atau momen guyonan dipilih seseorang secara cerdas sehingga bagaimana guyonan semacam ini mendapat respon pendengar. Guyonan dalam media cetak pun kerap muncul. Seringkali penulis dan seniman memunculkannya dalam komik yang dikemas sedemikian rupa sehingga memancing pembaca untuk berkomentar. Serupa dengan komik, karikatur pun jadi pilihan dalam media cetak maupun media online. Biasanya karikatur dibuat untuk menyindir statement pemerintah atau pejabat pemerintahan yang dianggap trend dalam berita.
Dalam online pun ada istilah humor dengan sebutan “meme”. Istilah meme ini sudah menjadi jajaran istilah internet yang sering digunakan netizen untuk merespon suatu hal dengan gambar atau foto dan tulisan yang dianggap lucu. Menurut Wikipedia, istilah “meme” berarti ide, perilaku, dan gaya yang menjadi budaya dalam masyarakat. Meme internet atau cukup disebut ‘meme’ saja, pengeditan tulisannya tidak perlu menggunakan photoshop karena sudah dipastikan berat. Ada sistem tersendiri untuk meme yaitu meme generator yang memberikan layanan gratis bagi netizen untuk dunia permemean.
Di internet pun kerapkali ditemukan gambar seolah memancing netizen atau penerima pesan baik lewat grup facebook, WhatsApp, atau line media lain untuk membaca tulisan yang tertera dari awal sampai akhir. Nampak tulisan dengan gambar sebagai pendukungnya ingin menyampaikan informasi kepada pembaca agar membacanya sampai akhir. Yang kemudian ujung-ujungnya itu hanya guyonan.
Orang mungkin menganggap gambar ini lelucon. Bagi saya tidak jika gambar ini diposting di sosial media dengan gambar ultraman dan monster yang disembunyikan. Hal ini mungkin lelucon tapi lelucon yang salah penempatannya. Apa yang terjadi jika si pengumbar pesan memberikan info ngawur yang akhirnya timbul fitnah. Konteks dimana netizen ingin memposting gambar atau meme dengan maksud ingin menghibur harus cerdas menyikapinya. Jangan sampai alih-alih ingin memberikan lelucon malah justru memalukan dirinya.
Di satu grup WhatsApp yang notabene anggotanya mayoritas pendidik, seorang pendidik (katakanlah masih baru dan masih muda) memposting gambar tidak senonoh. Sontak guyonannya bukan lagi mendapat respon namun tidak ada respon sama sekali. Toh apa yang perlu diingatkan kalau sudah jelas hal tersebut tak layak ditampilkan.
Guyonan berupa karikatur pun turut menyindir generasi muda yang mulai heboh dan senang dengan dunia online nya. Salah satunya facebook. Sindiran dalam karikatur pun tergambar sebagai berikut: